Kasus TBC di Cirebon Masih Tinggi, Dinkes Ajak Semua Komponen Terlibat
CIREBON- Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan, baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Indonesia merupakan negara peringkat kedua di dunia dengan estimasi insiden TBC tertinggi, yakni sebesar 969.000 kasus pada tahun 2022.
Untuk mewujudkan eliminasi TBC tahun 2030, perlu dilakukan upaya penanggulangan TBC yang optimal yang didukung dengan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.
Pada tahun 2022, jumlah penemuan kasus TBC di Kabupaten Cirebon adalah 7.056 kasus atau 110 persen dari estimasi insiden. Sedangkan pada tahun 2023 jumlah kasus TBC yang ditemukan sampai dengan Juni 2023 adalah sebanyak 3.808 kasus atau 53 persen.
“Kita ingin semua terlibat. Baik Pemerintah maupun swasta dalam penanggulangan TBC,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, dr. Hj. Neneng Hasanah melalui Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P), Nurpatmawati, saat acara Monitoring dan Evaluasi Implementasi Public Privat Mix Tuberkulosis di salah salah satu hotel di Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon, Rabu (29/11/2023).
Nurpatmawati mengatakan, melalui Public Private Mix (PPM) adalah salah satu upaya meningkatkan akses layanan TBC yang bermutu dengan melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), baik Pemerintah maupun swasta dalam penanggulangan TBC.
Ia menjelaskan, konsep PPM di Indonesia diterapkan berbasis kabupaten/kota atau lebih dikenal dengan istilah District based Public Private Mix (DPPM).
Menurutnya, implementasi DPPM di seluruh wilayah diharapkan dapat meningkatkan penemuan kasus TBC dan angka keberhasilan pengobatan TBC sesuai standardisasi dan tercatat dalam sistem informasi nasional.
“Maksimalnya kinerja DPPM maka akan maksimal juga penemuan kasus TBC di Kabupaten Cirebon. Otomatis pengobatan juga cepat,” jelas Nurpatmawati.
Menurut Nurpatmawati, yang mempengaruhi rendahnya capaian program TBC tahun 2023 di antaranya adalah belum semua fasyankes berkontribusi dalam penemuan dan pelaporan TBC, serta fasyankes yang terlibat dalam penemuan kasus TBC belum melaporkan semua penemuan kasus ke SITB (under reporting cases).
Ia menambahkan, dalam rangka meningkatkan laporan hasil pengobatan serta kualitas pelayanan TBC yang bermutu dari rumah sakit Pemerintah dan rumah sakit swasta di Kabupaten Cirebon, maka perlu dilakukan penguatan jejaring layanan dengan melibatkan fasyankes Pemerintah maupun swasta.
“Sesuai dengan Perpres Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis menyatakan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menemukan kasus Tuberkulosis wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota. Dan Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis mewajibkan setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan kasus Tuberkulosis yang ditemukan dan/atau diobati secara terpadu dan terintegrasi melalui aplikasi sistem,” katanya.
“Berdasarkan kontribusi notifikasi TBC di Kabupaten Cirebon, yang melaporkan itu 87 persen dari rumah sakit Pemerintah, 62 persen rumah sakit swasta dan 6 persen klinik dan dokter praktik mandiri (DPM),” tambahhnya.
Sebagai salah satu upaya percepatan eliminasi TBC 2030 dan dalam rangka mencapai target program nasional TBC tahun 2023, maka perlu dilakukan upaya akselerasi pencatatan dan pelaporan kasus TBC di fasyankes untuk menemukan kasus-kasus yang belum dilaporkan ke sistem informasi Tuberkulosis di tingkat fasilitas layanan kesehatan baik puskesmas, rumah sakit, maupun DPM/klinik.(Iwan)