CirebonRaya

Keterwakilan Caleg Perempuan PKS di Tiap Dapil 30 Persen Lebih

CIREBON-Keterwakilan Calon Legislatif (Caleg) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) perempuan di tiap daerah pemilihan (Dapil) di Kabupaten Cirebon 30 persen lebih. Hal itu menandakan, partai ini membuka ruang untuk perempuan berpartisipasi dalam politik praktis.

Ketua DPD PKS Kabupaten Cirebon, H Junaedi menjelaskan, untuk memenuhi persyaratan keterwakilan perempuan di bursa pencalegan tahun 2024 di DPRD Kabupaten Cirebon, angkanya melebihi batas minimal 30 persen di setiap dapilnya.

Sebut saja seperti di Dapil I, keterwakilan perempuannya di angka 37,5 persen. Dapil II, ada 42,9 persen. Kemudian di dapil III, angkanya ada di 50,0 persen.

“Di Dapil IV, caleg dari kalangan perempuannya ada 37,5 persen, dapil V Caleg perempuannya di angka 42,9 persen kemudian di Dapil VI ada 50,0 persen,” kata Junaedi, Senin (20/11/2023).

Kemudian di dapil VI caleg perempuan PKS memiliki 42,9 persen. “Sehingga ditotalkan, jumlah persentase keterwakilan caleg perempuannya, di angka 42,9 persen,” katanya.

Ia pun mengaku aneh, kenapa sejauh ini partainya seringkali diberi stigma konservatif dan sering difitnah tidak ramah terhadap perempuan. Namun yang terjadi saat ini, justru sebaliknya, menjadi satu-satunya partai yang memenuhi syarat keterwakilan perempuan lebih dari 30 persen di setiap Dapil.

Ia menegaskan DPD PKS Kabupaten Cirebon sungguh-sungguh memberi ruang kepada perempuan. “PKS bukan hanya membuka ruang kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam politik praktis, tapi juga secara sungguh-sungguh menuangkannya dalam suatu kebijakan yang nyata,” katanya.

Menurutnya, hanya PKS partai yang mampu memenuhi keterwakilan Caleg perempuan di tiap dapil yang ada di Kabupaten Cirebon lebih dari 30 persen. Artinya, menjadi tertinggi di antara semua parpol peserta pemilu lainnya.

Politik dan perempuan lanjut dia, adalah dua pihak yang saling menguatkan. Di tengah-tengah praktek politik yang cenderung mengabaikan nurani, kehadiran politisi perempuan diharapkan bisa menekan praktek politik yang tidak baik seperti itu.

“Politisi perempuan juga diharapkan lebih peka dan sensitif terhadap issue kemiskinan, stunting atau gizi buruk, kenakalan remaja dan lain-lain. Karena fenomena tersebut sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keseharian aktivitasnya,” ujar Junaedi.(Mail)

Related Articles

Back to top button