Duh Harga Kedelai Naik Lagi, Ukuran Diperkecil Pembeli Terus Menurun
MAJALENGKA- Perajin tahu dan tempe di Majalengka mengeluhkan naiknya harga kedelai yang kini telah mencapai Rp 12.800 per kg. Mereka pun terpaksa menurunkan produksi untuk mengurangi kerugian, ada pula yang terpaksa mengurangi ukuran tahu dan tempe juga tahu.
Jaenudin, seorang produsen juga penjual tahu asal Desa Cikoneng, Kecamatan Sukahaji misalnya, dia menyebut mengurangi ukuran keratan tahu karena jika dipaksakan akan merugi. Dia pun tidak bisa memperbanyak produksi karena konsumen terus berkurang.
“Berat dipaksakan dengan harga kedelai yang terus naik. Ukuran tahu terus diperkecil, sementara jumlah pembeli terus menurun,” ungkap Jaenudin.
Dia mengaku memproduksi sendiri tahu dan menjualnya sendiri dengan cara keliling ke sejumlah desa dan perumahan. Dia menjual sebungkus tahu mentah sebanyak 10 potong seharga Rp 6.000.
“Sekarang mah bisa membawa uang ke rumah Rp 130.000 saja sehari sulitnya bukan main. Dulu bawa uang ke rumah sebesar itu sudah cukup untuk beras dan jajan anak. Bawa uang ke rumah Rp 130.000 itu untuk sekarang mah di jalan seharian saya tidak jajan, paling jajan minum karena bekal minum dari rumah habis,” jelasnya.
Penurunan produksi dilakukan pula oleh Iin Kustinah, produsen tempe di Desa Cisambeng, Kecamatan Palasah. Dia kini menurunkan produksi hingga setengah dari biasanya. Jika biasanya dia memproduksi tempe hingga menghabiskan kedelai sebanyak 6 kw, kini dia hanya 3 kw per hari.
Kondisi tersebut dilakukan karena turunnya jumlah pembeli, sedangkan dia tidak berupaya menurunkan ukuran keratan tempe.
Tempe berukuran besar dijual seharga Rp 31.000, sedangkan ukuran kecil dia jual sehargal Rp 15.000 per potong. Penjualan dia lakukan untuk para pedagang eceran di pasar serta pedagang keliling di desanya.
“Kalau menurunkan ukuran khawatir pembeli protes, tapi kalau tidak diturunkan risikonya rugi, kalaupun ada untung sangat tipis tidak mencukupi kebutuhan dapur, upah kerja pengolah kedelai tetap tidak dikurangi,” ungkap Iin.
Menurutnya, harga kedelai impor setiap tahunnya terus memgalami kenaikan, bahkan setahun bisa dua hingga tiga kali naik. Sementara turun hanya sedikit saja.
Para produsen tempe ataupun tahu tidak bersedia juga beralih ke kedelai lokal karena kedelai lokal harganya jauh lebih mahal, mencapai Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per kg. Selain itu, kedelai lokal tepungnya lebih sedikit sehingga jika diproduksi pun hasilnya sedikit.
Sementara itu, grosir kedelai di Cigasong Teten, membenarkan terus naiknya harga kedelai sejak pertengahan Oktober lalu. Kenaikan setiap hari terus terjadi sebesar Rp 100 hingga Rp 200, namun hingga akhirnya harga mencapai Rp 12.800 per kg dari harga sebelumnya hanya Rp 11.300.
“Kalau naik hampir tiap hari terjadi, walaupun kenaikannya hanya Rp 100–Rp 200, tapi kan berlangsung lama, kalau turun tampaknya susah,” ungkap Teten.
Saat ini menurutnya, harga kedelai sudah mulai turun namun turunnya hanya Rp 100. Harga saat ini sebesar Rp 11.700 per kg.
“Itu pengambilan kedelai dari Cilegon, karena jarak jauh, namun katanya yang pengambilan dari Cirebon malah selisih Rp 100 untuk setiap kilogramnya. Harga juga tergantung merek pengimpor, kalau kami JCU,” jelas Teten.(Tati)