Buruh di Kabupaten Cirebon Gugat Fungsi Dewan Pengupah, Desak Kenaikan UMK 15 Persen
CIREBON- Ratusan buruh yang tergabung dari Aliansi Serikat Pekerja Cirebon mengelar aksi di depan Kantor Bupati Cirebon, Senin (13/11/2023). Mereka menuntut kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2024 sebesar 15 persen.
Aksi gerakan buruh tersebut terdiri berbagai organisasi serikat pekerja atau serikat buruh seperti FSPMI, FSPS, SPN, SPSI, BISS, SP ITP dan Paguyuban Pekerja Transportasi.
“Gerakan buruh yang kita namakan Aliansi Buruh Cirebon ini, kami menuntut Pemerintah menaikkan UMK tahun 2024 sebesar 15 persen,” kata Sekretaris FSPMI Cirebon Raya, Mohamad Machbub.
Machbub mengatakan, dalam aksi kali ini ada tiga tuntutan para buruh yang ingin disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Cirebon. “Pertama naikan UMK Kabupaten Cirebon sebesar 15 persen, kedua cabut PP Nomor 51 Tahun 2023 dan terakhir segera isi mediator di Kabupaten Cirebon,” desaknya.
Machbub menjelaskan, pihaknya memiliki alasan untuk kenaikan UMK sebensar 15 persen ini. Pasalnya, pihaknya telah melakukan survei internal yang dilakukan di beberapa pasar yang mengalami kenaikan harga yang signifikan.
“Semua kebutuhan pokok mengalami kenaikan, biaya hidup, kontrakan juga, serta tentang ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi kini di atas 5,2 persen,” tuturnya.
Selain itu, tuntutan kedua yakni adanya persyaratan di PP tersebut berupa upah batas atas dan upah batas bawah. “Kalau suatu daerah konsumsi rumah tangganya dan yang bekerja nilainya di atas hal tersebut, maka dipastikan daerah tersebut tidak ada kenaikan, seperti daerah besar Purwakarta dan Karawang,” katanya.
Namun, kata Machbub, untuk di Cirebon pihaknya sudah menghitung kalau kenaikan upah di angka 3,3 persen.
“Kalau kenaikan di angka 3,3 persen, dan dirupiahkan hanya sebesar Rp 80 ribu. Kalau dibagi 30 hari jadi Rp 2.600. Bayangkan, untuk hidup di Kabupaten Cirebon apakah cukup, sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen. Di mana letak keadilan tersebut,” gugatnya.
Ia menyebut, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen tersebut disumbang paling banyak dari massa buruh. Artinya buruh memiliki andil dalam perrumbuhan ekonomi negara. “Massa buru yang menyumbang pertumbuhan ekonomi dihargai 2.600. Harusnya di atas pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” jelas Machbub.
Machbub mengatakan pihaknya menanyakan fungsi dewan pengupahan. Pasalnya, dewan pengupahan belum melakukan rapat pleno tapi upah sudah ditentukan oleh Pemerintah melalui Kemenaker dengan PP 51/2023.
Sedangkan fungsi dan dan tugas dewan pengupahan menurut Kepres 107/2004 tentang dewan pengupahan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada bupati wali kota dalam rangka pengusulan upah minimum.
“Jadi dewan pengupahan mendingan dibubarkan, karena percuma semua ditentukan oleh Pemerintah melalui Kemenaker dengan terbitnya PP 51/2023,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pihaknya juga menuntut adanya mediator di Kabupaten Cirebon.
Banyak perselisihan
Menurut Machbub, fenomena yang terjadi di Kabupaten Cirebon dengan sudah banyaknya industri berdiri ini tidak menutup kemungkinan akan banyak sekali perselisihan antara pekerja dan perusahaan, bahkan paska hakim MK memutuskan UU Cipta Kerja
“Malah justru Disnaker tidak mempunyai mediator. Peran mediator ini sangat penting dalam hal perselisihan, mengingat setelah di tingkat Bipartit tidak ada titik temu, penyelesaian maka naik ke tahap mediasi di Disnaker melalui mediator. Mediator ini bukan orang yang kapan pun bisa diganti, mengingat untuk menjadi mediator itu harus mempunyai sertifikat resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan,” ulasnya.
Harusnya, lanjut dia, sebelum memutasi seorang mediator, Disnaker harus sudah mempunyai pengganti agar dalam hal terjadi perselisihan tidak melimpahkan ke provinsi atau malah justru mempersulit pekerja yang mencari keadilan.
“Bayangkan ketika harus melakukan mediasi di provinsi, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali jalan. Pemerintah harus segera mencari solusi secepat mungkin untuk menyelesaikan kekosongan mediator di Kabupaten Cirebon, jadi jangan menambah beban kaum buruh,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Disnaker Kabupaten Cirebon, Novi Hendrianto mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti usulan dari para buruh. Pasalnya, semua kewenangan ada di Kemenaker, sehingga Pemkab Cirebon hanya mengusulkan.
“Berkaitan dengan kebijakan pusat, nanti kita tindaklanjuti aspirasi dari para buruh ke Kementerian, di daerah sifatnya mengusulkan saja,” akunya.
Terkait UMK di Kabupaten Cirebon, Novi menjelaskan, pihaknya akan melakukan pertemuan dengan dewan pengupah Kabupaten Cirebon dan perwakilan buruh/pekerja.
“Nanti kita sampaikan hasil dari dewan pengupah kabupaten (DPK) ke bupati untuk mengusulkan ke provinsi, karena yang menetapkan adalah gubernur. Paling lambat tanggal 21 November Pemprov Jabar menetapkan UMP. Sedangkan tanggal 30 November sudah harus ditetapkan UMK di masing-masing daerah di Jabar,” sebutnya.(Iwan/Ismail)