Bawaslu Sebut Kabupaten Cirebon Kategori Rawan Tinggi
CIREBON-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kabupaten Cirebon mengeluh, karena tidak memiliki ruangan khusus untuk sidang ajudikasi.
Sebab, ketika ditemukan peserta pemilu berperkara, dan saat proses mediasi tidak menemukan kesepakatan, maka prosesnya akan berlanjut ke sidang ajudikasi. Namun kantor sekretariat Bawaslu yang ada saat ini, tidak representatif.
“Padahal, berkaca pada pemilu 2019 lalu, terdapat dua kasus sengketa pemilu yang mengharuskan Bawaslu menggelar sidang ajudikasi pemilu,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Cirebon, Sadarudin Parapat, Selasa (24/10/2023).
Dulu, menurutnya, untuk kebutuhan sidang pihaknya pinjam gedung Baznas. Kemudian ketika sekretariat Bawaslu ada di kantor belakang Polres, ruangan untuk sidangnya ada, tetapi tidak representatif juga.
Kendati demikian, saat itu kata dia, proses sidang tetap dijalankan dengan memaksimalkan sumber daya yang ada. Ia menceritakan, meja majlis hakim harusnya bisa lebih tinggi dari peserta berperkara.
“Tapi, karena tidak tersedia, sampai-sampai meja majlis hakim ‘diakali’, mejanya diangkat menggunakan palet. Agar posisinya bisa lebih tinggi,” ujarnya.
Saat ini, tahapan pemilu sudah berlangsung. Bawaslu sendiri sudah diberikan fasilitas Pemda, dipinjam pakaikan bangunan untuk dijadikan sekretariat. Tetapi ruangannya terbatas.
Ia mengaku belum mengetahui ke depan akan seperti apa, untuk bisa mendesign ruangan sidang ajudikasi. “Mudah-mudahan bisa lebih representatif dan ideal. Sehingga, kejadian di 2019 lalu, bisa terhindarkan,” ungkapnya.
Di lain sisi, tingkat kerawanan pemilu di Kabupaten Cirebon sendiri cukup mengkhawatirkan. Masuk kategori rawan tinggi, skornya di angka 64,79. Bahkan, se-Jabar, kerawanan pemilu Kabupaten Cirebon itu, bertengger di posisi ke-4.
Setelah Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan kabupaten dengan tingkat kerawanannya tertinggi di Jawa Barat. Secara nasional pun, tingkat kerawanannya masuk nominasi 30 besar. Tepatnya di urutan ke 24 dari 514 kabupaten/kota se Indonesia.
“Indeks kerawanan pemilu atau kita biasa menyebutnya dengan IKP, itu untuk memetakan potensi kerawanan. Melakukan proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran pemilu dan pemilihan,” katanya.
Dan ada empat dimensi IKP. Yaitu konteks sosial dan politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi dan partisipasi.(Mail)