Ayumajakuning

Dihantam Cuaca Panas, Petani Bawang Merah di Majalengka Merugi

 

MAJALENGKAEl nino yang berdampak pada suhu udara panas melebihi 39 derajat celcius, berpengaruh besar terhadap tanaman bawang merah di Kabupaten  Majalengka. Sehingga mengakibatkan kerugian karena kondisi bawang yang kurang maksimal.

Menurut sejumlah petani bawang merah yang menyewa lahan di Blok Leuweungbata, Desa Pakubeureum serta Desa Kertawinangun, Kecamatan Kertajati, hampir sebagian besar petani bawang  pada musim tanam tahun ini mengalami kerugian.

Hal ini akibat pengaruh cuaca yang terlalu panas, sehingga berdampak pada pertumbuhan bawang yang menjadi kurang baik, dengan ukuran lebih pendek dari biasanya sehingga umbinyapun lebih kecil.

“Kerugian dialami terutama yang nebas (memborong kebunan), dengan upah tinggi dan harga bawang rendah,” ungkap Romir salah seorang petani bawang merah.

Romir yang menanam seluas 2 hektare serta nebas seluas kurang lebih 5,5  hektare ini mengungkapkan, jika biasanya dari luas lahan 1 hektare diperoleh hasil panen sebanyak 12 ton, kini hanya diperoleh sekitar 8-9 ton.

“Turunnya cukup besar hingga 4 ton, karena bawangnya lebih kecil,”ujarnya.

Selain itu, kata dia, kondisi ini diperparah dengan harga rendah, yang hanya mencapai Rp 11.000-Rp 12.000 di Pasar Induk Jakarta. Padahal untuk biaya garap serta upah kerja lumayan mahal.

“Jadi harga jual dengan modal sekarang tidak seimbang, belum hasil yang kurang karena cuaca panas,” katanya.

Kemudian dari nebas di temannya seluas 5 hektare sebesar Rp 520.000.000, Romir mengaku mengalami kerugian karena hasil tidak sesuai perkiraan.Yakni hasil produksinya kini rata – rata hanya 8 tonan, sementara upah kerja cukup tinggi.

“Perhitungannya kuli angkut saja untuk panen seluas itu sudah 10 orang dengan upah rata – rata Rp 200.000 per orang.Sedangkan pekerja perempuan mencapai 145 orang, dengan upah rata – rata sebesar Rp 75.000 per hari,” tuturnya.

Irlan petani lainnya menyebutkan,  modal bertani bawang merah tidak sedikit. Karena dibutuhkan uang ratusan juta hanya untuk menanam satu hektare. Modal itu diperlukan mulai untuk mencangkul menyiapkan lahan hingga pupuk dan pengairan serta buruh tanam.

“Sewa lahan saja sudah Rp 8.000.000 per bau, ditambah bibit bawang 1,5 ton kali Rp 55.000, sudah berapa,” katanya.

Sementara itu, Sukri yang menanam di Desa Kertawinangun mengaku lebih memilih perkebunan bawangnya dilelangkan kepada petani lain, untuk menghindari kerugian semakin tinggi. Karena dengan dilelangkan setidaknya tidak perlu mengurus pekerja lagi dan mengolah bawang dari kebun ke gudang, yang butuh pekerja banyak dan tambahan modal besar hingga menjualnya ke Jakarta.

“Satu bau dijual Rp 120.000.000, yang penting ada laba walaupun sedikit,” ujarnya.

Menghadapi kondisi ini, para petani berharap ada teknik penanaman yang lebih baik di saat terjadi El nino. Agar tanaman bawang merah tetap besar seperti biasanya.

“Tahun kemarin curah hujan tinggi, yang tanam terakhir gagal panen karena daun bawang membusuk dan ada yang tidak dipanen sama sekali, karena daun busuk dan bawang kecil. Kalau dipaksa dipanen justru kerugian semakin besar. Tahun ini sebaliknya, cuaca terlalu panas dan bawang lebih kecil,” kata Irlan.

Padahal menurut para petani, saat cuaca panas ini mereka sudah berusaha untuk terus mengairi area kebun bawangnya, agar tanaman lebih segar. Namun nyatanya tetap produksi turun drastis.(Tati)

 

Related Articles

Back to top button