CirebonRaya

Pengelolaan Sampah, Desa Matangaji Ingin Seperti Singapura

CIREBON-Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon terus mendorong, agar penanganan sampah bisa selesai di tingkat desa. Hal itu pun menjadi perhatian serius dinas ini, agar masalah sampah dapat diminimalisir.

Kabid Peningkatan Kapasitas dan Pemulihan Lingkungan (PKPL) DLH Kabupaten Cirebon, Fifi Erneti manyampaikan, belum lama ini pihaknya telah melaunching Desa Matangaji sebagai Desa Mandiri dalam pengelolaan sampah. Program itu tentunya, diharapkan bisa menangani sampah dari tingkat bawah.

“Minimalnya, penanganan sampah selesai di tingkat desa. Tidak lagi menumpuk di TPS sementara,” kata Fifi, Rabu (11/10/2023).

Ia menjelaskan, Desa Matangaji mempunyai cita-cita sebagai desa religi. Maka, pemerintah desa sedang menata infrastrukturnya, menata objeknya yang merupakan petilasan Mbah Kuwu Matangaji, karena itu bagian dari keluarga Keraton Kasepuhan.

“Artinya insfratruktur itu juga berkaitan dengan kebersihan lingkungan. Salah satunya, mandiri dalam mengelola sampah. Karena setiap orang pasti membawa dan menambah jumlah sampah,” kata Fifi.

Ia berharap, Desa Matangaji ini bisa menjadi seperti Singapura. Sebab, di Singapura ketika orang datang bersedia mengikuti aturan, tidak sembarangan membuang sampah. Artinya, belajar disiplin mengelola sampah dari rumah.

“Sehingga orang yang datang ke sini (Matangaji, red) pun akan ikut terbawa, tidak membuang sampah sembarangan di objek wisata,” ujar Fifi.

Apalagi, kata dia, di desa tersebut sudah terbentuk bank sampah yang diinisiasi oleh ibu-ibu PKK. Ia berharap bisa masuk ke ranah keluarga untuk menyerukan implementasi pemilihan sampah dari rumah itu bisa berjalan lebih cepat.

“Dukungan Dana Desa dan suport oleh BPD dengan kelompok bumdesnya sudah mempersiapkan TPS terpadu, dan saat ini TPS terpadu sedang dibangun,” ungkapnya.

Sementara itu, Kuwu Desa Matangaji, Rusnadi menuturkan, persiapan pemerintah Desa Matangaji menjadi Desa Mandiri sudah siap. Tinggal pelaksanaan dalam pengelolaan sampah dari masyarakat itu sendiri.

“Sejauh ini, respons masyarakat sudah ada. Hanya saja, belum maksimal. Itu enggak jadi masalah, karena semuanya berproses,” katanya.

Untuk suksesi program itu, menurut Rusnadi, tentunya berangkat dari kelembagaan yang ada di desa. Seiring berjalannya waktu, kesadaran masyarakat akan terbangun. Memilah sampah sampai tidak ada lagi sampah yang keluar untuk dibuang di TPAS milik pemerintah daerah.

“Artinya, masalah bisa sampah selesai di tingkat desa,” ungkap Rusnadi.

Menurutnya, meski bank sampah yang ada Desa Matangaji ini baru berdiri 4 bulan lalu, sudah ada 70 anggota yang mengelola sampah. Bahkan, sudah ada anggota yang mempunyai tabungan dari bank sampah sebesar Rp 700 ribu.

“Tapi, uangnya belum bisa diambil. Menunggu akhir tahun. Bisa juga diambil, namun dengan catatan untuk kebutuhan yang mendesak,” katanya.(Mail)

Back to top button