Nasional

Kajian Bahtsul Masail PWNU Jabar, TikTok Shop Mengandung Unsur ‘Predatory Pricing’

CIREBON- Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar) mendorong agar Pemerintah memperbaiki regulasi tentang perdagangan digital. Perdagangan digital harus berasaskan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kesimpulan itu berdasarkan hasil Bahtsul Masail LBM PWNU Jabar, yang membahas tentang serangan TikTok Shop terhadap usaha mikro kecil menengah (UMKM), di Pondok Pesantren Al-I’thishom Coblong Kabupaten Cianjur, belum lama ini.

Menurut Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz, hasil pembahasan dalam tema tersebut, pertama jual beli di Tiktok Shop dihukumi sah sepanjang memenuhi syarat dan rukunnya. Namun demikian, melihat fakta pola strategi pemasaran barang dan e-commerce TikTok Shop yang dilakukan pihak TikTok terdapat ‘predatory pricing’.

Related Articles

“Artinya pihak TikTok ini melakukan strategi dalam menjual produk dengan harga sangat rendah untuk tujuan utamanya menyingkirkan pelaku usaha pesaing dan memperjual-belikan barang ilegal maka hukumnya haram,” ujar Kiai Afif, Rabu (11/10/2023).

Karena itu, terang Kiai asal Kabupaten Cirebon ini, ada beberapa alasan. Yakni ‘idlror’ atau merugikan dan idza’ atau menyakiti. Seperti berdampak pada timbulnya monopoli dagang, persaingan antar pedagang yang tidak sportif, dan merugikan mayoritas pedagang secara umum yang tidak menjadi afiliator TikTok seperti pelaku UMKM dan lainnya.

“Kemudian alasan lainnya, khida’ah atau mengelabui dan mempermainkan harga pasar secara zalim,” ungkap Kiai Afif.

Yang kedua, terkait apa yang harus dilakukan Pemerintah dalam melindungi para pedagang kecil, pasar tradisional dan UMKM dari serangan barang impor yang harganya jauh lebih murah dan tidak sedikit yang ilegal? Hasil kajian BM tersebut terdapat beberapa rekomendasi pihaknya untuk Pemerintah.

“Pertama, Pemerintah harus membuat regulasi yang mengatur perdagangan digital dengan berasaskan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Kedua, Pemerintah harus menghilangkan ketimpangan ekonomi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar daya beli masyarakat meningkat. Ketiga, menghentikan setiap e-commerce yang memakai strategi predatory pricing

Meski demikian, pihaknya tak memungkiri, Pemerintah dalam hal ini telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003, tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

“Dengan demikian peraturan tersebut telah memenuhi tiga poin dimaksud, sehingga sudah tepat dalam persepektif fikih,” tambah Kiai Afif.(Ismail)

 

Back to top button