CirebonRaya

Dianggap sebagai Ganti Rugi Kerja, Warga Minta ‘Uang Pung’ di Hari Pencoblosan Pilwu di Cirebon

CIREBON- Puluhan ibu-ibu menggeruduk Kantor Balai Desa Bakung Lor, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Rabu (11/10/2023). Mereka meminta adanya ‘uang pung’, pada saat hari pelaksanaan pencoblosan Pemilihan Kuwu (Pilwu) di Desa Bakung Lor, yang dilaksanakan pada 22 Oktober 2023, mendatang.

Menurutnya, ‘uang pung’ ini, sebagai pengganti rugi masyarakat yang libur kerja saat hari pencoblosan pilwu. “Jadi kami meminta uang pengganti tidak kerja. Minta Rp 100,” kata ibu-ibu serempak kepada perangkat Desa Bakung Lor.

Sementara, Plt Kuwu Desa Bakung Lor, Imam Hidayat mengatakan pihaknya dengan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Badan Permusyawatan Desa (BPD) akan berkoordinasi dengan masing-masing calon kuwu untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang meminta uang pengganti rugi karena tidak bekerja saat dilaksanakan pilwu.

“Kita hanya menampung aspirasi, keputusan tergantung calon kuwu. Kalau Rp 100.000 per hak pilih dibagi dua calon, masing-masing calon Rp 50.000. Misal dikali 5.152 hak pilih, berarti masing-masing calon kuwu sekitar Rp 250 juta,” katanya.

Menurut Imam, ‘uang pung’ sudah ada dari periode sebelumnya sebagai pengganti masyarakat tidak bekerja. Namun, tetap saja keputusan ada dan tidaknya ‘uang pung’ tergantung kesepakatan masing-masing calon kuwu.

“Misal ada yang tidak setuju. Nanti bikin surat pernyataan, bagaimana kemampuan mereka. Jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, dianggap seperti uang pembelian hak suara,” katanya.

Sementara itu, Makruf, salah satu tokoh masyarakat mengaku tidak setuju dengan adanya ‘uang pung’. Karena dinilai telah memberatkan calon kuwu. Selain itu, uang pung saat pencoblosan juga tidak ada dalam undang-undang. Sehingga, tidak perlu ada.

“Uang pung tidak ada dalam undang-undang. Cuma, menurut adat zaman dulu, setiap calon itu memberikan uang pengganti karena tidak bekerja. Tapi melihat generasi penerus, sangat memberatkan, lebih baik ditiadakan,” katanya.

Menurut Makruf, siapa pun berhak mencalonkan kuwu. Seandainya uang pung tidak ada, maka banyak orang yang berhak, dan sanggup menjadi calon Kuwu Desa Bakung Lor. Kalau sampai diadakan, dianggap menjadi budaya tidak bagus.

Lebih lanjut, Makruf memaparkan, di Desa Bakung Lor, ada dua calon kuwu. Jadi memberatkan salah satu calon yang dari kalangan bawah, bila sampai adanya uang pung.

“Jelas sangat dirugikan sekali, terjadi tekanan psikis kepada salah satu calon dari kalangan bawah. Merasa salah satu calon itu terintimidasi, terintervensi,” ujarnya.

Makruf menjelaskan, masalah uang pung itu tidak ada sangkut pautnya dengan warga. Tapi adanya kesepakatan antara calon kuwu. “Ketika dari salah satu calon kuwu itu tidak menyepakati, maka tidak ada uang pung untuk pemilihan kuwu tersebut,” jelasnya.

Makruf menilai, tindakan para ibu-ibu yang datang ke desa, adanya indikasi dorongan dari timses salah satu calon. Masyarakat digiring agar melakukan tindakan aksi tersebut, sehingga memberatkan calon kuwu yang dari kalangan bawah.(Iwan)

 

Related Articles

Back to top button