BPK Temukan Rp 32,4 Miliar Belum Dibayar Kontraktor Atas Sejumlah Proyek di Kota Cirebon
CIREBON- Inspektorat Kota Cirebon telah membentuk Tim Pemantauan Tindak Lanjut untuk menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK terkait adanya temuan Rp 32,4 miliar yang belum dibayarkan oleh rekanan atau kontraktor ke kas daerah. Tim ini terdiri dari Inspektur Pembantu dan para auditor.
Nilai sebesar Rp 32,4 miliar tersebut merupakan uang yang belum dibayarkan oleh kontraktor atas sejumlah proyek ke kas daerah dari tahun 2005 hingga 2022.
Berdasarkan data pada Inspektorat, total kewajiban pengembalian ke kas daerah sejak 2005-2022 sebesar Rp 54,7 miliar dan telah disetorkan ke kas daerah sebesar Rp 22,3 miliar sehingga masih terdapat sisa sebesar Rp 32, 4 miliar.
“Penyebab temuan BPK terkait pekerjaan konstruksi bisa bermacam-macam, bisa karena kurangnya volume pekerjaan atau kelebihan pembayaran sehingga terjadi kerugian negara, atau karena adaya keterlambatan penyelesaian pekerjaan sehingga terdapat denda keterlambatan yang harus dibayar kontraktor ke kas daerah,” ujar Kepala Inspektorat Kota Cirebon, Asep Gina Muharam.
Asep menambahkan, setiap tahunnya BPK melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ke setiap pemerintah daerah, baik provinsi maupun kota dan kabupaten. Untuk itu, Inspektorat berkewajiban melakukan pemantauan terkait tindak lajut rekomendasi LHP BPK RI.
“Hasil akhir pemeriksaan BPK berupa LHP, sedangkan rekomendasi BPK RI ada yang bersifat administrasi dan ada juga pengembalian keuangan yang harus disetorkan ke kas daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, uang Rp 32,4 miliar itu wajib dikembalikan oleh para kontraktor ke kas daerah. “Yang jadi masalah itu adalah adanya pihak ketiga atau rekanan ini tidak langsung melunasi. Mereka ada yang langsung setor dan lunas, ada yang dicicil, ada juga yang belum bayar,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dari kurun waktu 2005 hingga 2022 tersebut, sudah ada uang yang disetorkan kontraktor ke kas daerah sebesar Rp 22,3 miliar. “Berdasarkan sistem informasi pemantauan tindak lanjut, ada kewajiban pihak ketiga senilai Rp 32,4 miliar,” ujarnya.
Asep juga menegaskan, peran Inspektorat terus mengingatkan dan mengajak perangkat daerah agar menginstruksikan pihak ketiga untuk segera melakukan penyetoran ke kas daerah.
“Inspektorat kan tidak berhubungan langsung dengan rekanan. Maka kita minta perangkat daerah atau dinas teknis terkait untuk memanggil rekanan, minta rekanan untuk segera membayar,” tuturnya.
Ia menambahkan, Tim Pemantauan Tindak Lanjut tersebut terus bekerja, salah satunya membangun komunikasi dengan perangkat daerah.
“Ya alhamdulillah, tahun 2022 itu yang masuk ke kas daerah sekitar Rp 6 miliar, tim ini terus bekerja. Tim terdiri dari Inspektur Pembantu 1 (Irban) dan auditor, mereka tugasnya memantau tindak lanjut LHP,” ujarnya.
Tak hanya itu, menurutnya, Inspektorat juga melakukan pemeringkatan kontraktor yang belum menyelesaikan kewajibannya.
“Sebagaimana diketahui bahwa kondisi keuangan di Pemkot Cirebon itu sedang tidak baik-baik saja. Maka ketika ada yang belum bayar ke kas daerah ya kita terus tindaklanjuti dengan mengingatkan OPD agar memerintahkan rekanan segera melakukan pembayaran,” lanjutnya.
Menurutnya, untuk meminimalisasi kontraktor yang bermasalah, pihaknya pun mengusulkan agar kontraktor yang mengikuti lelang barang dan jasa harus memiliki surat bebas temuan BPK RI dari Inspektorat. “Kita sedang memproses itu, mudah-mudahan bisa diterapkan secepatnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya baru akan menggandeng pihak Kejaksaan ketika kontraktor sudah keterlaluan tidak melakukan pembayaran dalam jangka waktu yang lama dan tidak beritikad baik untuk membayar.
“Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, ada ketentuan terkait tindak lanjut LHP ini, yaitu selama 60 hari setelah LHP diterima, pejabat wajib menjawab atau menjelaskan terkait tindak lanjut rekomendasi LHP BPK” tuturnya.(Fanny)