Ayumajakuning

Jauh-jauh dari Jepang, Tiga Pemudi Ini Kagumi Pelestarian Tradisi Leluhur Blok Keputren Majalengka

MAJALENGKA- Tiga pemuda Jepang tertarik dengan kultur dan budaya masyarakat Blok Kaputren, Desa Putridalem, Kabupaten Majalengka yang masih mempertahankan kultur, kebersamaan serta sejumlah tradisi leluhur lainnya.

Ketiga pemuda Jepang sengaja datang ke Blok Kaputren dan menginap di rumah Direktur Bambu Merdeka, Yahya Sunarya yang juga Ketua Blok, untuk meyakinkan informasi yang diperolehnya dari media.

“Saya tiba–tiba ada yang menghubungi, katanya ada orang Jepang mau datang, saya- nya engsrog wae (silakan saja),” ungkap Yahya yang mengaku kerap didatangi sejumlah seniman asal luar negeri.

Ketiga pemuda asal Jepang tersebut adalah Aiko Hashizume (37 tahun), Aki Iwaya (35 tahun) dan Kouryou (35 tahun) yang sengaja datang dari Jepang pada Sabtu (12/8/2023) sore.

Ketiganya menginap dan hampir semalaman bercengkrama dengan warga Blok Kaputren yang kebetulan banyak pemuda yang bekerja di Jepang, sehingga hal itu dimanfaatkan oleh orang tuanya untuk berdialog dengan ketiga warga Jepang tersebut sekaligus menitipkan anaknya jika mengalami kesulitan di Jepang.

Aiko Hashizume yang sedikit paham berbahasa Indonesia karena pernah pengajar di sebuah SMA di Bandung mengungkapkan ketertarikannya mendatangi Blok Kaputren dari media sosial juga media online.

Dia mengagumi bagaimana Pemerintah Indonesia memberikan dukungan terhadap masyarakat serta  tradisi dan industri kreatif. Selain itu, Pemerintah Indonesia memberikan kebebasan berpendapat bagi masyarakatnya.

Sehingga tradisi leluhur masih tetap hidup di masyarakat, seperti halnya babarit (hajat ngayun saat bayi baru lahir), mipit (upacara jelang panen), munjung (berdoa jelang musim tanam), ngaruat, nyusuk lembur, sedekah bumi dan sebagainya.

Ketika bicara soal tradisi lainnya seperti lamaran, tunangan bagi yang akan melangsungkan pernihakan, sudah tidak ada lagi. Selain itu, komunikasi dan silaturahmi antar tetangga masih terjaga, saling memberi dan mengasihi, bahkan masih bisa berkumpul berdialog di area terbuka tanpa harus ada izin atau membeli tiket khusus kepada pihak panitia penyelenggara.

Angka kelahiran juga tidak seketat di Jepang, karena di Indonesia masih banyak yang memiliki anak lebih dari dua orang, sedangkan di negaranya angka kelahiran sangat dibatasi maksimal dua karena biaya hidup yang tinggi, sehingga menjaga jangan sampai anak menjadi telantar.

“Di negara kami di Jepang tingkat kelahiran sedikit, sebab di Jepang biaya hidup besar walapupun sudah dibantu Pemerintah,” ungkap Aiko yang pada tahun 2018 pernah mengajar di sebuah SMA di Bandung.

Aki Iwaya menyebutkan, di Jepang sebetulnya masih ada beberapa tradisi leluhur yang kini masih dijalani, namun hanya di lakukan di daerah–daerah tertentu.

Berkumpul orang dalam jumlah banyak hanya dilakukan di gedung, itu pun harus bayar. Pemerintah tidak memberikan dukungan material bagi kegiatan semacam itu, hanya panitia penyelenggara bisa memperoleh uang banyak dari tiket yang dijualnya untuk sebuah kegiatan yang mengumpulkan massa.

“Berkumpul, berdialog seperti ini sudah tidak ada, adanya di gedung dan harus bayar,” katanya.

Mereka juga mengagumi Pemerintah Indonesia yang memberikan kebebasan berpendapat bagi masyarakatnya tanpa kekangan apa pun. Kehidupan masyarakat di Jepang katanya sudah individualistis, hingga dengan tetangga pun nyaris tidak pernah berkomunikasi bahkan ada yang tidak saling mengenal. Karena masyarakatnya pergi pagi pulang malam untuk bekerja.

“Di kami pada 10 tahun ke depan akan banyak rumah kosong karena tidak ada penghuninya,” ungkap Aki Iwaya yang mengagumi rumah–rumah penduduk di Kaputren dengan ukuran besar–besar.

Acara dialog dan ngobrol bersama orang Jepang ini menurut Yahya dimanfaatkan masyarakatnya untuk menitipkan keluarganya yang berada di Jepang. Kebetulan lebih dari 10 orang pemuda Blok Kaputren tengah bekerja di Jepang.

Aiko Hashizume, Aki Iwaya dan Kouryou berjanji jika pemuda Kaputren mendapatkan kesulitan di Jepang bisa menghubunginya, kebetulan daerah tempat bekerjanya dekat dengan tempat tinggalnya.

Komunikasi  pada acara dialog tersebut disampaikan 3 penerjemah asal Blok Kaputren yang ketiganya baru tiba beberapa pekan dari Jepang  setelah habis masa kontrak kerjanya selama 4 tahun.(Tati)

 

Related Articles

Back to top button