Hotel Oranje dan Lengking Suara Bung Tomo
Oleh : Moehamad Hasan
Pemerhati Sejarah Tinggal di Cirebon
PAGI itu di bulan september tepat sebulan lalu setelah proklamasi kemerdekaan dideklarasikan, telah terjadi sebuah insiden bersejarah bagi masyarakat indonesia. Setiap tanggal 19 september Tahun 1945 warga Surabaya memperingati hari bersejarah perobekan bendera Belanda oleh para pemuda Surabaya diatas tiang Hotel Yamato atau kini telah berganti nama menjadi Hotel Majapahit di jalan Tunjungan no 65 Surabaya.
Sekitar pukul 21.00 sekelompok Orang-orang Belanda tiba di Surabaya pada malam hari 19 September, dan langsung mengibarkan bendera Belanda tanpa sepengetahuan dan seizin pemerintah Indonesia di daerah Surabaya.
Tentu saja saja kejadian tersebut memicu kemarahan pemuda dan warga Surabaya. Mereka segera memadati ruang lobi hotel. Mereka tak terima dengan sikap Belanda karena dianggap menghina kedaulatan Indonesia.
Mengetahui hal tersebut Presiden Soedirman bersama
ajudannya sidik dan Haryono mendatangi kerumunan massa di Hotel Yamato.
Akhirnya Soedirman memutuskan untuk melakukan perundingan dengan pihak ploegman bersama dengan kawan-kawannya. Sayangnya perundingan tersebut gagal di lakukan lantaran Jenderal Ploegman menolak dengan tegas kedaulatan Indonesia dan menurunkan bendera Triwana dari atas atap hotel.
Pada situasi memanas itu pun Ploegman menodongkan pistol dan terjadi perkelahian dalam ruang perundingan. mendengar keributan tersebut sidik mendobrak pintu ruang perundingan.
Dan ketegangan pun terjadi, sidik mencekik leher ploegman dan membuatnya tewas ditangannya. Tak lama berselang Sidik pun tewas ditangan ajudan jendral Ploegman.
Sudirman dan Haryono kemudian melarikan diri ke luar hotel Yamato.
Situasi di luar hotel semakin memanas. Para pemuda memaksa masuk kedalam hotel dan terjadilah perkelahian di lobi hotel dan sebagian pemuda saling berebut naik ke atas hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera. Berkat bantuan Kusno Wibowo bendera Belanda telah
berhasil diturunkan dan merobek bagian berwarna birunya dan mengereknya ke puncak tiang kembali.
Peristiwa ini kemudian disambut oleh massa dibawah hotel dengan pekik suara. Merdeka berulang kali. Kedatangan pihak sekutu ke Indonesia tak lain adalah ingin menguasai
tanah Hindia kembali dan melucuti sisa-sisa senjata tentara Jepang.
Pihak sekutu ternyata juga telah mendapat dukungan penuh dari pemerintah Jepang dan di sponsori oleh palang merah
internasional. Mereka berlindung di balik palang merah dalam melakukan kegiatan politik.
Selain itu mereka memiliki tujuan dalam membebaskan para tahanan, dan sejak saat itu Hotel Yamato di jadikan sebagai markas bantuan rehabilitasi untuk tawanan perang dan interniran.
Peristiwa inilah menyebabkan terjadinya peristiwa pertempuran di Surabaya. Pada 10 November, seperti biasa Rukmini bangun lebih awal untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Dia segera bergegas menuju kamar mandi mengambil air wudhu. Setelah selesai sholat Rukmini merapihkan tempat tidur dan bersiap pergi ke sekolah. Setelah selesai Rukmini bersama ayah dan ibunya sarapan pagi bersama sembari mendengarkan siaran berita di radio.
Setelah sarapan Rukmini bersama ayahnya berangkat menuju sekolah. Tahun ini mereka berencana pindah ke Surabaya pada bulan November nanti. Rukmini terpaksa pindah sekolah karena ayahnya mendapat perintah tugas bekerja di kota Surabaya.
Pada tanggal 30 Oktober Tahun 1945 Rukmini bersama keluarganya pindah ke Surabaya, dengan menggunakan angkutan umum.
Rukmini bersama keluarganya telah pindah ke Surabaya.
Mereka tiba di terminal sekitar pukul 02.00 WIB, atau siang dini hari. Disana mereka telah disambut kerabat mereka dengan menggunakan mobil sedan.
Sepanjang jalanan Rukmini pun sibuk memperhatikan pemandangan diluar. Dia tidak pernah menyaksikan pemandangan di kota. Sesampainya di rumah Rukmini membantu ibunya membereskan kamar dan menata barang.
Setelah selesai rukmini dan ibunya membantu menyiapkan makan malam. Sambil memasak mereka mendengarkan lagu kroncong dan siaran berita nasional dan lokal.
Tiba-tiba terdengar bunyi suara seorang pembawa acara telah mengabarkan berita kedatangan pasukan sekutu
di Surabaya. Aawalnya situasi berjalan kondusif dan aman. sebelumnya pada tanggal 29 Oktober pihak Inggris dan Indonesia telah menandatangani perjanjian sebagai upaya
mengakhiri gencatan senjata.
Namun situasi berubah saat terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 30 Oktober sekitar pukul 23.00 WIB, mobil buick yang di tumpangi oleh Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok
milisi Indonesia ketika hendak melewati jembatan merah. insiden ini menyebabkan kesalahpahaman dan terjadinya baku tembak dan menewaskan Brigadir Jenderal
Mallaby.
Kematian Jenderal Mallaby telah sampai ke telinga pihak Inggris dan menyebabkan Inggris mengeluarkan utimaltum pada tanggal 10 November agar rakyat Indonesia serahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara Inggris.
Melihat seruan utimaltum disebarkan oleh para tentara Inggris melalui pamflet udara sangat membuat warga
Surabaya sangat marah. Seluruh sudut kota Surabaya di penuhi oleh pemuda dan kelompok bersenjata.
Mereka lalu bertemu dan melakukan perundingan, dan memutuskan mengangkat Sungkono sebagai komandan pertahanan Kota Surabaya, dan juga menjadikan Surachman sebagai komandan pertempuran.
Dari sini muncul semboyan merdeka atau mati.Sementara itu pihak Inggris tengah bersikeras keluarkan utimaltum kepada pimpinan dan Rakyat Indonesia bersenjata agar supaya melapor dan meletakan senjata mereka ke tempat sudah disediakan serta mengangkat tangan di atas.
Pihak Inggris memberikan batas utimaltum tersebut pada pukul 06.00 Tanggal 10 November.
Rakyat Indonesia menganggap hal tersebut sebagai suatu penghinaan terhadap para pejuang. Mereka menolak mentah-mentah utimaltum tersebut, karena Republik Indonesia waktu itu sudah resmi berdiri dan tentara
keamanan rakyat juga telah resmi dibentuk pasukan negara.
Sementara itu banyak organisasi perjuangan bersenjata telah di bentuk masyarakat di kalangan pelajar dan mahasiswa, sebagai upaya mencegah masuknya kembali pemerintah belanda di boncengi oleh kehadiran
Tentata Inggris di Indonesia.
Pagi hari tepat tanggal 10 November tentara Inggris mulai
melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia.
Perlawanan tersebut mendapatkan simpati serta dukungan dari beberapa tokoh penting dan berpengaruh seperti Bung Tomo dan para ulama serta kyai dalam menggerakan
warga Surabaya pada masa itu.
Untuk membakar semangat rakyat Bung Tomo sampaikan
orasi sebagai berikut : ’Tetap Merdeka! Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka!
Pertempuran berlangsung selama tiga minggu tiga hari. kemenangan diraih oleh pihak Inggris. Namun meskipun mengalami kekalahan peristiwa bersejarah tersebut memiliki peran penting dalam kemerdekaan Indonesia.dan mendapatkan sorotan dari internasional.
Diperkirakan jumlah korban mencapai 6.009 hingga 16.000 jiwa dari para pejuang dari pihak Indonesia, akibat dampak di timbulkan pertempuran tersebut.
Sementara jumlah korban dari pihak Inggris serta India mencapai jumlah 600 juta jiwa sampai dengan 2.000 orang tentara. Pertempuran tersebut telah menggerakan rakyat agar melakukan perlawanan di seluruh Indonesia.
Setelah situasi berjalan kondusif dan aman Rukmini beserta keluarga memutuskan kembali ke desanya di Semarang. Ketentraman telah kembali ke tanah mereka dan masyarakat hidup rukun dan saling guyub. ***