Supaya Menguntungkan, Petani Didorong Lakukan Diversifikasi Pertanian
MAJALENGKA-Seluruh petani disarankan untuk melakukan diversifikasi pertanian, agar bisa menguntungkan. Karena jika hanya menanam padi, petani tidak akan mendapat keuntungan yang lebih bahkan bisa merugi.
Wakil Bupati Majalengka Tarsono D Mardiana mengemukakan, bertani padi sangat jarang yang untung, terlebih jika areal sawah yang dimilikinya sangat terbatas dan pengolahannya mengandalkan orang lain atau orang Sunda menyebutnya “sarwa muruhkeun”.
“Kalau bertani padi hasilnya hanya bisa menutupi modal yang sudah dikeluarkan. Apalagi jika harga gabah merosot tajam, bukan untung yang terjadi malah rugi,” katanya.
Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena biaya garap mahal. Selain harga pestisida yang tidak murah, ditambah lagi jika pupuk yang dipergunakan adalah pupuk non subsidi, karena tidak memiliki kartu tani. Kemudian saat musim kemarau petani juga harus menyiapkan pompa air untuk menyedot air dari sungai atau situ.
“Petani harus bersedia memulai menggunakan pupuk organik, untuk pemupukan tanamannya. Jangan lagi bergantung pada pupuk kimia yang harganya lumayan mahal dibanding pupuk organik,” katanya.
Ia menyampaikan, agar petani bisa untung dari hasil bertani maka harus melakukan diversifikasi tani. Yakni bertani padi tapi juga harus bertani palawija serta memelihara ternak seperti kerbau, sapi, domba atau hewan lainnya.
Karena dengan beternak, petani bisa mendapatkan pupuk organik dari kotoran ternak. Sehingga pemupukan tidak bergantung pada pupuk kimia lagi, malah tidak perlu membeli pupuk kimia atau juga pupuk organik ke toko. Tapi pupuk bisa mengambil dari kandang ternak sendiri.
“Saya bisa ngomong begini karena mengalaminya. Saya bertani padi juga beternak, sehingga sekarang tidak menggunakan pupuk kimia, tapi sudah ke pupuk organik,” katanya.
Tarsono mengungkapkan, pada awal pemupukan dengan menggunakan pupuk organik, pertumbuhan padi tidak begitu pesat dan bulir padi juga kecil serta lebih sedikit, sehingga rumpun padi terbatas.
Menurutnya, jika biasanya satu rumpun padi bisa mencapai 16 hingga 20 batang, namun dengan pupuk organik pada awal pemupukan bisa hanya 5 hingga 6 batang. Kondisi tersebut dianggap wajar, karena proses permentasi atau proses kimia pupuk organik dalam tanah belum begitu baik.
“Mikro organisme atau jasad renik belum maksimal berkembang di tanah, sehingga tanah belum gembur,” ujarnya.
Namun pada tanam padi berikutnya, lanjut Tarsono atau paling cepat tanam kedua pertumbuhan padi mulai bagus, dengan unsur hara mulai membaik dan normal kembali. Tanah tidak jenuh akibat banyaknya pupuk kimia yang berada di tanah sawah, yang akan berdampak pada pengerasan tanah dan tingkat keasaman yang tinggi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Majalengka Iman Firmansyah mengaku sudah cukup lama petani didorong untuk beralih ke pupuk organik. Karena itu pemerintah kini menyediakan pupuk kimia dan organik. Hal itu untuk mengalihkan petani menggunakan pupuk dari kimia ke organik.
“Yang disiapkan di semua penyalur resmi dan harus ditebus petani itu adalah pupuk kimia dan organik, persentasenya jelas. Ini agar lambat laun petani bisa meninggalkan penggunaan pupuk kimia,” katanya.
Ia menyebutkan, saat ini ada pula petani binaan yang sudah meninggalkan pupuk kimia dan beralih ke pupuk organik.(Tati)