Anda Penggemar Kuliner, Masakan Katel Khas Majalengka Perlu Dicoba, Rasanya Nikmat
MAJALENGKA- Ada sejumlah rumah makan di Majalengka yang menyajikan katel sebagai menu masakannya, sehingga rumah makan tersebut memiliki kekhasan tersendiri dengan olahan katelnya.
Di kota lain katel adalah sebagai alat memasak, namun di Majalengka katel adalah sejenis sayuran yang berasal dari kacang kedelai yang baru tumbuh, warnanya hijau, ukurannya kecil dan tipis. Di Majalngka katel banyak dibudidayakan karena pangsa pasarnya yang tinggi. Hampir semua kalangan masyarakat menyukai olahan katel.
Jika pada umumnya kedelai ditanam untuk dipanen kacangnya, di Majalengka justru ditanam untuk diambil tunasnya karena itulah yang laku dijual dan lebih cepat menghasilkan uang, lantaran konsumennya sangat banyak. Katel sebagai menu makan dan bahkan di sejumlah rumah makan menjadi menu favorit.
Di Majalengka, katel ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat di wilayah Kelurahan Babakanjawa, Blok Pataking, Kelurahan Munjul, Kecamatan Majalengka, Blok Pasirmuncang Tonggoh, Desa Pasirmuncang, Kecamatan Panyingkiran.
Cara membudidayakannya sangat mudah, petani berusaha menyemai kedelai yang lahannya di petak-petak, bagian atasnya dilapisi jerami. Dalam kurun waktu sepuluh hari, kedelai yang disemai mulai tumbuh ke atas, setelah tumbuh berukuran setinggi kurang lebih 10-15 cm katel siap dipanen yang memanennya dengan cara diarit.
Agar bisa setiap hari panen maka persemaian dibuat dalam jumlah banyak, pesemaian bisa setiap hari dibuat agar panen pun bisa dilakukan setiap hari. Jika musim kemarau persemaian harus dekat dengan sumber air agar mudah melakukan penyiraman karena pesemaian harus disiram setiap hari.
Makanya kebanyakan petani berusaha menanam di pinggir sungai seperti Sungai Cijurey agar mudah mendapatkan air.
Menurut Uti, salah seorang pembudidaya katel asal Keluraha Babakanjawa, lapisan jerami ini dibuat agar penyiraman mudah dilakukan sehingga tunas tidak mudah patah, jika tidak ada pelindung jerami, saat diguyur air dengan tunas akan rusak.
Uti mengaku sudah cukup lama membudidayakan katel yang dilakukan turun temurun dari orang tuanya. Hasilnya setiap hari dibawa ke pasar namun ada pula konsumen yang datang ke rumahnya untuk mengambil katel. Katel dijual literan seharga Rp 20.000 per liter atau tergantung harga kedelai.
Atit, pedagang katel di Pasar Majalengka mengatakan, untuk memanen katel bisa dilakukan sendiri, namun untuk memproses hingga bisa dijual harus mempekerjakan banyak orang, apalagi jika produksinya cukup banyak. Karena hingga bisa dijual harus dipetik dipisahkan dari batangnya.
“Karena produksi banyak maka yang bekerja bisa empat hingga lima orang. Kalau panen hari ini maka baru bisa dijual esok hari setelah proses pemilahan batang. Dibawa ke pasar bisa pukul 04.30 WIB, begitu subuh langsung berangkat,” ungkap Utit yang mampu memproduksi katel hingga lebih dari 40 literan per hari.
Katel tak hanya untuk dikonsumsi sendiri namun juga banyak yang dijadikan oleh-oleh ketika berkunjung ke luar kota, atau ada tamu dari luar yang diberikan oleh-oleh katel. “Oleh-oleh dari Majalengka ini selain kecap juga ada yang katel, karena katanya di luar tidak ada,” sebut Utit.
Cara mengolah katel cukup beragam tergantung selera, ada yang dipencok atau ada juga yang menyebut dilawar. Bumbunya cukup garam, terasi, cabai, kencur, bawang putih jika suka dan gula merah. Semua bumbu diulek lalu masukan katel mentah dan diaduk.
Ada pula yang dimasak dengan tahu mentah yang digoreng setengah matang atau juga dimasak dengan sambal oncom merah. Untuk mamasak katel, harus diingat katel jangan terlalu matang, namun hanya sebentar agar rasa katel masih terasa tajam.
Olahan katel bisa disajikan dengan kerupuk ciamis, tahu, ikan asin, sayur asem. Atau sekadar nasi dan katel pun rasanya cukup nikmat.(Tati)