Opini

Determinasi Generasi Milenial Dalam Partisipasi Pemilu 2024

Oleh : Tri Sutrisno
Alumni GMNI Cirebon

PEMILU merupakan wujud dari sistem demokrasi dan pengejawantahan sila keempat Pancasila dan Pasal 1 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Rakyat dapat memilih seseorang melalui partai politik dan non partai politik untuk menjadi wakilnya di lembaga Eksekutif dan Legislatif di tingkat nasional dan daerah yang dilakukan melalui pemilu.
Pemilu telah dilaksanakan sejak tahun 1955 dan yang terakhir pada tahun 2019. Proses penyelenggaraan pemilu semakin berkembang, dimulai dari pertimbangan hukum, tahapan, peserta, kelembagaan, pelanggaran, dan pengaturan pelaksanaan.
Pemilu merupakan jembatan untuk menghubungkan suara rakyat sebagai pemilik kedaulatan dalam memilih. Kualitas pemilu tergantung pada tinggi rendahnya tingkat partisipasi, karena dari partisipasi ini akan terlihat seberapa besar masyarakat menaruh harapan pada pemerintah khususnya generasi milenial dalam pesta demokrasi untuk pemilu serentak 2024 yang semakin dekat.
Generasi milenial adalah bagian dari masyarakat yang berperan penting dalam membentuk masa depan bangsa. Generasi milenial dapat berpartisipasi dalam memberikan dukungan hak suaranya ataupun pengawasan partisipatif dalam pemilu serentak 2024.
Sebagai contoh pada pemilu tahun 2019 lalu, dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 192.828.520, proporsi pemilih berusia 20 – 40 tahun adalah 86.250.948 orang atau 44,73%. Hal tersebut yang menjadi alasan kandidat dan partai politik berlomba-lomba merebut simpati suara milenial.
Besarnya jumlah pemilih pemula pada pemilu 2024 diharapkan berbanding lurus dengan tumbuhnya kesadaran generasi milenial terhadap partisipasi aktif dalam pemilu. Sebab, keberhasilan penyelenggaraan pemilu akan bergantung pada kerja sama semua elemen masyarakat khususnya generasi milenial dalam pemilu.
Dengan demikian, cita-cita penyelenggaraan pemilu yang kredibel dapat tercapai, yakni pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Bung Karno dalam beberapa pamflet yang berhasil ditemukan dalam kampanye Pemilu 1955, Bung Karno dengan jelas menyerukan bahwa, “pemilu jangan menjadi tempat pertempuran perjuangan kepartaian yang dapat memecah belah persatuan bangsa Indonesia.”
Masalah terkait pemilu umumnya tidak menarik minat bagi generasi milenial. Generasi milenial masih menganggap kualitas politik yang buruk dan tidak cukup banyak kelompok milenial di pemerintahan.
Dengan dimulainya gerakan pengawasan pemilu partisipatif dan sekolah kader pengawasan partisipatif sebagai salah satu cara untuk melibatkan generasi milenial dalam pengawasan pemilu, Bawaslu sebagai lembaga yang memiliki mandat pengawasan perlu memiliki terobosan yang memungkinkan lebih banyak pihak memahami tanggung jawab, prinsip, dan fungsi pengawasan pemilu ke depan yang akan berdampak pada peningkatan jumlah pemilih yang terlibat aktif dalam proses pemilu.
Bagi generasi milenial, bukanlah keputusan yang bijaksana untuk hanya mengandalkan fungsi dan efektivitas lembaga negara (KPU dan Bawaslu) sambil pasif menyaksikan bagaimana proses pemilu 2024 berjalan.
Pemilu harus dimanfaatkan generasi milenial sebagai momentum untuk mengubah gerakan moral (moral force) menjadi gerakan sosial (social movement).
Determinasi Generasi Milenial Terhadap Pemilu
Nindyati (2017) menjelaskan bahwa generasi milenial yang biasa disebut dengan Generasi Y atau Generasi Langgas adalah kelompok demografi setelah generasi X (Gen-X), generasi ini merupakan generasi Milenial yang terlahir antara tahun 1980 – 2000.
Selain itu generasi milenial juga termasuk kedalam kelompok yang berusia mulai dari 17 sampai 37 pada tahun.
Generasi ini berkembang dengan cepat, banyak hal positif dan negatif pada proses perkembangan generasi ini, dimana kemajuan teknologi membuat genarasi milenial cepat menyerap informasi yang ada pada setiap sosial media, sayangnya kecepatan itu membuat bias informasi yang mereka dapatkan.
Pada pemilu 2019 banyak sekali berita-berita hoax yang bertebaran di media masa menyebabkan miss informasi yang generasi milenial dapatkan.
Selain itu komunikasi online seperti whatsapp, telegram dan media sosial yang merupakan sumber informasi yang mereka gunakan dalam menentukan dukungannya kepada peserta pemilu.
Jonah Stillman (2018) mengatakan bahwa pada dasarnya pemilih milenial di Amerika berharap bahwa para politisi memperhatikan keberadaan mereka dan menyadari potensi yang dimiliki oleh generasinya dan dampak yang dapat dirasakan jika generasi mereka disentuh oleh para politisi. Keberhasilan pelaksanaan pemilu 2024 sebagian akan bergantung pada keterlibatan generasi milenial.
Ada berbagai cara agar generasi milenial benar-benar terlibat dalam politik dan penyelenggaraan pemilu. Generasi milenial dapat berpartisipasi dalam proses pemilu dengan membuat keputusan berdasarkan informasi dengan menyadari topik yang disajikan dalam pemilu dan hak mereka untuk memilih. Generasi melinial dapat berperan menyukseskan penyelenggaraan pemilu 2024 dengan cara yaitu.
Pertama, generasi bisa juga ikut serta sebagai calon peserta pemilu untuk mewakili aspirasi kaum milenial di lembaga eksekutif dan legislatif di tingkat daerah ataupun pusat. Kedua, generasi milenial juga bisa berperan sebagai tim pemenangan pemilu, dengan bergabung dalam tim pemenangan maka mereka akan belajar tentang dinamika politik dan elektoral, yang nantinya akan berguna bagi proses pembangunan demokrasi.
Ketiga, generasi milenial juga dapat ikut serta dalam pengawas pemilu partisipatif dan penyelenggara pemilu di tingkat daerah, desa, dan kelurahan. Melalui pengawas pemilu partisipatif dan penyelenggara pemilu generasi milenial akan memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam proses penyelenggara pemilu.

Partisipasi Generasi Milenial Pada Pemilu 2024

Partisipasi generasi milenial merupakan nafas dalam negara demokrasi. Partisipasi tidak hanya sebatas bagaimana memberikan hak suara mereka saat pemilu berlangsung. Namun partisipasi juga termanifestasi dalam bentuk yang lebih luas, yakni, bagaimana generasi milenial terlibat dalam diskusi terkait hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, bagaimana mereka terlibat dalam proses pembuatan keputusan, serta bagaimana mereka mengontrol pelaksanaan kebijakan dan program selama proses pemilu.
Ada banyak aspek tahapan pemilu yang penting untuk diawasi dan diamati oleh generasi milenial. Ketika data pemilih sedang diperbarui, misalnya.
Pengawas sekarang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa nama-nama orang yang memenuhi kriteria untuk memilih terdaftar sebagai pemilih.
Tahap nominasi adalah tahap berikutnya, di mana KPU dan Bawaslu diharuskan memastikan bahwa profil kandidat yang mencalonkan diri sudah sesuai.
Belum lagi masa kampanye yang menuntut pengawasan publik secara langsung terhadap bahan-bahan yang digunakan para calon peserta pemilu.
Berikutnya adalah fase penentuan yang dikenal dengan pencoblosan, penghitungan, dan rekapitulasi suara, yang sangat penting untuk dipahami oleh generasi milenial agar mereka tidak hanya memilih, tetapi juga mengawasi jalannya pemilu karena banyaknya TPS dan pelanggaran pemilu seperti money politic, kampanye di tempat ibadah dan penyebaran hoax di media sosial. Jika generasi milenial terlibat aktif dalam pengawasan pemilu maka pelanggaran pemilu bisa segera dillaporkan kepada Bawaslu untuk segera bertindak sesuai dengan peraturan hukum tentang pemilu.
Untuk menjamin berkembangnya demokrasi yang terkonsolidasi, segala upaya harus terus dilakukan dalam rangka peningkatan demokrasi. Semakin tinggi partisipasi pemilih milenial atau keterlibatannya dalam pemilu 2024 menandakan kemajuan iklim demokrasi yang baik.
Generasi milenial merupakan generasi yang sudah mengenal kemajuan teknologi dan Generasi Milenial sebagai generasi penerus bangsa, sangat amat diperlukan partisipasinya di bidang politik dan penyelenggara kepemiluan.
Generasi milenial merupakan aset berharga yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Jumlah generasi yang mencapai 35% – 40% saat ini membuat setiap kalangan politisi tertarik untuk mendapatkan feedback dari generasi ini.
Generasi milenial saat ini memiliki momentum yang sangat luas salah satunya adalah dalam hal partisipasi di bidang politik dan penyelenggara kepemiluan.
Keaktifan generasi milenial ini akan merubah arah dan laju demokrasi Indonesia kearah yang identik dengan habit generasi ini.
Kemunculannya untuk aktif dalam partisipasi bidang politik dan penyelenggara pemilu saat ini telah banyak merubah paradigma politik Indonesia.
Generasi milenial dengan gaya komunikasi yang sangat berbeda di bandingkan gaya pendahulunya menjadikan generasi milenial ini memiliki ciri khas dan warna tersendiri dalam ruang publik.
Disamping itu Indonesia yang saat ini memasuki gerbang revolusi industri 4.0 tentu harus beradaptasi dengan kecepatan jaman dan perubahan paradigma generasi yang sangat cepat terlebih lagi di tahun 2030 indonesia akan mengalami bonus demografi, sehingga kesiapan serta kematangan politik dan penyelenggara pemilu bagi generasi milenial sangatlah penting untuk disiapkan sejak dini.***

Related Articles

Back to top button