Finansial

Miris, 32 Hektare Sawah Produktif di Talun Kabupaten Cirebon Terancam Alih Fungsi Perumahan dan Rumah Makan

TALUN,(KC).-
Sebanyak 32 hektare sawah di Blok Tegal Panjang Desa Sampiran Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon kini terancam oleh pembangunan perumahan dan rumah makan. Padahal, lahan sawah tersebut selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan bagi 70 petani.

Bahkan, sekitar delapan hektare sawah telah beralih fungsi. Padahal, sawah tersebut dikenal sangat produktif, dengan hasil panen mencapai delapan ton per hektare. Akibatnya, 10 petani kehilangan mata pencaharian.

Usman Effendi, yang merupakan perwakilan petani di Desa Sampiran Kecamatan Talun, menceritakan bahwa lahan sawah di Tegal Panjang cukup subur.

“Selama 30 tahun, petani menggarap sawah ini dengan hasil yang melimpah. Irigasi dari Bendungan Suba membuat tanah ini sangat produktif. Tetapi sekarang kami kehilangan sebagian lahan karena dijadikan perumahan dan rumah makan,” kata Usman, Selasa (18/2/2025).

Usman menjelaskan lahan seluas 32 hektare itu sebelumnya dikelola oleh 70 petani, dengan rata-rata setiap petani menggarap 0,5 hektare. Namun, sejak 8 hektare sawah dialihfungsikan, 10 petani kehilangan lahan garapan.

Ia menuturkan, proses alih fungsi lahan ini dimulai dua tahun lalu, ketika pihak desa menyewakan lahan sawah kepada pengembang tanpa melibatkan petani dalam musyawarah perencanaan pembangunan.

“Kami tidak diajak musyawarah. Tiba-tiba saja lahan yang kami garap selama puluhan tahun disewakan untuk pembangunan. Sawah ini harusnya tetap menjadi sawah dan tidak dialihfungsikan menjadi bangunan,” kata Usman.

Usman pun menyoroti dampak jangka panjang dari alih fungsi lahan. “Mengembalikan sawah yang sudah berubah menjadi bangunan menjadi lahan produktif lagi sangat sulit. Tanah yang subur ini akan hilang selamanya,” ujarnya.

Selain itu, ia sangat khawatir, jika pembangunan terus berlanjut, kedaulatan pangan di daerah ini akan terancam. Pasalnya alih fungsi lahan tidak hanya berdampak pada produktivitas pertanian, tetapi juga pada kehidupan sosial dan ekonomi petani.

“Sebagian dari mereka (petani,red) menjadi buruh tani dengan upah yang jauh lebih rendah, sementara yang lain menganggur karena tidak memiliki keterampilan di luar pertanian,” katanya.

“Petani dulu bisa menghidupi keluarga dari hasil panen padi. Sekarang, harus bekerja sebagai buruh tani dengan upah yang tidak seberapa,” imbuhnya.

Sementara itu salah satu petani yang engan disebutkan namanya mengaku telah kehilangan lahan. Ia mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari sejak lahannya diambil alih untuk pembangunan.

Menurutnya para petani di Desa Sampiran menuntut agar pemerintah daerah dan pihak desa menghentikan alih fungsi lahan sawah. Mereka juga meminta agar proses pembangunan dilakukan dengan melibatkan petani dalam musyawarah.

Petani juga meminta kompensasi yang adil bagi mereka yang kehilangan lahan. “Jika lahan kami diambil, kami harus diberi kompensasi yang layak agar kami bisa melanjutkan hidup,” katanya.

Pantauan di lapangan, sebanyak delapan hektare sawah yang terdampak pembangunan kini telah berubah menjadi lahan kosong yang siap dibangun.

Beberapa bagian sudah mulai dipasangi pagar dan tanda-tanda pembangunan. Di sekitarnya, masih terlihat hamparan sawah hijau yang dikelola oleh petani.

“Kami tidak tahu sampai kami bisa bertahan. Jika pembangunan terus berlanjut, kami tidak punya pilihan lain selain menyerah,” katanya.

Ia berharap adanya dukungan dari berbagai pihak, lahan sawah di Tegal Panjang dapat diselamatkan dari alih fungsi.

“Kami siap bekerja sama dengan pemerintah dan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik. Yang penting, sawah ini harus tetap menjadi sawah,” katanya.(Junaedi)

Related Articles

Back to top button