Pendidikan

Belum Terima Laporan, Kejari Kota Cirebon Tetap Bakal Selidiki Pemotongan Dana PIP di SMAN 7 Cirebon

 

 

 

kacenews.id-CIREBON-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon mulai melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) atas dugaan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Kota Cirebon. Diketahui pemotongan dana PIP di sekolah ini mencapai Rp 250 ribu per siswa.

“Ada atau tidak ada laporan, kami (Kejaksaan) akan mulai pulbaket, setelah itu ditelaah. Ternyata ini (pemotongan dana PIP) sudah ramai juga,” ujar Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, Slamet Hariyadi.

Ia mengungkapkan, usai pulbaket dilakukan, pihaknya baru bisa mengetahui apakah persoalan ini dilakukan penyelidikan.

“Sejauh ini memang belum ada laporan dari pihak terkait, baik itu orang tua siswa atau siswanya. Tapi kami tegaskan, ada atau tidak ada laporan, pulbaket pemotongan dana PIP akan kami lakukan,”katanya.

Sebelumnya diberitakan, selain sengkarut Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP), di SMAN 7 Kota Cirebon ternyata terdapat sejumlah persoalan lain, yakni adanya pemotongan dana PIP. Hal ini mencuat saat Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mendatangi SMAN 7 Kota Cirebon pada Jumat (9/2/2025), untuk mengklarifikasi terkait SNBP yang ramai diberitakan.

Saat mendatangi SMAN 7 Kota Cirebon, terdapat dua siswi yang “curhat” kepada Dedi Mulyadi terkait pemotongan dana PIP.

“Kita tuh masih banyak yang pengen dilaporin, Pak, selain kasus PDSS. Sumbangan PIP Rp 1,8 juta dipotong Rp 250.000,” ujar siswa tersebut dalam Instagram @dedimulyadi71 yang diposting Sabtu (8/2/2025).

PIP adalah singkatan dari Program Indonesia Pintar. Program ini merupakan bantuan dari pemerintah berupa uang tunai yang diberikan kepada peserta didik dari keluarga miskin atau rentan miskin agar mereka bisa melanjutkan pendidikan. Menurut siswa tersebut, dari awal pihak sekolah sudah mensosialisasikan dana PIP akan dipotong sekolah untuk dikembalikan ke partai. Dedi Mulyadi lalu menjelaskan, sumbangan tersebut bukan dari partai tapi bantuan pemerintah yang disalurkan melalui anggota DPR RI untuk daerah pemilihannya (dapil).

Dedi lalu bertanya, bagaimana cara sekolah mengambilnya karena bantuan tersebut masuk ke rekening masing-masing siswa. Siswa itu mengatakan saat dirinya ke bank, di sana sudah ada dua petugas TU sekolah. Petugas tersebut akan meminta buku tabungan, kartu ATM, dan pin.

“Buku tabungan, kartu, dan pin dikasih ke sekolah. Semua seangkatan disamain pin-nya. Kalau ada yang berbeda, dijapri pihak sekolah,” tutur siswa tersebut.

Dedi Mulyadi kemudian meminta klarifikasi kepada pihak SMAN 7 Kota Cirebon mengenai potongan dana PIP Rp 250.000 tiap siswa tersebut. Dalam akun Instagram @dedimulyadi71, pihak sekolah menjelaskan, potongan dana PIP tiap siswa sebesar Rp 200.000. Potongan tersebut diberikan atas permintaan partai bukan anggota dewan.

Pihak sekolah menyampaikan, beberapa waktu lalu ada anggota partai mendatangi sekolah menawarkan dana PIP.

“Kebetulan waktu itu ada dari partai mau enggak ada dana PIP sekian, nanti saya harus ngomong dulu ke Kepala Sekolah boleh nggak. Nanti saya kasih banyak mau gak, nanti saya bicarakan dengan kepala sekolah,” ucap perwakilan sekolah menyepertikan dialognya dengan anggota partai.

Selang beberapa waktu, anggota partai tersebut datang lagi dan mengatakan sekolah lain pada mau. Di tahun-tahun sebelumnya, dana PIP ini jika tidak diambil, akan kadaluarsa dan dikembalikan ke negara. Di tahun-tahun berikutnya kemungkinan kesempatan tidak bisa mendapatkan lagi.

“Setelah dirembuk-rembuk, oke kita ambil, tapi dipotong. Jadi pemotongan tersebut bukan untuk sekolah, mintanya (uang potongan) Rp 200.000,” kata pihak sekolah.

Setelah ada kesepahaman, sekolah mengumpulkan anak-anak dan diminta untuk menyampaikannya kepada orang tua mereka.

“Kami kumpulkan semua, (kami katakan) ini ada mau gak PIP, tapi nanti ketika cair minta dipotong. Nanti sampaikan ke orang tua,” kata pihak SMAN 7 Cirebon tersebut.

Dedi kemudian bertanya, berapa orang di sekolah tersebut yang menerima. Kemudian dijawab 500 orang dan tidak ada kuitansi.

“500 orang dikali Rp 200.000, Rp 100 juta,” kata Dedi Mulyadi.(Cimot/Jak)

 

 

 

Related Articles

Back to top button