Kontroversi Sewa Stadion Bima Kota Cirebon

KASUS dugaan penyewaan Stadion Bima Cirebon secara ilegal oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) kepada Sekolah Sepak Bola (SSB) Bina Sentra sejak Oktober 2024 dengan nilai sewa sebesar Rp 50 juta per tahun, serta perjanjian pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan tanpa sepengetahuan Penjabat Wali Kota Cirebon, Agus Mulyadi, menjadi sorotan publik.
Tindakan ini berpotensi mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pemerintah daerah.
Menurut ketentuan hukum yang berlaku, segala bentuk pengelolaan dan penggunaan aset daerah, termasuk stadion, harus mengikuti prosedur yang jelas dan sah.
Pihak yang berwenang dalam pengelolaan aset negara harus melakukan tahapan yang transparan, seperti melalui proses lelang atau izin yang disetujui oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini Wali Kota.
Tanpa persetujuan atau pemberitahuan yang memadai kepada pimpinan daerah, pengelolaan aset yang dilakukan oleh aparat atau dinas terkait dapat berpotensi menyalahi aturan yang ada.
Sewa stadion yang dilakukan tanpa persetujuan Wali Kota, apalagi jika ditemukan adanya unsur manipulasi atau penyalahgunaan wewenang, bisa berujung pada pelanggaran hukum.
Selain itu, jika nilai sewa yang disepakati dirasa tidak sesuai dengan nilai pasar, maka hal tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi pengelolaan aset daerah di masa mendatang.
Langkah pertama yang harus diambil oleh pihak berwenang adalah melakukan audit dan investigasi terhadap perjanjian sewa yang dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga.
Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa proses penyewaan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, transparan, dan akuntabel. Jika ditemukan adanya penyimpangan, langkah hukum yang tegas perlu diambil, baik terhadap pihak yang melakukan penyewaan ilegal maupun pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut.
Namun, dalam menyikapi masalah ini, solusi bijak yang dapat ditempuh adalah penyelesaian secara musyawarah dan mufakat. Pemerintah daerah dapat memberikan kesempatan kepada SSB Bina Sentra untuk melanjutkan kegiatan mereka dengan mekanisme sewa yang sah dan sesuai dengan peraturan, namun dengan nilai yang sesuai dan transparan.
Melalui pembaruan perjanjian yang melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat dan stakeholder terkait, diharapkan kesepakatan yang lebih adil dapat dicapai, serta citra Pemkot Cirebon tetap terjaga.
Selain itu, sebagai upaya preventif, Pemkot Cirebon dapat memperkuat regulasi internal terkait pengelolaan aset daerah dan memperbaiki prosedur administrasi agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Ke depan, penting bagi seluruh pihak terkait untuk menjunjung tinggi prinsip tata kelola yang baik dan mengedepankan kepentingan publik demi kemajuan bersama.***