Ragam

Menyoal Brain Rot yang Viral dan Kian Mengkhawatirkan

Oleh: Khaerudin, S.Pd
Penulis Buku Langkah Kaki II
Media sosial sudah menjadi salah satu teman yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap aktivitas dan keperluan kita selalu melibatkan dan membutuhkan media sosial. Hal ini karena media sosial berguna untuk menunjang dan membantu setiap pekerjaan kita agar lebih mudah, baik dari segi komunikasi, membagikan informasi atau hal lainnya. Adanya media sosial tentu sangat bermanfaat bagi kita karena dengan begitu maka setiap informasi yang ingin kita sampaikan ke banyak orang dengan mudah kita lakukan.

Namun media sosial nampaknya bukan saja mengandung manfaat dalam penggunaannya, melainkan terdapat aspek negatif di dalamnya, terlebih jika penggunaannya itu berlebihan. Media sosial yang biasa kita gunakan untuk membagikan informasi, hiburan atau konten lainnya semakin memprihatinkan dampaknya jika dikonsumsi oleh beberapa orang secara berlebihan. Karena dapat mengganggu kesehatan mental, pikiran dan cara berpikir seseorang.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, mari kita ulas data berikut. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktunya untuk mengkonsumsi media sosial sekitar 5,7 jam sehari dengan menggunakan gadget. Belum lagi jika menggunakan perangkat lainnya. Data ini menjadikan kita sebagai negara dengan pengguna media sosial terlama di dunia pada tahun 2024 menurut State of Mobile.
Salah satu Psikolog dari Kanada yang Bernama Laurie Ann Manwell mempelajari dan mengatakan bahwa orang yang kecanduan dapat berdampak negatif pada perhatian, konsentrasi, pembelajaran dan fungsi sosial. Dan jika seseorang terlalu sering mengkonsumsi tontonan konten yang tidak disarankan waktunya maka akan berdampak pada mental dan jiwanya.

Di tengah lonjakan pengguna gadget yang setiap hari makin banyak, ditambah lagi setiap konten yang dikonsumsi tersebut jarang yang bermanfaat bahkan lebih parahnya lagi receh dan kurang berfaedah bagi kesehatan mental dan pikiran kita. Oleh sebab itu dengan realitas demikian maka istilah ‘Brain Rot’ kini muncul dan mendapatkan perhatian khusus.

Istilah Brain Rot sekarang dinobatkan sebagai kata popular di Oxford yaitu sekitar 37000. Awalnya Brain Rot digunakan untuk mengkritik masyarakat yang cenderung menghindari pemikiran mendalam dan lebih memilih hal-hal yang dangkal. Istilah tersebut sebagai penyikapan terhadap fenomena tentang penurunan daya mental dan intelektual dan kini dievolusikan maknanya terhadap makna digital.

Brain Rot merupakan konsumsi konten receh atau dangkal yang dilakukan oleh seseorang dalam berbagai platform konten. Baik itu konten hiburan, aktivitas atau hal lainnya yang tidak berperan dalam proses berpikir dan menganalisis sehingga daya pikir kita menjadi dangkal.

Brain Rot kini menjadi fenomena yang berbahaya karena dampaknya yang cukup serius. Tidak hanya memengaruhi kesehatan mental, tetapi juga berpotensi merusak fungsi otak secara keseluruhan.
Brain Rot dapat menjadi pemicu disfungsi kognitif dan emosional. Artinya daya pikir dan emosi kita bisa melemah. Hal ini bisa mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup kita. Berikut ini beberapa dampak yang disebabkan akibat kebiasaan Brain Rot.

Pertama, kemunduran kognitif atau daya pikir. Paparan konten instan secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan kemampuan otak dalam berpikir, memproses informasi yang kompleks. Hal ini berakibat terhadap daya analisis yang berkurang setiap harinya, akibatnya setiap pemecahan masalah dan kreativitas akan berantakan dan tidak teratur.

Kedua, gangguan regulasi emosi. Overstimulasi dari konten yang sering kita lihat dan dengarkan secara berlebihan akan memperburuk pengaturan emosi. Pengguna yang sering menonton konten receh secara berlebihan akan mudah merasa cemas, depresi dan agresif, ditambah lagi jika orang tersebut menelan bulat-bulat apa yang ada di konten maka paparan tersebut yang nanti akan teringat dalam memori dan membuat otak sulit mengatur kondisi ketenangan.

Ketiga, kecanduan atau ketergantungan. Konten berkualitas sering sekali memicu pengguna atau yang melihat konten cenderung tertarik. Dari konten tersebut maka akan menimbulkan pelepasan dopamine terhadap otak sehingga memicu kecanduan berulang. Hal ini dapat mengurangi motivasi untuk mecari sumber inspirasi yang lebih berguna dan bermanfaat untuk keberlangsungan daya pikir kita. Interaksi sosial pun akan ikut terhambat karena kita hanya akan berkutat pada konten yang sudah menjadi candu baru bagi pikiran baru kita.

Keempat, pengaruh pada perkembangan anak dan remaja. Otak yang sedang berkembang sangat rentan terhadap paparan konten negatif akubat gadget yang digunakan selama ini. Terlebih terhadap anak-anak yang seharusnya otak dan pikirannya masih bersih bahkan siap menerima informasi baru apapun untuk direkam dalam jangka waktu yang lama, namun malah mengonsumsi konten-konten Brain Rot yang berdampak bagi perkembangan otaknya.

Bukan hanya anak-anak saja yang bisa terkena dampak tersebut melainkan anak remaja bahkan orang dewasa pun ternyata dapat terpapar juga. Jika seseorang terlalu banyak terpapar konten instan yang receh atau dangkal untuk pemikiran itu, maka pengguna akan mengalami ganguan perkembangan sosial, kesulitan membentuk identitas diri, penurunan kemampuan belajar dan daya analisis yang bisa ia lakukan.

Banyak sekali dampak yang dapat diperoleh ketika kita terlalu sering mengkonsumsi konten receh yang kurang positif bagi perkembangan otak kita. Mulai sekarang mari kita lakukan proses pencegahan demi meminimalisir pengaruh Brain Rot terhadap diri kita, anak kita atau pun lingkungan kita. Adapun pencegahan yang bisa kita lakukan yaitu dengan cara penggunaan layer gadget sudah saatnya dibatasi. Jangan terlalu banyak berkutat menatap layer gadget apalagi jika hanya untuk menonton konten yang kurang bermanfaat bagi pikrian kita.

Langkah ini bisa bermanfaat bagi mata kita dalam meminimalisir kelelahan mental dan pikiran yang terus menerus menatap konten pada layer. Kemudian pilihlah konten yang bijak yang sekiranya bisa bermanfaat bagi kita, terutama bagi pikrian kita, konten yang bisa meningkatkan rasa penasaran kita lebih tinggi lagi. Meningkatkan daya analisis kita lebih tajam lagi atau melihat fenomena negeri yang sudah saatnya kita turun membicarakannya.

Sudah saatnya kita menciptakan lingkungan digital yang positif baik untuk diri kita atau pun untuk anak-anak generasi kita. Banyak hal yang bisa kita lakukan terutama untuk anak-anak kita dalam menghindari konten Brain Rot yang berbahaya bagi mereka di antaranya berolahraga, meditasi, membaca buku, belajar Bahasa asing atau menyalurkan hobi lainnya. Dengan menetapkan langkah-langkah ini maka kita bisa menciptakan lingkungan digital yang positif dan lebih bermanfaat.***

Related Articles

Back to top button