CirebonRaya

Kabupaten Cirebon Urutan Empat di Jabar Kasus Perkawinan Anak

CIREBON- Kecamatan Mundu dan Greged Kabupaten Cirebon merupakan dua kecamatan yang tertinggi di kabupaten yang tertinggi kasus perkawinan anak. Demikian dikatakan Asisten Bidang Hak dan Perlindungan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, Imron Rosadi.

“Berdasarkan data yang ada, dalam setahun ada sekitar 600-800 kasus perkawinan anak di Kabupaten Cirebon, sehingga Kabupaten Cirebon urutan ke empat di Jawa Barat,” katanya saat kunjungan di Kecamatan Mundu, kemarin.

Imron menjelaskan, penyebab perkawinan anak ada beberapa hal, antara lain karena masalah ekonomi, masalah pendidikan rendah dan masalah kultur seperti pergaulan. Seperti Kecamatan Mundu dan Greged yang tertinggi di kabupaten lantaran jumlah perkawinan anaknya tinggi. Sebagai upaya menekan kasus, akan melakukan pendampingan di dua kecamatan tersebut.

“Pendampingan yang akan dilaksanakan antara lain, bimbingan remaja usia nikah, bimbingan pengantin anak dan pencegahan keluarga rentan miskin. Karena perkawinan anak, sangat berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia juga keadaan ekonomi,” ujarnya.

“Karena perkawinan anaknya tinggi maka putus sekolah tinggi pula dan kalau putus sekolah tinggi maka, perekonomian akan berdampak pada keluarga rentan miskin,” tambahnya didampingi Asisten Deputi Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Kemenko PMK RI, Indah Suwarni.

Camat Mundu, H Anwar Sadat, membenarkan perkawinan anak di wilayahnya cukup tinggi. Tahun 2021 ada sekitar 41 orang yang mengajukan dispensasi nikah dan 2022, meningkat menjadi kisaran 45 orang yang mengajukan dispensasi nikah. Bahkan Maret 2023 ini, sudah ada lima orang yang mengajukan dispensasi nikah,” ungkapnya.

Sementara itu, perwakilan KUA Kecamatan Mundu, KH Mahfud memaparkan, tingginya kasus perkawinan anak di Kecamatan Mundu bukan dikarenakan pergaulan bebas sebagai faktor utamanya tapi budaya atau kultur.

“Perkawinan anak terjadi arena faktor budaya, ketika wanita sudah haid itu orang tuanya sudah memperbolehkan nikah. Kemudian ekonomi dan pendidikan. Memang ada karena pergaulan bebas atau hamil duluan, tetapi itu faktor yang paling kecil atau terakhir,” paparnya.

Sementara itu, dampak dari pernikahan dini yakni, anak perempuan akan mengalami sejumlah hal dari pernikahan di usia dini. Pertama, tercurinya hak seorang anak. Hak-hak itu antara lain hak pendidikan, hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orang tua.

Berkaitan dengan hilangnya hak kesehatan, seorang anak yang menikah di usia dini memiliki risiko kematian saat melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah cukup umur. Risiko ini bisa mencapai lima kali lipatnya. Selanjutnya, seorang anak perempuan yang menikah akan mengalami sejumlah persoalan psikologis seperti cemas, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri.

Di usia yang masih muda, anak-anak ini belum memiliki status dan kekuasaan di dalam masyarakat. Mereka masih terkungkung untuk mengontrol diri sendiri. Terakhir, pengetahuan seksualitas yang masih rendah meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi menular seperti HIV.(Supra)

 

Related Articles

Back to top button