CirebonRaya

Dari Nilai ke Aksi: Sembilan Nilai Antikorupsi sebagai Pilar Budaya Bersih

Oleh: Ismail Marzuki
Wartawan Kabar Cirebon

Korupsi, telah menjadi masalah serius yang merusak sistem pemerintahan, ekonomi, dan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Di Indonesia sendiri, korupsi telah mengakar di berbagai lapisan masyarakat dan menghambat laju pembangunan bangsa. Bahkan, berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), jumlah kasus karupsi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 791 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu 579 kasus pada 2022, 533 kasus pada 2021, 444 kasus pada 2020, dan 271 kasus pada 2019.

Indonesia pun berada di urutan ke-115 dari 180 negara dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 34. Peringkat Indonesia merosot dari 110 pada 2022 menjadi 115 pada 2023. Sedangkan nilai Indeks Prilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia pada tahun 2024 sebesar 3,85, menurun dibandingkan tahun 2023 yang berada di angka 3,92. Jika nilai IPAK yang semakin mendekati 5 menunjukan bahwa masyarakat semakin antikorupsi.Tercatat pula, tersangka korupsi di Indonesia pada tahun 2023 jumlahnya mencapai 1.695 orang dengan potensi kerugian negara akibat korupsi di tahun tersebut, diperkirakan mencapai Rp 28,4 triliun.

Menyadari dampak destruktif dari korupsi tersebut, langkah nyata untuk mengatasinya harus melibatkan perubahan sikap dan perilaku yang mendasar di masyarakat. Dalam hal ini, sembilan nilai antikorupsi menjadi fondasi yang penting. Nilai-nilai tersebut adalah kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan.
Namun, nilai-nilai ini tidak akan berarti tanpa aksi nyata. Melalui tulisan ini, penulis akan sedikit mengupas bagaimana sembilan nilai antikorupsi tersebut bukan semata menjadi slogan, tetapi bisa menjadi pilar budaya yang mampu membentuk perilaku antikorupsi di masyarakat.

Pertama, Kejujuran: Landasan Utama untuk Membangun Kepercayaan.Kita meyakini kejujuran adalah fondasi penting dari nilai antikorupsi. Sebab, tanpa kejujuran, segala bentuk aturan dan hukum akan mudah dilanggar. Masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran akan cenderung menciptakan lingkungan yang transparan, baik di lingkungan kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam praktiknya, kejujuran bisa diwujudkan melalui tindakan kecil, seperti melaporkan hasil dengan jujur atau tidak memalsukan dokumen. Ketika masyarakat menempatkan kejujuran sebagai nilai utama, mereka akan menjadi lebih kebal atau enggan untuk melakukan praktik-praktik korupsi.

Kedua, Kepedulian: Mengedepankan Solidaritas untuk Mencegah Korupsi.
Kepedulian di sini bukan sekadar menunjukkan perhatian kepada orang lain, tetapi juga terhadap ketertiban dan kemajuan bersama. Artinya, di saat masyarakat peduli terhadap lingkungannya, mereka akan lebih peka terhadap setiap bentuk ketidakjujuran yang merugikan banyak orang. Kepedulian terhadap kepentingan bersama adalah kekuatan yang dapat mendorong seseorang untuk melaporkan tindakan korupsi di sekitarnya, karena mereka sadar bahwa korupsi akan merugikan seluruh elemen masyarakat.

Ketiga, Kemandirian: Menjadi Pribadi yang Tidak Mudah Terpengaruh. Kemandirian berarti memiliki keteguhan untuk berdiri di atas prinsip tanpa mudah terpengaruh oleh bujukan atau tekanan. Nilai kemandirian ini sangat penting dalam memberantas korupsi, karena orang yang mandiri akan lebih mampu menolak ajakan untuk melakukan tindakan korupsi, walaupun ada tekanan dari lingkungan sekitar. Di berbagai sektor, kemandirian membuat individu bertanggung jawab penuh atas setiap keputusan dan tindakannya.

Keempat, Kedisiplinan: Menjalankan Proses dengan Taat dan Tertib. Kedisiplinan tentu akan mencerminkan kemampuan seseorang untuk menjalankan proses secara tertib dan taat aturan. Dalam konteks antikorupsi, kedisiplinan berarti mengikuti prosedur tanpa mencari celah untuk keuntungan pribadi. Ketika kedisiplinan diterapkan secara konsisten, lingkungan yang bersih dan bebas korupsi akan tercipta secara alamiah. Peran kedisiplinan dalam menciptakan budaya antikorupsi dapat diwujudkan melalui pengawasan internal dan penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan.

Kelima, Tanggung Jawab: Memegang Amanah dengan Integritas. Tanggung jawab adalah nilai yang sangat penting dalam membangun integritas. Seseorang yang bertanggung jawab akan memahami bahwa setiap tindakan memiliki dampak, dan mereka akan berupaya menjaga amanah yang diberikan. Dalam pekerjaan, misalnya, tanggung jawab berarti menjalankan tugas sesuai aturan dan tidak tergoda untuk mengambil jalan pintas atau keuntungan pribadi. Ketika tanggung jawab menjadi budaya, korupsi dapat diminimalkan, karena setiap individu merasa terikat pada tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh.

Kelima, Kerja Keras: Mengutamakan Prestasi Tanpa Celah untuk Korupsi.
Seperti kita ketahui, korupsi sering kali muncul karena keinginan untuk memperoleh keuntungan tanpa usaha yang sepadan. Dengan menanamkan budaya kerja keras, masyarakat akan terbiasa mengandalkan kemampuannya sendiri untuk mencapai tujuan. Kerja keras juga mencerminkan komitmen untuk mencapai kesuksesan secara sah dan berkelanjutan, yang merupakan salah satu dasar penting untuk memajukan bangsa.

Ketujuh, Kesederhanaan: Menyadari Batas Kebutuhan Tanpa Tergoda oleh Keuntungan Lebih. Kesederhanaan mengajarkan masyarakat untuk hidup sesuai kebutuhan tanpa terjebak dalam gaya hidup berlebihan. Ketika masyarakat memiliki nilai kesederhanaan, tentunya mereka akan lebih mampu menolak godaan untuk melakukan korupsi. Kesederhanaan juga akan menciptakan kesadaran seseorang bahwa kekayaan yang diperoleh secara sah, jauh lebih berharga daripada kemewahan yang dihasilkan dari korupsi.

Kedelapan, Keberanian: Mengungkap Kebenaran dan Menolak Ketidakjujuran.
Keberanian tentunya sangat penting dalam memerangi korupsi. Sebab, tanpa keberanian, akan sulit bagi seseorang untuk mengungkapkan tindakan korupsi atau menolak praktik yang tidak jujur. Keberanian juga memungkinkan masyarakat untuk berbicara lantang melawan korupsi, meskipun harus menghadapi risiko. Saat keberanian menjadi nilai bersama, setiap individu akan lebih siap untuk melaporkan tindak korupsi dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih.

Dan kesembilan, Keadilan: Membangun Sistem yang Adil dan Bebas dari Korupsi. Keadilan merupakan nilai inti dalam pemberantasan korupsi, karena korupsi mampu merusak prinsip keadilan dalam masyarakat. Saat setiap individu, instansi, dan institusi berkomitmen terhadap keadilan, peluang untuk melakukan korupsi akan menurun secara signifikan. Nilai keadilan juga akan mampu mendorong masyarakat untuk memastikan bahwa setiap tindakan dan keputusan yang diambil berdasarkan kepentingan bersama, bukan keuntungan pribadi.

Untuk menanamkan sembilan nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari, bukanlah tugas yang mudah, tetapi langkah ini sangat penting untuk memberantas korupsi secara menyeluruh. Nilai-nilai ini seharusnya diajarkan sejak dini di lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat kerja agar menjadi bagian dari budaya masyarakat. Selain itu, penerapan nilai-nilai ini juga harus didukung dengan kebijakan tegas dari pemerintah dan penegakan hukum yang konsisten.

Ketika sembilan nilai antikorupsi ini benar-benar dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, dipastikan masyarakat akan menjadi lebih tahan terhadap godaan untuk melakukan korupsi. Dari nilai ke aksi, sembilan nilai antikorupsi ini dapat menjadi pilar untuk membangun budaya bersih yang kokoh. Dengan komitmen yang kuat dari setiap individu, bangsa Indonesia dapat bergerak maju menuju masa depan yang bebas korupsi, di mana integritas dan keadilan menjadi prinsip dasar kehidupan masyarakat.***

Related Articles

Back to top button