Guru Malas Baca, Bencana bagi Dunia Pendidikan
Oleh: Sukanda Subrata
Anggota PGRI Kecamatan Babakan
Pepatah lama mengatakan, banyak membaca banyak pula pengetahuan. Sebelum zaman maju seperti sekarang ini, buku merupakan sumber pengetahuan yang sangat penting untuk dibaca oleh orang. Apalagi bagi orang-orang terpelajar membaca buku merupakan satu kebutuhan. Sumber pengetahuan lainnya adalah koran, bahkan koran memuat berbagai masalah, ada ekonomi, pendidikan, sosial, kriminal, bisnis dan pengetahuan agama dan lain-lain.
Namun sangat ironis, meski fasilitas untuk membaca itu dipermudah, justru masyarakat kita malas untuk membaca. Bahkan guru sekalipun, sebagai orang yang dianggap rajin membaca oleh masyarakat sekitarnya kini malas untuk membaca. Oleh karena itu, pantas pengetahuan guru menjadi dangkal dan terbatas, itupun dibantu googling saat dibutuhkan. Parah sekali bukan dengan kondisi seperti ini? Guru bukan lagi sebagai sumber pengetahuan bagi siswanya. Bagaimana mungkin guru menyuruh baca kepada siswa, sedangkan dirinya tak pernah membaca. Ini munafik namanya. Guru mestinya ingat peribahasa yang mengatakan “guru kencing berdiri murid kencing berlari”.
Banyak sekali yang menyebabkan para guru kita malas membaca, di antaranya guru memiliki jadwal yang padat sebelum mengajar, menyiapkan materi pelajaran, mengoreksi tugas, dan berbagai tanggung jawab lain membuat guru merasa tidak punya cukup waktu untuk membaca buku. Guru bekerja keras sepanjang hari ketika berhadapan dengan banyak siswa dan masalah administratif. Ini bisa mengurangi motivasi guru untuk membaca, selanjutnya guru kurang tertarik menemukan buku yang relevan dengan pembelajaran kelas, membaca bisa terasa membosankan.Tidak semua guru memiliki akses mudah untuk menemukan bacaan yang berkualitas dalam bentuk buku, jurnal, atau sumber online. Sering terjadinya perubahan dalam kebijakan pendidikan membuat guru kesulitan untuk menyesuaikan diri. Guru yang malas membaca cenderung tidak berkembang metode dan pengajarannya. Mereka akan terjebak dengan cara-cara lama yang tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman, tanpa membaca guru bisa kehilangan pemahaman yang mendalam tentang topik yang diajarkan.
Untuk menyikapi kondisi guru seperti di atass, tentulah guru itu sendiri di bawah binaan pimpinannya harus menemukan solusinya agar kendala internal ini bisa diatasi segera. Pertama guru harus menyisihkan waktu khusus untuk membaca dan belajar secara rutin, antara 15 hingga 30 menit setiap hari. Kemudian guru berusaha menemukan sumber bacaan yang relevan dengan minat dan bidang ajarnya seperti buku, majalah, artikel dan sebagainya. Guru berdiskusi dengan sesama guru untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan baru, sehingga bisa mendapatkan wawasan baru yang memotivasi mereka untuk terus belajar. Guru harus memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan informasi dengan lebih mudah, cepat dan mengikuti pelatihan.Terakhir, pihak sekolah dan pemerintah harus menyediakan akses yang lebih baik terhadap sumber bacaan untuk guru.
Harus diakui bahwa guru yang malas membaca akan menghambat perkembangan pendidikan dan kualitas pembelajaran. Sementara guru yang terus membaca dan belajar akan semakin berkembang dan dapat memberikan pendidikan yang lebih berkualitas bagi murid-muridnya. Kedua kenyataan ini saling mempengaruhi perilaku guru itu sendiri, tergantung dominasinya. Apakah seorang guru ada itikad untuk mengubah dirinya atau diam di zona aman.
Penulis kadang sedih melihat buku – buku panduan guru untuk mengajar yang dibeli dengan uang rakyat tak pernah disentuh sejak kedatangannya. Dibiarkan tersimpan di lemari pajangan.Padahal buku ini sangat penting bagi guru sebelum mempelajari buku pelajaran untuk siswa. Majalah Dialektika, majalah Lestari, majalah Prakarasa dan koran – koran lokal langganan tak pernah dibaca malah dijual ke pengepul.Padahal sumber – sumber bacaan tersebut di dalamnya terdapat berbagai pengetahuan yang lumayan baik bagi guru untuk menambah wawasan berpikirnya. Namun kehadirannya disia-siakan oleh para guru.Mengapa guru sudah hilang kesadarannya, bahwa membaca itu awal menuju kesuksesan diri. Guru yang muslim mengapa lupa dengan wahyu pertama yang diterima Muhammad dari melalui malaikat Jibril di Gua Hira yakni “Iqra bismi rabbika ladzi kholaqz”. Ayat pertama dari surat Al-Alaq, yang artinya “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan“.
Ayat ini menandakan betapa pentingnya membaca, belajar, dan mencari ilmu dalam Islam. Ini perintah, bukan hanya untuk Nabi Muhammad SAW, tetapi juga untuk seluruh umat Islam, agar senantiasa menuntut ilmu dengan memperhatikan ciptaan Allah dan membaca dengan penuh kesadaran akan kebesaran-Nya.
Mudah-mudahan tulisan singkat ini bisa menyadarkan para guru untuk kembali membaca untuk dirinya, membaca untuk siswanya dan membaca untuk masa depan pendidikan Indonesia. Selamat Hari Guru untuk para guru kabupaten Cirebon yang perayaan puncaknya akan dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2024 nanti.***