Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Dalam Upaya Mendidik Kedisiplinan Siswa dan Dilemanya
Guru: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa dalam Upaya Mendidik Kedisiplinan Siswa dan Dilemanya
Oleh: Khaerudin
Pegawai Swasta
Guru merupakan sebuah profesi yang dikenal oleh masyarakat sebagai seorang pendidik yang bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan, tauladan akhlak, dan budi pekerti yang luhur kepada para muridnya. Guru sering disebut-sebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini dikarenakan ia menyampaikan apa yang diketahuinya kepada para murid dan selalu berharap agar muridnya menjadi seseorang yang hebat di masa depan.
Namun tantangan zaman yang sekarang sangat luar biasa perkembangannya, sehingga menjadikan tugas seorang guru semakin lebih berat lagi. Hal ini dikarenakan guru bukan hanya bertugas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan semata, melainkan mereka harus memahami karakter serta men-treatment setiap murid yang berbeda setiap psikologinya akibat perkembangan teknologi yang ikut berpengaruh terhadap kepribadian mereka.
Tujuan guru tidak lain hanya ingin memberikan pendidikan kedisiplinan kepada setiap muridnya. Supaya mereka tidak berani melakukan suatu tindakan yang melanggar norma-norma hukum yang ada. Karena dengan begitu maka mereka akan menjadi seseorang yang memiliki pribadi yang baik dan berguna bagi masyarakat sekitarnya.
Inilah tantangan baru seorang guru yaitu soal kedisiplinan. Berbeda zaman tentu berbeda pula persoalan yang dihadapinya. Dahulu para siswa jika sudah melihat guru, mereka sudah pasti takut dan akan berusaha menghormatinya bahkan takut jika melakukan kesalahan di depannya. Kalau pun melakukan kesalahan sudah pasti hukuman akan dengan suka rela dan senang hati diterimanya. Namun saat ini sangat berbeda, ketika siswa melakukan kesalahan bahkan melanggar norma yang ada, guru memberikan teguran atau hukuman ringan, mereka malah melaporkan sang guru kepada orang tuanya kemudian dilanjutkan pelaporan tersebut ke ranah hukum.
Seperti kasus yang ada di negeri ini beberapa waktu lalu, seorang guru dilaporkan oleh wali murid lantaran dituduh menganiaya murid sampai memar. Bukan hanya melaporkan guru kepada pihak berwajib saja melainkan wali murid pun meminta uang denda kepada sang guru tersebut sebesar 50 juta. Kemudian pada kasus lain yaitu guru-guru dilaporkan ke polisi oleh wali murid gara-gara dituduh menampar siswanya pada saat mata pelajaran berlangsung dan dimintai denda sebesar 70 juta oleh sang wali murid sebagai ganti ruginya. Lalu masih banyak sekali kasus-kasus lainnya yang mungkin belum terekspos di media tentunya.
Sampai kapan dunia pendidikan akan seperti ini? Sampai kapan siswa memiliki mental cengeng yang tidak bisa membedakan mana hukuman untuk kedisiplinan mana yang dimaksud penganiayaan. Semua itu dikarenakan oleh globalisasi yang dikonsumsi oleh anak-anak usia sekolah saat ini. Kepribadian mereka menjadi lebih ekspresif, baik ekspresi dalam hal positif atau pun negatif. Memiliki mental kepiting dan cengeng namun maunya dimanja oleh orang lain dan tidak siap dengan sanksi sosial sebagai bentuk pelanggaran perilaku yang sudah dilakukannya.
Begitu berat tugas seorang guru saat ini, karena bukan hanya untuk mentransformasi ilmu pengetahuan saja, ia harus membina akhlak, moral, etika, psikologi bahkan kepribadian setiap muridnya agar menjadi insan yang unggul, mulia dan sukses di masa depannya. Namun jarang sekali diantara mereka memahami dan mengerti tentang kondisi tersebut, bahkan tetap ada saja murid yang tidak mau diatur dan tidak mau di didik sesuai dengan aturan yang ada.
Padahal harapan seorang guru tidak pernah muluk-muluk, cukup dengan kita menghargai dan menghormati kehadiran mereka sebagai orang tua kedua yang telah mendidik kita sebagai anak muridnya. Meskipun setiap guru tidak berharap mendapatkan itu semua namun kita sebagai murid yang merasa telah diajarkan ilmu pengetahuan sudah selayaknya untuk melakukan hal demikian. Sebab apa yang telah mereka lakukan tentu tak sebanding dengan honor atau imbalan yang mereka didapatkan.
Di antara mereka ada yang berjuang melewati pegunungan, jalan yang terjal, jembatan putus, sungai dan banyak medan lainnya demi bisa pergi ke sekolah untuk mengajar anak muridnya. Ada pula guru yang rela mendidik anak-anak muridnya dan hanya digaji 100 ribu saja setiap bulannya, bahkan ada juga yang dibayarkan sangat terlambat kepada mereka.
Julukan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa adalah gambaran bahwa jasa mereka sangat besar karena mereka selalu berupaya membangun pendidikan sebaik mungkin dan pendidikan dengan kualitas sebagus mungkin sehingga para siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Guru pun selalu berupaya menciptakan lingkungan yang sangat nyaman bagi para siswanya sehingga proses pembelajarannya dapat dinikmati dengan penuh senang hati oleh setiap muridnya.
Meskipun guru memiliki jasa-jasa yang sangat besar bagi peradaban di dunia ini namun sayangnya tidak diberikan tanda jasa sebagai pahlawan nasional. Padahal tanpa adanya guru maka bisa dipastikan bahwa peradaban di suatu negeri bahkan dunia bisa sangat mudah untuk diporak-porandakan baik dari segi intelektual, mental maupun sosialnya. Oleh karenanya frasa pahlawan nasional dipakai sebagai julukan kepada orang-orang yang berprofesi menjadi seorang guru.
Lalu apa alasan kita menyebut guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dan mengapa pantas disebut sebagai pahlawan nasional? Hal ini dikarenakan guru selalu memberikan kontribusi besar bagi bangsa. Dengan adanya guru maka perkembangan intelektual, mental dan sosial bisa lebih baik lagi sehingga peradaban bangsa menjadi lebih maju dan terkemuka karenanya.
Indra Gunawan (2018) menyatakan bahwa predikat guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sudah ada sejak tahun 1970 hal ini dikarenakan pada saat itu guru selalu dituntut mengajar para siswa di tengah keterbatasan akses fasilitas yang ada dan jaminan keamanan yang langka.
Guru juga dituntut harus bersekolah tinggi, memiliki pengetahuan yang banyak, pengorbanan waktu, tenaga dan keuangan yang tidak sedikit namun bayaran atau imbalannya sangat rendah didapatkannya. Belum lagi mereka harus melakukan pekerjaan tambahan untuk mendapatkan penghasilan lebih untuk mencukupi kehidupannya. Inilah yang melatarbelakangi julukan bahwa guru adalah pahlawan nasional tanpa tanda jasa. Tidak seperti para pahlawan yang bertempur di medan perang, guru tidak mendapat tanda atau gelar kehormatan meskipun jasanya sangat besar dan patut diapresiasi.
Namun julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ini seringkali menjadi julukan yang terkesan stereotipe di masyarakat karena guru selalu dituntut bekerja tanpa pamrih dan tidak boleh mengharapkan imbalan apapun. Akibatnya muncul sikap menormalisasi bahwa pendapatan guru yang tidak layak dengan beban kerja yang berat menjadi persoalan tersendiri.
Julukan ini pula yang menyebabkan guru menjadi bingung tatkala menyampaikan pendapat, kritik dan saran mengenai sesuatu yang menjadi keluh kesahnya. Salah satunya tentang penghasilan mereka yang kurang layak namun dianggap sepele oleh masyarakat. Inilah yang memicu faktor hambatan psikologis yang sering dialami oleh guru. Mereka merasa rendah diri bahkan menganggap pekerjaan mereka memang layak dibayar murah. Jika hal ini terus dilanjutkan maka permasalahan sosial lainnya akan muncul contohnya kesenjangan sosial dan kemiskinan.
Dari uraian di atas kita dapat memahami bahwa guru merupakan salah satu profesi yang sangat penting dimiliki oleh bangsa ini. Guru juga merupakan aset penting suatu negara dan patut dihormati dan dihargai oleh negara atas semua jasanya mencerdaskan kehidupan generasi penerus bangsa ini. Maka sudah selayaknya sekarang kita sama-sama memperhatikan kehidupan guru bukan hanya sekedar diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa melainkan kita pun harus selalu berupaya mengayomi mereka terutama untuk keberlangsungan hidup mereka agar lebih baik lagi ke depannya.***