Pemimpin Bertanggungjawab Dunia Akhirat
Oleh: Imam Nur Suharno
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah Kuningan
Suatu hari, usai mengurus pemakaman jenazah Sulaiman bin Abdul Malik, sang khalifah Umar bin Abdul Aziz pulang ke rumah untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba Abdul Malik bin Umar, putra sang khalifah, menghampirinya.
Ia bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, apakah gerangan yang mendorong Anda membaringkan diri di siang hari seperti ini?” Umar bin Abdul Aziz tersentak campur kaget tatkala sang putra memanggilnya dengan sebutan Amirul Mukminin, bukan ayah, sebagaimana biasanya.
Ini isyarat, putranya tengah meminta pertanggungjawaban ayahnya sebagai pemimpin negara, bukan sebagai kepala keluarga. Umar menjawab pertanyaan putranya, “Aku letih dan butuh istirahat sejenak.”
“Pantaskah engkau beristirahat, padahal masih banyak rakyat yang teraniaya?” kata sang anak dengan bijak. “Wahai anakku, semalam suntuk aku menjaga pamanmu. Nanti usai Zhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang yang teraniaya,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang dapat menjamin Anda hidup sampai Zhuhur jika Allah menakdirkanmu mati sekarang?” kata Abdul Malik. Mendengar ucapan anaknya itu, Umar bin Abdul Aziz semakin terperangah.
Lalu, ia memerintahkan anaknya untuk mendekat, diciumlah anak itu sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku anak yang telah membuatku menegakkan agama.”
Selanjutnya, ia perintahkan juru bicaranya untuk mengumumkan kepada seluruh rakyat, “Barang siapa yang merasa terzalimi, hendaknya mengadukan nasibnya kepada khalifah.”
Kisah di atas memberikan pelajaran (ibrah) berharga kepada kita dan para pemimpin di semua level di negeri ini bahwa seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di hadapan manusia (di dunia) dan di hadapan Allah kelak (di akhirat).
Rasulullah SAW menegaskan, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalahaaa pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Wanita/istri adalah pemimpin terhadap keluarga suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Yang pasti, seorang pemimpin tidak akan dapat menghindarkan diri dari tanggung jawab atas kepemimpinannya. Boleh jadi seorang pemimpin dapat berkelit dari pertanggungjawaban di dunia. Namun, ia tidak akan dapat berlari dari pertanggungjawaban (pengadilan) di akhirat kelak.
Karenanya pada saat amanah kepemimpinan dibebankan kepada kita maka mesti kita jadikan sarana untuk memberikan manfaat seluas-luasnya untuk kemaslahatan masyarakat (umat). Sehingga, tatkala dimintai pertanggungjawaban maka masyarakat akan menjadi saksi atas kepemimpinan yang kita jalankan.
Semoga Allah menganugerahkan pemimpin-pemimpin di negeri ini dari pusat hingga daerah pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab sehingga mampu mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik dalam semua aspek. Amin.***