Mengontrol Asupan Manis pada Anak
Oleh: Muhamad Hijar Ardiansah
Mahasiswa KPI UIN SSNC
Selain rasanya yang nikmat, makanan yang manis juga mengandung tinggi gula. Makanan manis seperti bolu, cookies, coklat, permen, rasanya enak dan mengenyangkan. Selain makanan, akhir-akhir ini berbagai minuman kekinian menjamur di mana-mana, mulai dari susu, es teh manis jumbo, es boba, dan variasi minuman lainnya.
Minuman ini kian menjadi tren di Indonesia, selain rasanya yang nikmat dan dapat membantu melepaskan dahaga, minuman manis juga menjadi favorit banyak orang, terutama anak-anak.
Hampir semua anak-anak menyukai makanan dan minuman manis tersebut. Meskipun disukai oleh anak-anak, memberikan makanan dan minuman yang manis berlebihan pada anak justru bisa mengundang bahaya bagi kesehatannya, lho.
Makanan dan minuman manis yang mengandung banyak gula memang bisa diterima dengan mudah oleh lidah anak. Meskipun merupakan salah satu sumber energi, tetapi gula juga mengandung rendah nutrisi dan tinggi kalori.
Memberikan makanan dan minuman yang manis terlalu sering dan berlebihan bisa menyebabkan anak ketagihan dan bahkan kecanduan gula. Gula yang masuk ke dalam tubuhnya akan diartikan sebagai sesuatu yang menyenangkan oleh otak.
Inilah yang kemudian menyebabkan anak menjadi kecanduan dan terus-terusan ingin memakan dan meminum yang manis-manis dan yang tinggi gula.
Hal ini bisa membuat anak ataupun kita sebagai orang tua kesulitan untuk membatasi asupan gula. Usaha untuk membatasi konsumsi gula terkadang jadi berakhir ke “ngidam gula” dan berakhir dengan konsumsi gula yang berlebihan.
Kita sebagai orang tua sebaiknya memberikan makanan dan minuman yang manis pada anak sesuai dengan takaran.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, kebutuhan gula pada anak tidak boleh melebihi 10% dari total energi yang dikonsumsi oleh anak. Hal ini bertujuan untuk menghindari anak dari penyakit diabetes.
Untuk anak berusia 2–18 tahun dianjurkan untuk mengonsumsi tidak lebih dari 25 gram gula atau tidak lebih dari 6 sendok teh gula per harinya. Sementara itu, anak-anak di bawah 2 tahun tidak dianjurkan untuk mengonsumsi gula tambahan sama sekali.
Perlu diketahui, gula adalah karbohidrat sederhana, sehingga akan lebih cepat diserap oleh tubuh yang dapat menyebabkan tubuh anak menjadi lebih cepat lemas dan mengantuk.
Mengonsumsi gula secara berlebihan dikaitkan dengan peningkatan berat badan dan munculnya berbagai penyakit, seperti diabetes.
Berdasarkan Data Survei Kesehatan Indonesia menunjukkan lebih dari 50 persen anak-anak usia 3-14 tahun mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari. Tingkat konsumsi minuman manis pada anak merupakan yang paling tinggi dibandingkan kelompok usia lain.
Secara rinci, proporsi kebiasaan mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari pada anak usia 3-4 tahun sebesar 51,4 persen, usia 5-9 tahun sebesar 53,0 persen, dan usia 10-14 tahun sebesar 50,7 persen. Sementara rata-rata nasional, proporsi kebiasaan minuman manis masyarakat yang lebih dari satu kali sehari sebesar 47,5 persen.
Tingginya kebiasaan mengonsumsi minuman manis pada anak-anak di Indonesia meningkatkan risiko diabetes yang semakin dini. Jika sebelumnya pasien diabetes sering kita temukan di usia lebih dari 40 tahun, namun saat ini tidak jarang kita menemukan pasien diabetes di usia anak-anak.
Penyakit diabetes ini sangat erat terkait dengan pola makan yang tidak sehat, terutama mengonsumsi makanan dan minuman yang manis. Risiko itu akan semakin meningkat apabila anak mager (malas gerak).
Penyakit diabetes pada anak perlu kita waspadai bersama. Sebab, diabetes menjadi pintu masuk berbagai penyakit lain yang lebih berat, mulai dari serangan jantung, stroke, amputasi, kebutaan, dan gangguan ginjal yang membutuhkan cuci darah seumur hidup. Pada jangka panjang, seseorang dengan diabetes bisa saja tidak hanya mengalami satu jenis penyakit kronis, tetapi juga berbagai penyakit sekaligus.
Semakin dini seseorang mengalami diabetes, risiko penyakit-penyakit tersebut akan semakin muda. Karena itu, hal ini harus kita waspadai dan menjadi kesadaran bersama jika terjadi pada anak-anak kita.
Kemudian salah satu contoh kasus kebiasaan anak yang sering mengonsumsi minuman manis adalah yang dialami oleh seorang siswa SMA bernama M. Farhan. Menurut pengakuannya, ketika kecil dirinya tidak pernah meminum air putih, bahkan dirinya lebih sering mengonsumsi minuman manis dalam kemasan. Akibatnya, sejak tahun 2020 dirinya harus melakukan cuci darah seumur hidup.
Kebiasaan anak yang sering mengonsumsi minuman manis tersebut seharusnya bisa kita atur. Kita sebagai orang tua perlu memiliki kesadaran bahwa mengonsumsi minuman yang manis pada anak, termasuk soft drink, minuman manis dalam kemasan, serta produk minuman lainnya seperti susu dengan tinggi gula, tidak baik jika dikonsumsi secara berlebihan.
Dampak dari minuman manis ini juga luar biasa. Minuman manis terutama yang mengandung high fructose itu tidak menggunakan insulin untuk metabolismenya, tetapi langsung di liver. Itu bisa mengakibatkan pelemakan hati hingga akhirnya insulin resisten yang kemudian menjadi obesitas, diabetes, dan penyakit lainnya.
Dalam hal ini pemerintah harus bisa lebih memperkuat aturan untuk pengendalian konsumsi minuman manis dalam kemasan. Saat ini akses masyarakat pada minuman manis sangat mudah dan murah. Bahkan, setiap minimarket menyediakan produk minuman manis dalam kemasan dengan berbagai pilihan dan jenis. Kemasannya pun dibuat menarik sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya.
Menurut situs kompas.id, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), Piprim Basarah Yanuarso mengusulkan untuk setiap makanan ataupun minuman dalam kemasan yang dijual tidak hanya diberikan label nutrisi, tetapi juga dengan jelas menunjukkan berapa banyak kandungan gula di dalamnya. Caranya yaitu bisa dibuatkan gambar dengan perbandingan berapa sendok gula yang terkandung. Ini akan lebih memudahkan masyarakat untuk menyadari kandungan gula yang terkandung dalam produk tersebut. Penulis juga setuju dengan usulan tersebut.
Selain itu, untuk mencegah dari risiko penyakit diabetes pada anak, kita sebagai orang tua harus bisa mengatur pola makan anak kita, terutama untuk makanan dan minuman manis ini. Di bawah ini ada lima cara yang bisa kita lakukan.
Pertama, kurangi porsi secara perlahan. Jika anak kita disuruh langsung menghilangkan kebiasaan mengonsumsi makanan manis pasti tidak akan mudah. Karena itu, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah mengurangi porsinya secara perlahan. Termasuk pula beri batasan minuman manis mereka.
Kedua, perbanyak minum air putih. Ketika anak mulai meminta makanan atau minuman manis, coba tawarkan air putih sebelum, di sela dan setelah mereka mengonsumsi makanan manis. Cara ini disebut akan lebih efektif menghentikan kebiasaan anak dalam mengonsumsi makanan manis, karena air putih bisa dengan cepat mengisi volume lambung. Tidak hanya itu, cara ini juga membuat anak mengonsumsi makanan manis dengan porsi yang lebih kecil.
Ketiga, tawarkan buah-buahan yang manis. Buah mengandung gula alami yang tentu lebih baik dibandingkan dengan gula buatan. Salah satu cara mengurangi konsumsi makanan manis adalah dengan menyediakan dan mendorong anak kita lebih banyak makan buah dan sayuran di rumah.
Perlu diingat buah dan sayuran juga mengandung banyak nutrisi seperti serat, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan anak. Agar anak kita lebih semangat, kita sebagai orang tua bisa menyediakan buah dan sayuran yang mereka sukai.
Keempat, buat jadwal makan untuk anak. Ketika anak kita melewatkan waktu makan, hal itu akan meningkatkan keinginan mengonsumsi makanan manis. Kondisi ini berlaku baik saat sarapan, makan siang, maupun juga makan malam.
Menurut The Healthy, melewatkan makan akan membuat kadar gula dalam tubuh anak kita menjadi menurun. Sehingga, kondisi ini menimbulkan keinginan mengonsumsi makanan manis atau tinggi gula. Untuk itu, sebaiknya orang tua selalu memastikan anaknya untuk makan tepat waktu setiap harinya.
Terakhir atau kelima, satu hal yang tidak kalah penting dalam upaya mengurangi kecanduan makanan dan minuman manis adalah contoh dari kita sebagai orang tua dalam keluarga. Jika kita gemar makan makanan manis di depan anak-anak kita, ada kemungkinan ia juga akan melakukan hal yang sama.
Kondisi ini terjadi karena di masa tumbuh kembangnya, mereka akan belajar lewat meniru, termasuk tentang pola makan yang ia lihat di sekitarnya. Jadi, agar anak-anak kita tidak kecanduan yang manis-manis, kita sebagai orang tua juga bisa memberikan contoh pola makan yang sehat kepada anak-anak kita.
Setelah mengetahui beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dari risiko penyakit diabetes pada anak karena kecanduan makanan dan minuman manis, diharapkan orang tua bisa lebih bijak untuk memberikan makanan atau minuman pada anak.***