Opini

Netizen: Pahlawan Kekinian

Oleh: Muhamad Hijar Ardiansah
Pegiat Komunitas NUN (Niat Untuk Nulis) REBORN

Saat ini istilah netizen sudah tak asing lagi bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia. Netizen ini juga disebut dengan istilah warganet. Secara umum, netizen adalah orang yang menggunakan internet dalam proses pelaksanaannya.
Netizen merupakan istilah yang merujuk kepada seseorang yang aktif berpartisipasi dalam dunia maya, terutama dalam platform-platform media sosial dan internet secara umum. Mereka terdiri dari berbagai latar belakang, mulai dari pengguna biasa hingga para aktivis online dan tokoh-tokoh opini.
Peran utama netizen adalah sebagai agen perubahan sosial, mereka memiliki kemampuan untuk menggalang opini, menyebarkan informasi, dan memengaruhi arus pemikiran melalui berbagai media massa online. Selain itu, netizen juga berfungsi sebagai pengawas dan penjaga etika dalam lingkungan dunia maya.
Sejauh ini, netizen sangat berpengaruh dalam ranah dunia maya. Netizen adalah mereka yang tergabung dalam jaringan yang luas dan berani menyuarakan pendapatnya dengan tegas. Mereka bisa memberi kritikan dengan pedas, mengecam dengan kejam, dan memberi simpati dengan hebat. Tak mengherankan bila jagad dunia maya adalah bergantung dengan para netizen ini, namun semua itu balik lagi tergantung dari sikap kita masing-masing dalam menyikapinya.
Seperti yang kita ketahui bersama, saat ini Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka sejak 79 tahun yang silam. Tentunya, hal ini menjadi bukti sejarah bagaimana para pahlawan yang telah berjuang dalam perang untuk mengusir penjajah dari Tanah Air.
Berbicara soal pahlawan. Kata pahlawan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), selain bermakna ’orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran’, pahlawan juga bermakna ’pejuang yang gagah berani’. Sinonim lain dari pahlawan adalah hero, bisa juga pejuang, meski maknanya tidak persis sama.
Kata pahlawan, menurut banyak versi yang beredar di dunia maya, berasal dari kata phala (bahasa Sanskerta: ’hasil’ atau ’buah’) dan akhiran -wan. Ada juga yang menyebut kata ini berasal dari kata pahala dan akhiran -wan, yang bermakna ’mendapat pahala karena jasa-jasanya bagi perjuangan menegakkan kebenaran’. Bahkan tak sedikit yang menyebut kata ini berasal dari bahasa Persia.
Kita semua tahu jika pahlawan pada masa lalu disebutkan sebagai seseorang yang berjuang dalam perang untuk mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan Indonesia. Namun kini, arti kata pahlawan bisa bermakna sangat luas berdasarkan keadaan dan tantangan yang hadir di setiap zaman.
Lalu bagaimana dengan pahlawan kekinian? Pernahkah kalian mendengar istilah itu? Apakah kita harus ikut berjuang dalam perang dulu baru bisa disebut sebagai seorang pahlawan?
Tentu saja tidak. Karena sepertinya saat ini arti pahlawan kekinian sedikit bergeser. Mereka tetap orang-orang yang memenangkan perang, namun perang di sini tidak harus dalam definisi sesungguhnya. Dengan kata lain, pahlawan kekinian, bisa jadi mereka yang berjuang di medan perangnya masing-masing dengan tujuan dan hasil masing-masing juga.
Misalnya dalam konteks kasus kematian tragis Vina di Cirebon, peran netizen sebagai pahlawan kekinian semakin nyata. Mereka tidak hanya menjadi penyebar informasi, tetapi juga menjadi kekuatan penggerak opini publik yang mampu mendorong proses hukum berjalan lebih transparan dan akuntabel.
Kasus kematian tragis Vina di Cirebon menjadi sorotan nasional, dan netizen berperan sentral dalam mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi. Melalui media sosial, mereka dengan cepat menyebarkan informasi terkait kasus ini, mulai dari kronologi kejadian, identitas pelaku, hingga tuntutan keadilan bagi korban. Tagar-tagar yang relevan pun menjadi viral dan berhasil menarik perhatian publik yang lebih luas.
Selain itu, netizen juga aktif mengawasi perkembangan kasus dan memberikan tekanan kepada pihak berwajib agar segera mengungkap pelaku dan motif kematian tragis tersebut. Mereka juga tidak segan-segan mengkritik kinerja kepolisian jika dianggap lamban atau tidak profesional. Hal ini menunjukkan bahwa netizen memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya keadilan dan transparansi dalam penegakan hukum.
Dalam konteks kasus ini, netizen juga berperan sebagai pengawas sosial. Mereka dengan cermat memantau setiap perkembangan kasus dan melakukan verifikasi terhadap informasi yang beredar. Jika ditemukan informasi yang tidak akurat atau menyesatkan, netizen tidak segan-segan melakukan klarifikasi dan koreksi. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya penyebaran hoaks yang dapat merusak reputasi seseorang atau lembaga.
Selain itu, netizen juga aktif mengkampanyekan pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Mereka menyuarakan agar kasus kekerasan terhadap perempuan tidak lagi dianggap sebagai masalah pribadi, tetapi sebagai masalah sosial yang harus ditangani secara serius. Melalui kampanye ini, diharapkan dapat tercipta kesadaran bersama untuk mencegah terjadinya kasus yang serupa di masa depan.
Dalam kasus ini, netizen telah menunjukkan bahwa mereka adalah pahlawan tanpa jubah. Mereka berjuang untuk keadilan tanpa pamrih, menggunakan senjata berupa informasi dan opini publik. Meskipun sering kali dikritik karena perilaku yang tidak baik di dunia maya, kasus ini membuktikan bahwa netizen memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan positif dalam masyarakat.
Meskipun memiliki peran yang sangat penting, keberadaan netizen juga membawa sejumlah tantangan dan permasalahan. Salah satu masalah utama adalah penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Dalam suasana yang penuh emosi seperti kasus tersebut, tidak jarang netizen terpancing untuk menyebarkan informasi yang belum tentu benar atau melakukan serangan personal terhadap pihak-pihak yang dianggap bersalah. Netizen perlu lebih kritis dalam menyikapi informasi yang beredar di media sosial dan hanya menyebarkan informasi yang telah terverifikasi kebenarannya.
Selain itu, keberadaan netizen juga dapat memicu polarisasi opini publik. Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait suatu kasus, dan hal ini sering kali memicu perdebatan yang sengit di media sosial. Jika tidak dikelola dengan baik, polarisasi ini dapat menghambat upaya untuk mencari solusi bersama.
Tak hanya itu, seringkali diskusi di media sosial berubah menjadi ajang saling hujat dan kekerasan verbal. Netizen perlu belajar untuk menyampaikan pendapat dengan santun dan menghargai perbedaan pendapat. Selain itu netizen juga perlu lebih bijak dalam menggunakan informasi pribadi dan menghindari tindakan yang dapat merugikan orang lain.
Dalam kasus kematian tragis Vina di Cirebon, netizen telah membuktikan dirinya sebagai pahlawan kekinian yang memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong proses hukum berjalan dengan baik.
Namun, penting untuk diingat bahwa kekuatan netizen juga perlu diimbangi dengan tanggung jawab. Setiap individu harus bijak dalam menggunakan media sosial dan menghindari penyebaran informasi yang tidak benar atau bersifat merusak.
Momentum 79 Tahun bangsa Indonesia dengan hiruk pikuk teknologi yang semakin maju, membuat apapun semakin mudah viral dan tentunya para netizen yang memviralkan apapun demi kebaikan, memang pantas menyandang pahlawan kekinian. Sebab tanpa jempol-jempol netizen yang budiman, kasus apapun atau pemberitaan apapun itu tidak akan mudah viral.
Penulis berharap kerjasama antara netizen dan pihak berwajib dapat terus ditingkatkan. Netizen dapat berperan sebagai mitra strategis bagi kepolisian dalam mengungkapkan kasus dan membangun kesadaran hukum di masyarakat.
Sementara itu, pihak berwajib harus lebih terbuka terhadap masukan dari masyarakat dan memanfaatkan potensi besar yang dimiliki oleh netizen dalam memberantas suatu kasus. Dengan demikian, diharapkan peran netizen sebagai pahlawan kekinian dapat terus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan negara.***

Related Articles

Related Articles

Back to top button