Tolak Tapera, Serikat Pekerja Cirebon Terbebani Aturan Iuran
kacenews.id-CIREBON-Serikat Pekerja (Buruh) Cirebon melakukan penolakan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Hal itu disampaikan langsung kepada Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya, dengan didampingi sejumlah pejabat terkait di ruang rapat bupati, Rabu (19/6/2024).
Wahyu mengungkapkan, para pekerja menyampaikan aspirasinya terkait adanya PP 21 Tahun 2024 yang mengatur Tapera. Para perwakilan buruh ini menolak dengan diterapkannya PP tersebut.
“Pertemuan dengan serikat pekerja Cirebon ini pada prinsipnya mereka merasa keberatan dengan adanya PP 21 Tahun 2024 yang mengatur Tapera,” katanya.
Ia mengemukakan dalam diskusi disampaikan, di PP 21 Tahun 2024 ini ada beberapa poin lanjutan yang harus dipenuhi. Bahkan ketika terimplementasikan baru berlaku di 2027.
“Tetapi sebelum proses itu para pekerja memberikan penolakan. Kami juga tadi menyampaikan, masukan-masukan dari serikat pekerja terhadap substansi penolakan tersebut,” katanya.
Ia menyebutkan, pihaknya akan menyampaikan penolakan dari serikat pekerja mengenai penerapan PP 21 Tahun 2024 tersebut kepada pemerintah pusat.
“Memang setiap kita, termasuk pekerja membutuhkan rumah, tetapi bagaimana yang terbaiknya pola kebijakan, itulah yang sama-sama kita membutuhkan masukan untuk kita sampaikan ke pemerintah pusat. Kemudian dari rekan juga meminta ada penguatan, yang tadi disampaikan rekan pekerja. Insya Allah Pemkab Cirebon juga menyampaikan aspirasi tersebut dalam bentuk surat,” tuturnya.
Menurutnya, serikat pekerja ini melakukan penolakan terhadap Tapera karena merasa terbebani oleh kebijakan baru pemerintah pusat.
“Penolakannya intinya tentang pengaturan Tapera, karena ada kewajiban 3 persen. Sebanyak 2,5 persennya dibebankan kepada pekerja, kemudian 0,5 persennya dibebankan kepada perusahaan. Itu yang dianggap keberatannya,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional Kabupaten Cirebon, Acep Sobarudin, mengatakan program Tapera ini belum layak untuk diberlakukan di Indonesia. Pasalnya dari 2015 sampai saat ini kenaikan upah buruh hanya beberapa persen.
“Kami menolak Tapera, karena ini sangat membebankan kami sebagai buruh. Mengingat kenaikan upah hanya beberapa persen, ditambah beban iuran Tapera sebesar 2,5 persen. Pada 2021 kenaikan upah buruh hanya 0,4 sekian persen di bawah inflasi,” katanya.
Menurutnya, kebijakan Tapera ini akan membebani pekerja, apalagi progam pemerintah pusat ini aturannya wajib.Sehingga jika ada keterlambatan maka ada denda yang dikenakan.
“Tapera ini harusnya bersifat sukarela. Walaupun program ini ada sisi baiknya tapi kami melihat ini kurang pas,” katanya. (Junaedi)