Finansial

Mafia Tanah di Kabupaten Cirebon Marak, Investor Jadi Ogah Berinvestasi

kacenews.id-CIREBON-Maraknya keberadaan mafia tanah di Kabupaten Cirebon semakin menjadi sorotan utama, dengan para investor yang mulai menarik diri dari investasi di daerah tersebut.
Pasalnya, para mafia tanah diduga telah memainkan peran krusial dalam menentukan harga jual beli tanah di kawasan industri setempat, menimbulkan kerugian bagi petani dan investor.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Cirebon, Asep Sholeh, mengutarakan keprihatinannya terhadap situasi ini dalam sebuah pernyataan kepada wartawan, Rabu (5/6/2024).

“Kami sangat resah dengan kehadiran mafia tanah di Kabupaten Cirebon. Hal ini menjadi penghambat utama pertumbuhan investasi di daerah ini,” ujar Asep Sholeh.

Dia menegaskan bahwa ulah para mafia tanah merugikan petani dan investor dengan menggunakan taktik curang dalam transaksi jual beli lahan. “Petani hanya diberi DP dan diikat dengan PPJB, sehingga investor kesulitan memperoleh tanah langsung dari petani. Setelah tanah berada di bawah kuasa mafia, harganya melambung tinggi, mempersulit investor untuk berinvestasi di Kabupaten Cirebon,” tambahnya.

Dampaknya, banyak investor yang memilih untuk beralih ke daerah lain, seperti Brebes dan Majalengka, untuk berinvestasi, yang secara langsung merugikan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat pengangguran di Kabupaten Cirebon.

“Kondisi ini mempersulit APINDO dalam mengajak investor datang ke Kabupaten Cirebon, baik yang bergerak dalam sektor padat modal maupun padat karya,” katanya.

Asep juga menjelaskan bagaimana para mafia tanah membebani petani dengan memberikan DP yang rendah tanpa jaminan pembayaran lanjutan yang jelas.

“Para petani hanya diberi DP tanpa kejelasan. Ketika ada pembeli langsung, mafia ini memotong dan mengklaim kepemilikan tanah melalui DP atau PPJB,” ungkapnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Asep mendesak pemerintah desa, pemerintah Kabupaten Cirebon, dan penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para mafia tanah yang kebanyakan bukan merupakan penduduk asli Cirebon.

“Pertumbuhan investasi akan terhambat apabila masalah ini tidak ditangani dengan serius,” tegas Asep.

Dia juga menyinggung bahwa keluhan mengenai mafia tanah ini mayoritas berasal dari wilayah Cirebon Timur. “Hampir puluhan investor sudah mengeluh dan ada yang sudah pindah ke daerah lain karena harga tanah di sana lebih bersahabat,” ungkapnya.

Asep juga memberikan contoh kasus di Desa Gebangudik Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon, di mana terjadi perselisihan antara investor dan mafia tanah. “Misalnya, DP Rp 25 juta untuk tanah hektaran yang per meternya kisaran Rp 100 ribu, tapi harganya bisa naik sampai Rp 700 ribu karena dimainkan oleh mafia tanah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Asep menyebut bahwa ketika petani memutuskan untuk menjual lahannya secara langsung kepada investor, mafia tanah yang telah membayar DP meminta ganti rugi dengan jumlah yang tidak masuk akal berdasarkan PPJB. “Mereka menuntut ganti rugi hingga ratusan juta,” katanya.

APINDO berharap ada langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten dan DPRD untuk mengatasi permasalahan ini. “Kami memerlukan investigasi lebih lanjut dan perlu mengetahui di mana saja para mafia tanah ini beroperasi,” pungkasnya.(Mail)

Related Articles

Back to top button