Ayumajakuning

Muhamad Rafa, Anak Disabilitas asal Majalengka Lintasi Lima Kecamatan untuk Sampai Sekolah

kacenews.id-MAJALENGKA-Muhamad Rafa Azka anak disablitas usia 9 tahun asal Desa Lebakwangi, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka harus menempuh jarak puluhan kilometer melintasi 5 kecamatan untuk sampai di sekolahnya di SLB B YPLB Majalengka.
Kedua orang tuanya, Agus Imadudin dan Elis Lisnawati ingin anaknya bisa mengenyam pendidikan yang baik walaupun memiliki keterbatasan pendengaran. Muhamad Rafa Aska mengalami disabilitas rungu sehingga tidak bisa sekolah di wilayahnya atau tetangga kecamatan karena di sana tidak ada SLB.

Setiap pagi Rafa diantar ke sekola oleh Gugun Gunawan, berangkat pagi pukul 05.30 WIB agar bisa tiba di sekolah tepat pulul 08.00 WIB sehingga tidak terlambat belajar. Sudah 4 tahun itu dilakukan kedua orang tuanya, tidak menghitung berapa biaya setiap hari yang harus di keluarkan untuk ongkos hingga tiba di sekolah dan kembali ke rumah.

“Bensin mobil habis lumayan Rp 150.000 per hari bisa habis,” kata Gugun.

Kedua orang tua Rafa Azka berpikiran kalau anaknya harus sekolah, tidak berpikir akan menjadi apa kelak anaknya.

“Nu penting budak sakola, rek jadi naon, rek jadi naon engkena, kumaha engke kumaha Gusti Allah,” katanya.

Kepala SLB B YPLB Sri Aminah yang di sekolahnya terdapat 43 anak disabilitas rungu, disabilitas daksa, autis dan disabilitas mental mengatakan, murid di sekolahnya tersebut berasal dari berbagai daerah, terjauh adalah berasal dari perbatasan Garut dan Majalengka serta dari Jatitujuh perbatasan antara Majalengka dan Indramayu.

Ke 43 murid ini terdiri dari berbagai tingkatan mulai jenjang pendidikan dasar hingga setara SMA. Usianya juga beragam karena ada beberapa orang tua yang baru menyekolahkan anaknya setelah besar.

Sri Aminah bersama guru – guru di sekoahnya berharap, anak – anak disabilitas bisa diterima di masyarakat. Anak yang sudah didiknya bisa berkolaborasi dengan masyarakat umum mengusung kemajuan daerah, bisa usaha sendiri atau bekerja mandiri. Makanya dia berusaha mendidik anak – anak disabilitas untuk menjadi anak didik yang berkarakter dan mandiri.
“Kami berharap pada pada semua pihak, angkat disablitas, bagi perusahaan angkat mereka menjadi karyawan. Kami mencetak anak didik dengan vokasi. Tolong pada perusaan diabil karyawan dari SLB. Apa yang diinginkan perusahaan kami siapkan, mau tata boga, mau tata busana kami siapkan,” katanya.
Sri Aminah pun berharap pada pemerintah untuk tidak membeda – bedakan sekolah swasta dan sekolah negeri. Sebab menurutnya belakangan ini dia sering kekurangan guru di sekolahnya setelah sejumlah guru yang sudah terlatih diangkat menjadi PPPK.
Dengan begitu, dia harus mencari lagi guru baru sementara untuk memdapatkan guru yang yang bersedia mengajar di SLB lebih sulit dibanding guru sekolah umum.
“Bagaimana guru mengajar dengan hati itu yang susah kami cari, sementara guru yang mengajar anak disabilitas harus benar – benar sabar, memberi kasih sayang dengan hati, mengajar dengan hati. Ada kalanya anak didik nempeleng guru, nangis berlebihan, buang air kecil hingga buang air besar di kelas dans ebagainya. Semua itu harus dihadapi dengan hati dan berusaha mendidik anak agar bisa mandiri. Guru yang demikian agak sulit diperoleh,” ungkap Sri Aminah.
Pj Bupati Majalengka Dedi Supandi yang hadir di acara Hardiknas yang diselenggarakan SLB B YPLB mengatakan, SLB swasta kurang mendapat perhatian pemerintah. Untuk itu semasa menjadi Kadisdik Jawa Barat dia sempat menjadikan 6 sekolah SLB menjadi sekolah negeri
Diapun mengakui bahwa SLB belum menjangkau semua daerah, makanya Dedi kedepan menyarankan membuka Unit Layanan Disabilitas di setiap desa atau gabungan daris ejumlah desa agar anak disambilitas mendapatkan layanan pendidikan, hingga suati saat Unit Layanan Disabilitas ini menjadi sekolah.
“Unit Layanan Disabilitas ini mendapat layanan pendidikan dari guru SLB yang datang setiap dua kali dalam seminggu misalnya, jika di wilayah tersebut ternyata banyak anak disabilitas, ada tiga hingga 5 naka nanti bisa berkembang menjadi sekolah atau bisa sekolah kelas jauh,” kata PJ Bupati Dedi.
Jika pelayanan disabilitas berkembang, para orang tua bisa terbuka dengan kondisi anaknya, jangan sampai orang tuanya menganggap disabilitas sebagai aib. Dedi juga berjanji akan membangun komunikasi dengan sejumlah perusahaan agar bisa mempekerjakan anak – anak disabilitas.

“Jadi buka kerjasama dengan Disnaker. Lewat pola vokasi nanti pihak perusahaan liat ke sekolah SLB, mereka nanti bisa mengambil pekerja sesuai dengaan kompetensi yang ada yang dibutuhkan oleh perusahaan,” kata Dedi yang membagikan kaos untuk anak- anak SLB bertulis “tamu istimewa pendopo”, mereka bisa berekpresi di sekeliling Pendopo.“Silahkan gunakan pasilitas pendopo,” kata Dedi .(Tat)

Related Articles

Back to top button