Opini

Halalbihalal Momentum Jalin Silaturahim

Beberapa waktu lalu atau tepatnya sesudah perayaan Idulfitri Pj Wali Kota Cirebon, H Agus Mulyadi menggelar Halalbihalal. Dalam kegiatan tersebut nampak dihadiri sejumlah unsur Forkopimda, instansi vertikal, tokoh agama dan masyarakat.

Acara tersebut pun di isi dengan silaturahmi dan saling memaafkan. Ternyata hal sama juga dilakukan sebagian keluarga dan warga masyarakat. Mereka menganggap Halalbihalal adalah tradisi yang biasa dilakukan saat Idulfitri. Tradisi ini biasa dilakukan dengan bersilaturahmi ke rumah tetangga, saudara dan kerabat.

Lantas apa sebenarnya Halalbihalal.
Istilah Halalbihalal sendiri berasal dari bahasa Arab. Halal diambil dari kata halal atau halala yang mempunyai banyak bentuk dan makna sesuai kalimatnya.
Meski berasal dari bahasa Arab, tradisi Halalbihalal dibuat di Indonesia. Bahkan, kata Halalbihalal sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Dalam KBBI, Halalbihalal berarti hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang. Halalbihalal juga diartikan sebagai bentuk silaturahmi.
Melansir dari kemenkopmk.go.id, ada dua versi tentang asal-usul Halalbihalal. Versi pertama menyebut istilah Halalbihalal berasal dari kata ‘alal behalal’ dan ‘halal behalal’. Kata ini masuk dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud 1938.
Dalam kamus ini disebutkan alal behalal berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa).
Sementara halal behalal diartikan sebagai dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).
Versi kedua menyebut Halalbihalal berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948. KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama.
KH Wahab memperkenalkan istilah Halalbihalal pada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.
Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idulfitri di tahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul ‘Halalbihalal.’ Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja.
Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halalbihalal.
Halalbihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini Halalbihalal menjadi tradisi masyarakat Indonesia.***

Related Articles

Back to top button