Opini

Manfaatkan Kebebasan Tampilkan Kebudayaan Tionghoa yang Mendukung Harmoni

Oleh: Hetta M Latumeten
Pemerhati Budaya Tionghoa

Kebudayaan Tionghoa di Indonesia telah melalui perjalanan panjang, dari masa kejayaan hingga masa pembatasan selama era Orde Baru. Di era Orde Baru, segala sesuatu yang berhubungan dengan Tionghoa, termasuk perayaan Imlek, dilarang secara resmi melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 14 Tahun 1967. Selama lebih dari tiga dekade, komunitas Tionghoa harus merayakan tradisi mereka secara tertutup, dengan rasa takut dan was-was.
Namun, kebijakan ini berubah drastis ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres tersebut pada tahun 2000, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 6 Tahun 2000. Imlek kemudian ditetapkan sebagai hari libur nasional pada tahun 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Sejak itu, komunitas Tionghoa di Indonesia diberikan kebebasan penuh untuk melestarikan budaya dan tradisi mereka tanpa rasa takut.
Sayangnya, kebebasan ini belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal, terutama di beberapa daerah seperti Kota Cirebon. Padahal, kebudayaan Tionghoa dapat menjadi bagian penting dari harmoni masyarakat serta daya tarik
Imlek, dengan semua simbol dan tradisinya, bukan hanya perayaan kebahagiaan, tetapi juga media untuk memperkenalkan kebudayaan yang kaya kepada masyarakat luas. Simbol-simbol seperti lampion merah, barongsai, pertunjukan musik tradisional, hingga kuliner khas, semuanya dapat menjadi daya tarik wisata.
Kota Cirebon, yang dikenal sebagai kota dengan perpaduan budaya Jawa, Sunda, dan Arab, dapat memanfaatkan momentum Imlek untuk menambah keanekaragaman budaya yang ada. Komunitas Tionghoa di Cirebon memiliki peluang besar untuk menunjukkan kontribusi mereka kepada masyarakat melalui penghiasan kota dengan simbol Imlek seperti lampion merah, dekorasi khas, dan ornamen lainnya dapat dipasang di pusat kota dan kawasan Pecinan untuk menciptakan suasana meriah dan ramah bagi masyarakat. Juga bisa dilakukan melalui pagelaran seni budaya melalui pertunjukan barongsai, musik tradisional Tionghoa, dan pameran seni kaligrafi dapat menjadi acara menarik yang mengundang wisatawan lokal maupun luar kota.
Juga bisa dilakukan melalui festival kuliner khas Tionghoa dengan membuka pasar makanan khas Imlek, seperti kue keranjang, mi panjang umur, dan dim sum, tidak hanya memperkenalkan budaya tetapi juga mendukung perekonomian lokal. Kemudian, bisa juga melakukan edukasi sejarah dan tradisi Tionghoa melalui kegiatan diskusi, seminar, atau kunjungan ke tempat-tempat bersejarah seperti klenteng di Cirebon sehingga masyarakat dapat lebih memahami nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam tradisi Tionghoa.
Adapun dasar hukum kebebasan berbudaya Tionghoa adalah Keputusan Presiden No 6 Tahun 2000: Mencabut larangan perayaan kebudayaan Tionghoa yang diatur dalam Inpres No 14 Tahun 1967, Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28E Ayat 2: Menjamin kebebasan setiap orang untuk menganut kepercayaan, menyatakan pikiran, dan berekspresi, Undang-undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan: Menegaskan pentingnya pelestarian budaya lokal sebagai kekayaan bangsa, serta Hari Libur Nasional Imlek: Ditandai dengan Keputusan Presiden No. 19 Tahun 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Kebijakan ini menjadi landasan hukum yang kuat bagi komunitas Tionghoa untuk merayakan tradisi mereka dengan bebas tanpa rasa takut. Sebagai bagian dari masyarakat Cirebon, komunitas Tionghoa memiliki peran penting dalam membangun harmoni sosial dan mempromosikan budaya mereka sebagai bagian dari kekayaan bangsa. Dalam semangat toleransi dan keberagaman, beberapa alasan mengapa komunitas Tionghoa perlu lebih aktif dalam menampilkan budaya mereka adalah bisa melestarikan warisan budaya: kebudayaan Tionghoa adalah bagian penting dari sejarah Indonesia, menjaganya berarti menghormati nenek moyang dan warisan leluhur, kemudian alasan lainnya adalah memberikan teladan kepada generasi muda: perayaan Imlek dapat menjadi momen untuk mengajarkan nilai-nilai luhur seperti bakti kepada orang tua, kebaikan kepada sesama, dan kerja keras, alasan berikutnya adalah menguatkan citra harmoni: dengan memperlihatkan budaya yang inklusif dan edukatif, komunitas Tionghoa dapat membantu membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat luas, serta dapat mendukung pariwisata dan ekonomi: perayaan Imlek yang meriah akan menarik wisatawan lokal maupun internasional, sehingga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Cirebon secara keseluruhan.
Dulu, tradisi Imlek dirayakan dengan sembunyi-sembunyi karena pembatasan. Kini, di era kebebasan, komunitas Tionghoa memiliki kesempatan untuk merayakan budaya mereka secara terbuka, bahkan berkontribusi dalam membangun citra positif kota. Sebagai masyarakat yang telah lama hidup berdampingan, semua elemen masyarakat Cirebon, termasuk komunitas Tionghoa, memiliki tanggung jawab untuk menjaga toleransi dan keberagaman. Perayaan Imlek yang meriah dan terbuka dapat menjadi simbol persatuan yang menguatkan nilai-nilai kebangsaan kita.
Imlek bukan hanya tentang tradisi, tetapi juga tentang nilai-nilai universal seperti kasih, bakti, dan kebajikan. Dengan memanfaatkan kebebasan yang telah diberikan, komunitas Tionghoa di Cirebon memiliki peluang besar untuk menunjukkan budaya yang mendidik, menginspirasi, dan menjadi teladan bagi masyarakat.
Mari jadikan Imlek sebagai momen untuk mempromosikan kebudayaan Tionghoa yang baik, mendukung wisata lokal, dan mempererat harmoni sosial di Kota Cirebon. Dengan semangat toleransi dan keberagaman, kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik, sejahtera, dan saling menghormati.
Selamat Tahun Baru Imlek 2025! Gong Xi Fa Cai! ***

Back to top button