Finansial

Cegah dari Kepunahan, Pj Bupati Cirebon: Menggandeng Beberapa Komunitas Pembatik

kacenews.id-CIREBON-Generasi pembatik di Kabupaten Cirebon lambat laun akan mengalami kepunahan. Pasalnya, kini pembatik sendiri didominasi oleh orang tua, bahkan banyak di antaranya sudah lanjut usia.

Seperti diketahui, Kabupaten Cirebon terkenal akan batiknya. Bahkan, ada Batik Trusmi dan Batik Ciwaringin. Namun, keberlangsungan batik tersebut mulai ditinggalkan oleh generasi muda.

Padahal, Batik Cirebon yang terkenal dengan motif Mega Mendung-nya, kini sudah dikenal hingga mancanegara.

Di mana, batik ini mempunyai keunikannya tersendiri. Batik Trusmi merupakan warisan budaya sejak zaman dahulu yang wajib dilestarikan seterusnya.

Salah satu perajin asal Desa Trusmi Kulon yang enggan disebutkan namanya menuturkan, ia memiliki dua anak perempuan. Namun, kedua anaknya tersebut secara terang-terangan tidak ingin meneruskan jejaknya sebagai pembatik.

Bahkan kedua anaknya lebih memilih bekerja di perusahaan di luar Kabupaten Cirebon. “Anak-anak saya sebenarnya bisa membatik, tapi mereka tidak mau, alasannya kotor dan kecil penghasilannya,” katanya.

Tidak patah semangat, dirinya terus mencoba membujuk anaknya untuk meneruskan jejaknya, namun lagi-lagi ditolaknya. “Kalau saya membatik sejak kecil. Sejak saya usia 12 tahun. Jadi sepulang sekolah, saya membantu ibu saya, membatik,” ungkapnya.

Menurutnya, apa yang dikatakan oleh kedua anaknya itu benar. Ia mengakui menjadi pembatik itu kecil penghasilannya. Sehingga, hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. “Sehari bisa tujuh kain dengan upah di bawah Rp 100 ribu,” katanya.

Melihat kondisi tersebut, Pj Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya menyebut Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon terus berupaya untuk menggairahkan generasi muda agar meneruskan warisan budaya dari nenek moyang. Salah satunya membatik.

Menurut Wahyu, Kabupaten Cirebon kini memiliki batik dengan teknik khasnya yaitu merawit. Teknik merawit resmi mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM. Sertifikat ini diberikan pada 4 November 2024.

“Ketika IG sudah ada, sudah ditetapkan. Sekarang yang dilakukan oleh komunitas batik adalah dalam setiap helai batik, itu ada QR barcode. Itu yang bisa muncul tanda. Misal siapa yang membatik, motif batiknya apa, dan sebagainya,” katanya.

Selain itu, kata Wahyu, pointnya adalah indikasi geografis memberikan rupiah terhadap pembatik. Artinya, bukan hanya dibayar, namun saat batiknya terjual, itu ada hak untuk para pembatiknya.

“Dengan cara ini, mudah-mudahan para generasi muda tertarik, karena dari sisi ekonomi juga dihargai,” ujarnya.

“Jadi setiap karya yang dibuat dihargai, dan memberikan income (pemasukan, red) yang lebih. Semakin banyak batik terjual, maka semakin meningkatkan ekonomi pembatik,” ungkapnya.

Pihaknya terus melakukan komunikasi untuk menggandeng beberapa komunitas pembatik. Di sana, lanjut Wahyu, melihat potensi regenerasi yang dilakukan oleh komunitas tersebut. “Mudah-mudahan apa yang dilakukan itu menarik generasi muda untuk kembali lagi membatik,” katanya.(Junaedi)

Related Articles

Back to top button