Opini

Prosesi dan Pengaruh Salat Dalam Kehidupan

Oleh: H. Imam Nur Suharno, MPdI
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan

Alhamdulillah kini kita telah berada di bulan Rajab. Setiap bulan Rajab kaum Muslimin memperingati Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Dalam isra mi’raj tersebut ada prosesi penerimaan perintah salat sebagai syariat yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam.
Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury dalam kitabnya ar-Rahiqul Makhtum menjelaskan prosesi disyariatkannya perintah shalat lima waktu yang pada awalnya lima puluh waktu sehari semalam. Pada malam itu, dari Baitul Maqdis Nabi naik ke langit dunia bersama Jibril. Jibril meminta izin agar dibukakan. Maka, pintu langit dibukakan baginya. Di sana Nabi melihat Adam AS. Nabi mengucapkan salam, dan Adam menyambut kedatangan Nabi, menjawab salam dan menetapkan nubuwah Nabi. Allah memperlihatkan roh orang-orang yang mati syahid di sebelah kanan, dan roh orang-orang yang sengsara di sebelah kiri.
Lalu, naik lagi ke langit ke 2. Jibril meminta izin bagi Nabi. Setelah dibukakan, Nabi melihat Yahya bin Zakaria AS dan Isa bin Maryam AS. Nabi mengucapkan salam, dan mereka berdua menjawabnya, menyambut kedatangan Nabi dan menetapkan nubuwah Nabi. Naik lagi ke langit ke 3, Nabi melihat Yusuf AS. Nabi mengucapkan salam, dan Yusuf menjawabnya, menyambut kedatangan Nabi dan menetapkan nubuwah Nabi. Naik lagi ke langit ke 4, Nabi melihat Idris AS. Nabi mengucapkan salam, dan Idris menjawabnya, menyambut kedatangan Nabi dan menetapkan nubuwah Nabi. Naik lagi ke langit ke 5, Nabi melihat Harun bin Imran AS. Nabi mengucapkan salam, dan Harun bin Imran menjawabnya, menyambut kedatangan Nabi dan menetapkan nubuwah Nabi. Naik lagi ke langit ke 6, Nabi bertemu Musa AS. Nabi mengucapkan salam, dan Musa menjawabnya, menyambut kedatangan Nabi dan menetapkan nubuwah Nabi. Ketika Nabi akan berlalu darinya, Musa menangis. “Mengapa engkau menangis?” Musa menjawab, “Aku menangis karena ada seorang pemuda yang diutus sesudahku, masuk surga bersama umatnya dan lebih banyak daripada umatku yang masuk surga.”
Naik lagi ke langit ke 7, Nabi bertemu Ibrahim AS. Nabi mengucapkan salam, dan Ibrahim menjawabnya, menyambut kedatangan Nabi dan menetapkan nubuwah Nabi. Kemudian, Nabi naik lagi ke Sidratul Muntaha, lalu dibawa naik lagi ke Al-Baitul Ma’mur. Lalu, di bawa naik lagi untuk menghadap Allah, hingga jaraknya tinggal sepanjang dua ujung busur atau lebih dekat lagi. Lalu, Allah mewahyukan apa yang diwahyukan kepada hamba-Nya. Allah mewajibkan kepada Nabi salat 50 kali. Nabi SAW kembali hingga bertemu Musa. “Apa yang diperintahkan kepadamu?” tanya Musa. “Salat 50 kali.” jawab Nabi. “Sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melakukannya. Kembalilah menemui Rabb-mu dan minta keringanan kepada-Nya bagi umatmu.” kata Musa.
Nabi SAW memandang ke arah Jibril, meminta pendapatnya. Maka, Jibril mengisyaratkan, dengan berkata, “Itu benar, jika memang engkau menghendaki.” Bersama Jibril, Nabi naik lagi hingga menghadap Allah. Jumlah salat dikurangi 10. Lalu, Nabi turun hingga bertemu Musa dan menyampaikan kabar kepadanya.“Kembalilah lagi menemui Rabb-mu dan minta keringanan kepada-Nya.” kata Musa. Begitulah Nabi mondar-mandir menemui Musa dan Allah, hingga salat itu ditetapkan 5 kali.
Sebenarnya Musa menyuruh Nabi untuk kembali lagi menemui Allah dan meminta keringanan. Namun, Nabi bersabda, “Aku sudah malu kepada Rabb-ku. Aku sudah ridha dan bisa menerimanya.”Setelah beberapa saat, ada seruan yang terdengar, “Kewajiban dari-Ku telah Ku-tetapkan dan telah Ku-ringankan bagi hamba-Ku.”
Itulah prosesi penerimaan perintah salat yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW secara langsung sebagai oleh-oleh untuk umatnya dalam perjalanan Isra dan Mi’raj. Meskipun lima waktu sehari semalam, namun nilainya setara dengan lima puluh waktu. Penerimaan perintah salat secara langsung ini menunjukkan kedudukan shalat yang sangat penting bagi kaum Muslimin. Salat sebagai salah satu pilar dalam bangunan Islam (H.R. Bukhari). Jika seseorang meninggalkan kewajiban salat meskipun ibadah lainnya dilaksanakan maka akan tetap keislaman seseorang akan rapuh. Karena salah satu pilar dalam Islam yaitu salat ditinggalkan.
Salat ibarat kepala dalam tubuh (H.R. Thabrani). Seseorang akan mampu bertahan hidup meskipun tidak memiliki tangan dan kaki. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang mampu bertahan hidup jika tidak memiliki kepala. Inilah kedudukan salat, jika seseorang meninggalkan kewajiban salat maka ia seperti manusia yang tidak berkepala. Salat sebagai amalan yang pertama kali akan dihisab (H.R. Tirmidzi). Hal ini menunjukkan kedudukan salat kaitannya dengan amalan ibadah lainnya. Jika salat dilaksanakan dengan baik maka akan menyebabkan amalan ibadah lainnya akan diterima. Jika sebaliknya, maka amalan ibadah lainnya akan sulit diterima.
Oleh karena itu, jika ibadah salat ini dilakukan secara baik dan benar maka akan memberikan pengaruh positif bagi pelakunya. Yaitu, hidupnya menjadi tenang (H.R. Abu Dawud); cahaya penerang kehidupan (H.R. Muslim); obat penyembuh dari kelalaian (H.R. Ibnu Khuzaimah); solusi problematika hidup (H.R. Muslim); mencegah perbuatan keji dan mungkar (Q.S. al-Ankabut [29]: 45); dan menghapuskan dosa (H.R. Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar mampu istikamah dalam menunaikan kewajiban salat dan merasakan pengaruhnya dalam kehidupan. Amin.***

Related Articles

Related Articles

Back to top button