Kenapa Literasi di Indonesia Masih Rendah?
Oleh: Khaerudin
Penulis Buku Langkah Kaki
Indonesia adalah salah satu negara besar dengan penduduk yang mencapai kurang lebih 280 juta orang di dalamnya. Dengan berbagai ciri khas yang dimiliki tentunya menyebabkan Indonesia menjadi negara yang digaang-gadang akan selalu berkembang sumber daya dan kekayaan alam yang ada di dalamnya. Salah satu faktor yang bisa menjadikan Indonesia menjadi negara yang memiliki sumberdaya unggul adalah dari segi literasinya.
Ya, tak banyak orang yang tahu bahwa literasi adalah salah satu tahap awal dimulainya tangga perkembangan sumberdaya manusia unggul dalam mengembangkan inovasi, teknologi dan juga ilmu pengetahuan lainnya. Semua tentu bisa dilakukan jika seseorang tak pernah bosan untuk berliterasi. Literasi bukan hanya diartikan sebagai membaca atau pun menulis saja, namun lebih dari itu. Literasi bisa dimaknai dengan kecintaan seseorang dengan tulisan, mengamati, menelaah, meneliti dan mengeksplorasi setiap hal yang mampu mendatangkan pengetahuan baru untuknya.
Namun saat ini kita memiliki masalah serius tentang dunia literasi. Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis literasi dalam negeri. Menurut survey terbaru, Indonesia berada pada peringkat bawah dalam hal kemampuan membaca dan menulis dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Entah apa yang menyebabkan hal itu terjadi. Bisakah Indonesia dapat memperbaiki kondisi ini? Lalu butuh berapa lama waktunya? Berikut penjelasannya.
Pertama, kurangnya minat membaca. Faktor utama yang menyebabkan seseorang memiliki literasi rendah yaitu diawali dengan kurangnya minat membaca. Dewasa ini jika diamati lingkungan kita bahwa generasi muda atau anak-anak remaja cenderung lebih tertarik dengan bermain game, gadget atau menonton sinetron daripada membaca buku.
Minat membaca yang semakin hari menjadi turun nantinya akan menyebabkan dampak negatif pada kemampuan membaca dan menulis bahkan jika ditelaah lebih lanjut maka daya pikir kritis akan berkurang dan tidak dapat dilakukan lagi. Begitu pun sebaliknya banyaknya membaca akan menjadikan seseorang berdaya pikir kritis, memiliki wawasan yang luas dan konfrontasi otak akan selalu berjalan dengan baik.
Kedua, pengaruh gadget. Sudah tidak bisa kita pungkiri bahwa gadget menjadi salah satu faktor yang bisa menjadikan seseorang kecanduan dalam menggunakannya. Memanfaatkan perkembangan teknologi tentu boleh-boleh saja apalagi itu untuk menunjang pekerjaan kita, dalam hal ini gadget.
Tapi berbeda lagi jika adanya gadget justru menjadi salah satu gerbang banyaknya generasi muda malah terbuai dalam menggunakannya. Tentu motifnya bermacam-macam mulai dari untuk bermain game, chatingan atau lainnya sehingga mengakibatkan mereka malas untuk membaca buku.
Sudah tak bisa dipisahkan lagi jika ponsel atau gadget saat ini menjadi bagian penting dari kehidupan kita. Namun jika banyak orang belum tahu bahwa penggunaan ponsel yang terlalu sering maka dapat menyebabkan berkurangnya waktu yang seharusnya kita bisa menggunakannya untuk membaca buku atau menggali literasi.
Ketiga, adanya kurikulum yang kurang tepat. Literasi adalah hal penting yang harus kita pahami bersama. Salah satu hal penting yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan literasi adalah dunia pendidikan yang mengasyikkan. Pendidikan menjadi salah satu tempat yang selalu digunakan seseorang untuk interaksi. Oleh karena itu harusnya pendidikan memiliki kesan yang seru.
Tapi sayangnya, pendidikan yang harusnya didukung dengan kurikulum yang tepat dan mengasyikkan justru seringkali didapati bahwa kurikulumnya kurang mengasyikkan, bahkan terkesan membosankan bagi peserta didik. Akibatnya bukannya mereka semangat dalam membangun literasi malah berujung malas. Itulah yang seharusnya kita renungkan bersama bahwa dunia pendidikan adalah salah satu tempat utama dalam membangun minat generasi muda dalam dunia literasi.
Kualitas pendidikan di Indonesia memang sangat bermacam-macam. Antara satu daerah dengan daerah lainnya memiliki peraturannya sendiri dan mungkin belum semua fasilitas pendidikan bisa merata dan sama semuanya.
Ada beberapa daerah yang memang kualitas pendidikannya didukung dengan sarana yang memadai sehingga proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan para siswanya dapat dikondisikan dengan kedisiplinan yang baik. Namun ada juga di beberapa daerah lainnya yang masih perlu diperhatikan kelayakan sarana pendidikannya, jangankan untuk meningkatkan semangat literasi, untuk menyelesaikan proses kegiatan mengajar pun masih belum terlalu efektif karena kurangnya sarana dan prasarana yang kurang mendukung.
Keempat, lingkungan yang tidak mendukung literasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti akan menyesuaikan lingkungan tempat tinggal kita. Bahkan kita akan menjadi seorang pribadi yang seperti apa itu pun ditentukan dari lingkungan.
Begitu pun literasi, jika dalam lingkungan tersebut terdapat banyak orang yang sangat menyukai literasi, maka semangat literasi pun akan terus berkembang menjadi sebuah kegiatan dan program yang berdampak positif lainnya. Namun jika lingkungan tersebut tidak mempedulikannya maka literasi tidak akan bisa terbangun di dalamnya.
Ada hal penting yang bisa kita lakukan sedikit demi sedikit dalam rangka mencoba membangun minat literasi kembali, yaitu seperti coba membangun perpustakan jalanan setempat dengan tujuan untuk mengadakan kegiatan seperti membaca bersama-sama, adanya taman baca, forum diskusi dan lain sebagainya. Namun itu bukan hal yang mudah, pasti penuh dengan tantangan, ditambah lagi masyarakat kita lebih asyik dan mementingkan menonton tayangan televisi dan memainkan ponsel di media sosial.
Tentu banyak sekali faktor penyebab rendahnya literasi di Indonesia yang masih belum kita ketahui selain dari faktor-faktor di atas. Cara mengatasi masalah ini yaitu perlu adanya kerja sama antara banyak pihak mulai dari keluarga, masyarakat, sekolah dan pemerintah yang selalu bersinergi guna mewujudkan literasi yang bisa masuk ke dalam relung hati generasi yang akan datang.***