Akan Dibawa ke Mana Kelas Menengah RI?
Oleh: Jeremy Huang Wiijaya
Budayawan Cirebon
Menjadi kelas menengah saat ini tidaklah menyenangkan sejak krisis ekonomi global akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan data yang ada, kelas menengah saat ini banyak yang tergelincir ke bawah dan terus meningkat dari tahun ke tahun, banyak yang tidak tahan menghadapi badai krisis ekonomi, di Cirebon terlihat jelas sepinya pengunjung di seputar jalan Pasuketan, Pekiringan, Parujakan, Pekalipan, Pagongan, Karanggetas, bahkan ada toko-toko di Pagongan yang sudah merasakan sepinya perdagangan jauh sebelum pandemi Covid, yaitu ketika terjadinya perang dagang Amerika VS China, banyak di antara mereka yang sudah membobok celengan, menjual aset demi biaya operasional menghidupkan bisnisnya mereka. Terkejut ketika melewati jalan Pekiringan dan Pekalipan Cirebon banyak yang menutup tokonya, bahkan di depan tokonya ada beberapa yang bertuliskan ‘Dijual Toko ini….’
Di Bandung, Yogya Ciwalk sampai menutup usahanya, kemudian Pasar Baru Bandung, ruko di Kebon jati Bandung di sebelah RS Santosa, Taman Kopo Indah Kabupaten Bandung juga banyak yang tutup toko.
Beberapa waktu yang lalu bersama istri, saya berkunjung ke Jalan Pandanaran Semarang, terlihat sepi di toko oleh-oleh. Ketika saya datang berkunjung ke Yogjakarta pusat penjualan Gudeg juga sepi, tidak seperti biasanya. Saya dan istri nongkrong di Jalan Padang Tritis dekat Prawirotaman Jogjakarta terlihat sepi, biasanya kedai-kedai minuman dan rumah makan di Parangtritis dekat belokan Prawirotaman Yogjakarta dipenuhi turis asing dan lokal, Jalan Patuk Yogjakarta yang terkenal sebagai pusat pabrik Bakpia Patuk Jogjakarta juga terlihat berkurang pengunjung, tidak seramai biasanya yang penuh sesak.
Berada dalam posisi kelas ekonomi menengah saat ini menyesakkan dada, ibarat makanan yang menyangkut di tenggorokan, tidak bisa ditelan dan tidak bisa dikeluarkan. Kasihan mereka yang berada di posisi kelas menengah ini, sekarang posisinya sangat rentan, di sisi lain tidak dapat bantuan apapun dari pemerintah, karena pemerintah menganggap mereka di posisi menengah sudah kuat secara ekonomi, padahal justru sekarang kelas menengah yang paling merana kasihan, banyak yang jadi korban PHK, tidak bisa dapat bansos karena rumahnya tidak memenuhi syarat, rata-rata kelas menengah menghuni perumahan dan rumahnya permanen yang dibangun ketika mereka masih jaya dahulu, sekarang mereka menghuni rumah bagus, tapi hidupnya mengirit.
Selain tidak memenuhi syarat untuk dapat bansos, juga tidak memenuhi syarat anaknya bisa dapat bea siswa karena semua syarat bansos dan bea iswa, rumahnya harus jelek.
Di sisi lain, pemerintah selama ini meninabobokan PNS, pemerintah selama ini menganakemaskan PNS, memberikan fasilitas lebih kepada PNS, masa PNS bergaji rendah itu di tahun 1980 sampai 2000an, dulu mereka hanya memiliki motor, sekarang PNS bergaji tinggi, mereka sekarang umumnya sudah memiliki mobil minimal Xenia atau Avanza, mereka bahkan ada yang memiliki Fortuner, di level sosial juga prestisenya naik, makanya jangan heran banyak orang berani bayar puluhan juta agar anaknya bisa jadi PNS.
Yang kasihan itu karyawan swasta tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah, saat ini status karyawan swasta di berbagai perusahaan hanya pegawai kontrak, jarang ada dan sedikit sekali menjadi karyawan tetap apalagi di tahun 2024, umumnya mereka hanya sebagai karyawan kontrak dengan masa kontrak 6 bulan sekali, pemerintah harus memberikan perhatian lebih kepada hal ini, akan dibawa kemana kelas menengah dan karyawan swasta di Indonesia?***