Mudahkan Santri Pahami Kitab Kuning, Ponpes Muallimin Muallimat At Taliem Babakan Ciwaringin, Terapkan Metode Ta’limi dan Hikami
kacenews.id-CIREBON– Memahami kitab kuning merupakan salah satu tradisi intelektual pesantren yang sarat nilai-nilai keislaman, sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi para santri. Namun, dengan pendekatan yang tepat, proses membaca dan memahami teks-teks Arab klasik ini dapat dikuasai secara bertahap.
Untuk memudahkan membaca dan memahami kitab-kitab kuning, Pondok Pesantren Muallimin Muallimat At Taliem Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, telah menerapkan metode Ta’limi dan Hikami yang menjadi standar para santrinya dalam mengkaji kitab-kitab klasik tersebut.
Pengasuh Pondok Pesantren Muallimin Muallimat At Taliem Babakan Ciwaringin, Kang Syahid keterampilan memahami kitab kuning dimulai dengan menguasai ilmu alat, yaitu Ilmu Shorof, Ilmu Nahwu, dan Ilmu Mantiq.
“Ilmu Shorof membantu santri memahami struktur kata, termasuk membedakan kalimat baku (jamid) dan tidak baku (mutashorrif). Sementara Ilmu Nahwu berfungsi mengidentifikasi susunan kata dalam kalimat (tarkib) dan memberikan harakat yang benar pada huruf akhir. Adapun Ilmu Mantiq diperlukan untuk menangkap maksud keseluruhan kalimat,” katanya.
Dengan memahami konsep dasar ketiga ilmu ini, santri tidak hanya mampu membaca tetapi juga memahami isi kitab kuning secara mendalam.
Kang Syahid menyadari bahwa latar belakang santri yang beragam memerlukan pendekatan khusus. Santri baru diberikan matrikulasi selama tiga hingga enam bulan untuk menyamakan kemampuan awal, seperti membaca huruf Arab, menulis pegon, dan memahami karakter huruf hijaiyah dalam struktur kalimat kitab kuning.
“Proses ini penting untuk mengukur keterampilan dasar secara cermat, termasuk menjaga kestabilan emosi santri selama proses belajar,” katanya.
Memasuki semester kedua, santri mulai diperkenalkan konsep-konsep ilmu alat yang telah disederhanakan melalui pendekatan pedagogik. Pendekatan ini menekankan pada hafalan intensif dan praktik membaca teks Arab secara langsung.
Santri diwajibkan menyetor hafalan setiap hari, yang menjadi tolok ukur keseriusan mereka dalam belajar.
“Bagi santri yang kurang serius, saya selalu memberikan motivasi agar mereka segera mengejar ketertinggalan. Hafalan konsep dan nadzom sangat penting sebagai pijakan untuk memahami teks kitab kuning,” tuturnya.
Setelah menguasai hafalan, pendekatan andragogik diterapkan untuk memastikan santri memahami maksud teks Arab. Dalam forum diskusi, santri mempresentasikan pemahaman mereka di depan teman-teman.
“Forum ini menjadi arena koreksi dan penguatan, di mana santri saling berdebat menggunakan argumen berbasis konsep-konsep yang telah mereka hafal dan praktikkan,” ujar Kang Syahid.
Pendekatan ini tidak hanya melatih pemahaman teks, tetapi juga membangun kepercayaan diri santri dalam menyampaikan argumen mereka.
Dalam tradisi pesantren, penguasaan ilmu alat menjadi bekal wajib bagi santri untuk berdakwah di tengah masyarakat. Dengan pendekatan multidisipliner yang mengintegrasikan pedagogik dan andragogik, santri diharapkan mampu menjawab berbagai persoalan, mulai dari tata cara ibadah hingga muamalah, yang semuanya merujuk pada kitab kuning.
“Apabila santri mampu menyelesaikan tahapan ini, mereka dapat memilih kitab yang ingin mereka tekuni, bahkan membuat syarah atau komentar sesuai pemikiran mereka. Tentunya, pendampingan khusus tetap diperlukan,” katanya.
Dengan metode yang terstruktur dan pendekatan yang intensif, Pondok Pesantren Muallimin Muallimat At Taliem optimistis para santrinya mampu menjadi generasi ulama yang produktif dalam menjawab tantangan zaman.(Is)