Opini

Tiada Hari Kecuali Hari Ayah dan Ibu

Oleh: Imam Nur Suharno
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan

Setiap tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu yang sebelumnya 12 November diperingati sebagai Hari Ayah. Dua peringatan ini bukan perintah berbuat baik kepada ayah dan ibu satu tahun sekali, akan tetapi sebagai sarana evaluasi sejauh mana seorang anak berbuat baik kepada keduanya (birrul walidain).
Bagi umat Islam, tiada hari kecuali hari ayah dan ibu. Artinya, birrul walidain itu bukan menunggu datangnya hari ayah dan hari ibu. Akan tetapi, setiap hari adalah hari ayah dan ibu untuk selalu birrul walidain.
Peringatan ini pun menegaskan bahwa orang tua, terutama ibu, memiliki peran yang besar dalam kehidupan. Tanpanya, seseorang tidak akan ada di dunia ini. Maka wajar jika ibu itu disebut sebagai keramat yang mesti dihormati, begitu kata Bang Haji Rhoma.
“Hai manusia, hormati ibumu. Yang melahirkan dan membesarkanmu. Jiwa ragamu dari kasih-sayangnya. Dialah manusia satu-satunya. Yang menyayangimu tanpa ada batasnya. Doa ibumu dikabulkan Tuhan. Dan kutukannya jadi kenyataan. Ridha Ilahi karena ridhanya. Murka Ilahi karena murkanya”.
Itulah lirik lagu “Keramat” Bang Haji Rhoma Irama yang sarat dengan nilai. Lirik tersebut telah mengingatkan kita kembali tentang kewajiban setiap anak untuk berbakti kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu. Melalui peran besar orang tua, kita bisa menjadi seperti saat ini.
Suatu hari, Ibnu Umar melihat seseorang yang sedang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lantas berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekedar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Kitab al-Kabair karya adz-Dzahabi).
Kisah di atas menjelaskan, seorang anak tidak akan dapat membalas budi baik (jasa) orang tuanya, kecuali ia menemukan orang tuanya sebagai budak, kemudian dibelinya dan dimerdekakannya (HR Muslim).
Dalam hadis yang lain ditegaskan bahwa, “Berbuat baik kepada kedua orang tua itu lebih utama daripada shalat, sedekah, puasa, haji, umrah, dan berjihad di jalan Allah.” (HR Thabrani).
Karena itu, ketika ada seorang laki-laki dari Bani Salamah bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, apakah masih ada kewajiban untuk berbuat baik kepada kedua orang tua setelah keduanya wafat?” Nabi SAW bersabda, “Masih, yaitu mendoakannya, meminta ampunan untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, memuliakan teman keduanya, dan menyambung hubungan kerabat yang tidak tersambung kecuali dengan keduanya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan al-Hakim).
Untuk itu, Allah SWT berfirman, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula), mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan …” (QS al-Ahqaf [46]: 15).
Dalam ayat yang lain, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman [31]: 14).
Islam mengajarkan tentang kemuliaan seorang ibu. Sejarah mencatat, banyak orang hebat lahir dari seorang ibu yang juga hebat. Tidak pernah ada cacat pada peran keibuan. Tidak pernah ada cela pada predikat seorang ibu. Seseorang tidak akan bisa menjadi orang yang hebat tanpa ada sentuhan dari orang tua, terutama ibu.
Semoga Allah membimbing kita sebagai anak agar dapat memuliakan orang tua, dan sebagai orang tua yang dapat mendidik anak agar berbakti kepada orang tua. Amin.***

Related Articles

Related Articles

Back to top button