Pelajaran dari Perang Khandaq
Oleh: Imam Nur Suharno
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan
Peristiwa Khandaq atau Ahzab bukan merupakan peperangan yang menimbulkan kerugian, melainkan perang urat syaraf. Tidak terjadi pertempuran sengit yang menimbulkan korban jiwa. Dalam catatan sejarah Islam, peristiwa Khandaq ini merupakan peperangan yang menegangkan, yang berakhir dengan penghinaan di pihak kaum kafir Quraisy.
Peristiwa Khandaq ini memberikan kesan bahwa kekuatan yang besar apa pun tidak akan sanggup melumatkan kekuatan yang lebih kecil. Dalam perang urat syaraf ini Rasulullah SAW berdoa untuk kelemahan pasukan musuh.
“Ya Allah yang menurunkan Al-Kitab dan yang cepat hisab-Nya, kalahkanlah pasukan musuh. Ya Allah, kalahkanlah dan guncangkanlah mereka.”
Peristiwa perang Khandaq ini terjadi bulan Syawwal pada tahun ke-5 H. Kaum kafir Quraisy mengepung Rasullah SAW dan kaum Muslimin selama satu bulan penuh. Permulaan pengepungan pada bulan Syawwal dan berakhir pada bulan Dzul Qaidah. Rasulullah SAW kembali dari Khandaq pada hari Rabu sepekan sebelum habis bulan Dzul Qaidah.
Peristiwa Khandaq ini bermula setahun setelah peristiwa perang Uhud. Beberapa pemimpin Yahudi dari Bani Nadzir berangkat ke Makkah melakukan penggalangan kekuatan (membangun sekutu) dengan kaum kafir Quraisy untuk menghancurkan kaum Muslimin di Madinah. Terbangun sekutu dari Bani Ghathafan, Bani Sulaim, Kinanah, penduduk Tihamah dan Al-Ahabisy. Mereka menggelar pertemuan di Marru Dzahran sekitar 40 km dari Makkah untuk melakukan serangan secara besar-besaran.
Sementara itu, kaum Yahudi dari Bani Quraidzah yang tinggal di dalam Madinah akan melakukan penyerangan dari dalam Madinah, yaitu dari belakang barisan kaum Muslimin. Dengan cara seperti itu pasukan musuh memprediksi umat Islam akan terjepit dari dua arah.
Rencana kotor dan jahat tersebut terdengar oleh kaum Muslimin di Madinah. Kemudian Rasulullah SAW mengajak para sahabat bermusyawarah. Karena mengingat kekuatan musuh terbilang sangat besar, yaitu mencapai 10 ribu orang, membawa 300 ekor kuda dan 1500 ekor unta. Sementara jumlah kaum Muslimin mencapai 3000 personel.
Mengetahui rencana kotor dan jahat dari kaum kafirin yang hendak mengepung kaum Muslimin dari luar Madinah dan menyerang dari dalam Madinah maka Rasulullah SAW dan para sahabatanya mengadakan musyawarah. Dalam musyawarah tersebut, Salman Al-Farisi menyampaikan sebuah ide cemerlang. Ia mengusulkan agar kaum Muslimin menggali parit di wilayah utara Madinah untuk menghubungkan antara kedua ujung Harrah Waqim dan Harrah Al-Wabrah. Daerah ini satu-satunya yang terbuka di hadapan pasukan musuh.
Dalam hal ini, sahabat Salman Al-Farisi mengatakan, “Wahai Rasulullah, dahulu jika kami orang-orang Persi sedang dikepung musuh, maka kami membuat parit di sekitar kami.” Inilah ide cemerlang yang sebelumnya tidak pernah dikenal oleh bangsa Arab.
Di sisi lainnya, seperti benteng yang bangunannya saling berdekatan dan dipenuhi banyak pohon kurma, dikelilingi perkampungan kecil yang menyulitkan unta dan pejalan kaki melewatinya. Parit yang digali oleh kaum Muslimin tersebut membentang dari utara sampai selatan Madinah.
Rasulullah SAW dan para sahabat segera melaksanakan penggalian parit. Panjang parit mencapai 5544 meter, lebar 4,62 meter, dan kedalaman 3234 meter. Setiap 10 orang lqki-laki diberi tugas untuk menggali parit sepanjang 40 hasta.
Setelah pengepungan selama satu bulan penuh Rasulullah SAW memerintahkan Nuaim bin Mas’ud untuk melaksanakan taktik guna memecah belah musuh yaitu menyerang untuk membela diri. Taktik ini berhasil hingga pasukan kafir Quraisy dengan Yahudi Bani Quraidzah bermusuhan dalam barisan.
Sementara kaum Muslimin terus berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah, tutupilah kelemahan kami dan amankanlah kegundahan kami.” Rasulullah SAW juga berdoa, “Ya Allah yang menurunkan Al-Kitab dan yang cepat hisab-Nya, kalahkanlah pasukan musuh. Ya Allah, kalahkanlah dan guncangkanlah mereka.”
Setelah muncul perpecahan di barisan musuh dan mereka bisa diperdaya, Allah SWT mengirimkan pasukan berupa angin topan, sehingga memporak porandakan kemah-kemah mereka. Allah juga mengirimkan pasukan dari para Malaikat yang membuat mereka gentar dan kacau serta menyusupkan ketakutan ke dalam hati mereka.
Pada malam yang dingin dan menusuk tulang itu, Rasulullah mengutus Hudzaifah bin Al-Yaman untuk menemui orang-orang Quraisy dan kembali membawa kabar tentang keadaan mereka yang kedinginan. Hudzaifah menemui beliau dan mengabarkan niat mereka kembali ke Makkah. Setelah musuh kembali ke Makkah, maka beliau kembali ke Madinah.
Saat penggalian parit terjadi tanda nubuwah. Di antaranya adalah seperti diriwayatkan oleh Bukhari, dari Jabir, dia berkata, “Saat kami menggali parit, ada sebongkah tanah yang amat keras. Mereka mendatangi Nabi SAW seraya berkata, “Ini ada tanah keras yang teronggok di parit.”
“Kalau begitu aku akan turun ke bawah.” Jawab Nabi. Setelah turun beliau berdiri tegak dan terlihat perut beliau yang diganjal batu. Sebelumnya kami bertiga sudah mencoba untuk mengatasinya, namun tidak mampu. Lalu beliau mengambil cangkul dan memukul onggokan tanah yang keras itu hingga hancur berkeping-keping menjadi pasir.”
Al-Barra berkata, “Saat menggali parit, di beberapa tempat kami terhalang oleh tanah yang keras dan tidak bisa digali dengan cangkul. Kami melaporkan hal ini kepada Rasulullah. Beliau datang, mengambil cangkul dan bersabda, “Bismillah …” Kemudian menghantam tanah keras itu dengan sekali hantaman. Beliau bersabd, “Allah Maha Besar. Aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah, aku benar-benar bisa melihat istana-istananya yang bercat merah saat ini.”
Lalu beliau menghantam untuk kedua kalinya bagian tanah yang lain. Beliau bersabda lagi, “Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah, saat ini pun aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih.” Kemudian beliau menghantam untuk ketiga kalinya, dan bersabda, “Bismillah …” Maka hancurlah tanah atau batu yang masih tersisa. Kemudian beliau bersabda, “Allah Maha Besar. Aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan’a.”
Di balik peristiwa perang Khandaq terdapat pelajaran yang sangat berharga bagi kaum muslimin sebagai bekal dalam perjuangan untuk meraih kesuksesan hidup dan kehidupan. Yaitu tetap bersikap optimistis meski dalam situasi paling sulit dan berat sekalipun.
Semoga Allah menganugerahkan kemenangan dan kesuksesan bagi kaum muslimin dalam setiap perjuangan. Amin.***