Opini

KB Dalam Kabinet Merah Putih

Oleh: Drs. D. Rusyono, M.Si
Anggota Juang Kencana Kuningan

Tanggal 20 Oktober yang lalu merupakan momen yang sangat penting bagi NKRI, yaitu dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk masa bakti 2024-2029 hasil Pemilu 2024, di mana terpilihnya pasangan Prabowo-Gibran. Dari hal tersebut, pemaknaan lanjutannya adalah tersusunnya kabinet baru yang akan menjadi unsur pembantu teknis presiden dan wakil presiden di dalam menjalankan roda pemerintahan pada tataran penjabaran kebijakan dalam aspek teknis/implementasi, di mana untuk kabinetnya dengan nomenklatur Kabinet Merah Putih. Sungguh nama yang indah dan sakral, semoga seindah harapan seluruh rakyat Indonesia untuk lebih baik lima tahun ke depan.

Selanjutnya, apabila memperhatikan bentuk komposisi kabinetnya sungguh sangat besar/gemuk, mudah-mudahan saja disertai dengan gemuk pula kefungsian dan semangat kerjanya, jadi gemuk strukturnya kaya pula fungsinya. Soal adanya plus minusnya itu biasa, di antaranya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu aspek program, secara program dan kegiatan lebih bersifat spesifik/terfokus, karena berbagai urusan telah dipilah-pilah secara khusus dan masuk kepada berbagai lembaga (banyak irisan program dan kegiatan), dan aspek kelembagaan, secara kelembagaan tentu menjadi banyak lembaga, multi lembaga, beraneka macam lembaga. Tentu bisa dibayangkan betapa banyaknya personel yang harus mengisi pada lembaga-lembaga tersebut, guna menjalankan/mengelola program/kegiatan yang ada di setiap lembaga, juga harus berapa rupiah anggaran yang dikeluarkan untuk mendukung kelancaran dalam tugas dan fungsinya , berapa jenis pula sarana prasarana atau fasilitas yang harus disiapkan dan yang lain-lainnya, termasuk personel atau SDM nya yang harus mengisi pada setiap lembaga termasuk berdasarkan tingkatan eseloneringnya.

Belum lagi disetiap lembaga kementerian dilengkapi dengan para wakil menteri, dan yang cukup mengherankan lagi banyak dibentuk lembaga-lembaga yang bersifat adhoc, sehingga terbayang ke depan akan banyak berseliweran personel kabinet yang cukup banyak tersebut, juga tidak mustahil benturan dalam bentuk program/kegiatan-kegiatan irisan yang bersinggungan satu sama lain.

Sebetulnya mau bentuknya seperti apa sebuah kabinet, secara umum rakyat tidak begitu memahami secara detail dan sepenuhnya hak prerogatif presiden. Dan khusus pada sektor Keluarga Berencana (KB) yang notabene sudah include tercakup dalam kependudukan, maka patut disyukuri dan disambut gembira karena pada era Kabinet Merah Putih sekarang ini kependudukan, KB dan pembangunan keluarga dikelola oleh lembaga kementerian dengan nomenklatur Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN.

Sebetulnya pada era orde baru (Presiden Soeharto), KB sudah sempat menduduki tingkat kementerian, yaitu Kementerian Negara Kependudukan/BKKBN dengan Menterinya Prof. Dr. H. Haryono Suyono dengan merangkap Kepala BKKBN, kemudian dilanjut dengan Kementerian Kependudukan dan Pengentasan Kemiskinan/BKKBN. Setelah itu cukup lama kembali kepada BKKBN lagi, dan sekarang di era Kabinet Merah Putihnya Prabowo-Gibran naik kelas lagi dengan nomenklatur Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN dengan Menterinya Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd. dan Ratu Ayu Isyana Bagus Oka sebagai Wakil Menterinya.

Kemudian mengapa BKKBN nya tetap menempel kuat/tidak hilang, karena untuk menuju muara kependudukan salah satunya melalui KB dengan kesehatan reproduksi/pengaturan kelahiran, sedangkan KB berdampak kepada komponen-komponen demografi seperti CBR, TFR dan LPP juga terhadap aspek kesehatan seperti , IMR, MMR dan sebagainya dapat tercapai/terkendali, jadi BKKBN tetap sebagai genetiknya (Teguh Santoso, 2024).

Selanjutnya menyikapi pasca kelembagaan KB di era Kabinet Merah Putih, kiranya tidak berlebihan apabila ditindaklanjuti dalam lima pokok, yaitu
penataan kembali SOTK dari mulai pusat sampai daerah sesuai kebutuhan, yang kedua yaitu pemaknaan/pemahaman seluruh komponen stakeholder, sampai dengan masyarakat luas/rakyat Indonesia tentang kependudukan dengan segala aspeknya, termasuk pembangunan berwawasan kependudukan dan pembangunan berkelanjutan, yang ketiga selaraskan kembali grand design kependudukan jangka pendek, menengah dan panjang, serta langkah-langkah pencapaiannya, yang keempat tntukan arah kebijakan pembangunan keluarga baik secara kuantitas maupun kualitas serta indikator capaiannya, dan kelima pemantapan kembali tentang pencegahan/penanganan stunting. (Rukman Heryana, 2024).

Mengapa selama ini Indonesia agak abai/kurang memperhatikan pembangunan berwawasan kependudukan, sehingga terjadi ketimpangan pertumbuhan dengan kualitas SDM? Jawabannya karena pemerintah selalu menginginkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang harus terus tinggi sebagai lambang supremasi keberhasilan pembangunan, padahal bukan satu-satunya indikator keberhasilan karena ada komponen yang turut menentukan yaitu pengaturan fertilitas, penurunan mortalitas dan pengarahan mobilitas baik penyebaran maupun persebarannya atau tingkat kepadatan, yang dituangkan dalam Indek Pembangunan Berwawasan Kependudukan.

Indek Pembangunan Berwawasan Kependudukan sendiri merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) Bidang Pengendalian Penduduk (Renstra BKKBN 2000-2024), berisi tentang Pembangunan Berwawasan Kependudukan maupun Berkelanjutan, di mana pembangunan berorientasikan pada partisipasi penduduk sehingga meningkatkan kualitas penduduk yang menjadi tujuan dari pembangunan, tentunya secara berkelanjutan di mana pembangunan yang terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan yang ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa (UU No.52/2009).

Adapun secara khusus yang bersifat peluang (opportunity) antara lain
kependudukan, KB dan pembangunan keluarga bukan barang baru, petugas/jajaran pengelola program masih ada dan eksis, walaupun secara kuantitas terus semakin berkurang karena terkikis oleh waktu baik pensiun maupun wafat, tetapi secara spesifik ada jajaran para purna bakti KB yang dikenal dengan Perkumpulan Juang Kencana, yang senantiasa masih dapat diberdayakan (yang masih sehat) untuk membantu di lapangan karena minimal punya pengalaman, ilmu dan jejaring.

Kemudian pada sisi top leader sekarang, di samping masih semangat dan kompak pada jajaran BKKBN juga punya Menteri yang baru (Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd.) sebagai orang yang kaya pengalaman di lapangan sebagai mantan Bupati di Kabupaten Batang Jateng, begitu juga dengan Wakil Menterinya Ratu Ayu Isyana Bagus Oka, yang juga sama hebatnya di antaranya di bidang jurnalistik, malah kalau melihat namanya seperti masih terkait dengan Prof. Dr. Ida Bagus Oka mantan Kepala BKKBN pada era Presiden Habibie, (wallahu a’lam bishawab).

Namun demikian, di sisi lain jajaran Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga masih dihadapkan dengan beberapa persoalan yang cukup krusial di antaranya seperti penanganan stunting, laju pertumbuhan penduduk, pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kehamilan/kelahiran, bahkan satu hal yang sangat mendesak sebagai tantangan/ancaman (threat) adalah dampak dari PP No.28/2024 tentang Kesehatan khususnya pada Pasal 103 (ayat 4, huruf e) tentang penyediaan kontrasepsi bagi kalangan usia sekolah dan remaja yang menjadi polemik di masyarakat. Tentu ini harus segera dikomunikasikan dengan Kementerian Kesehatan agar dapat segera diselesaikan solusinya, paling tidak dalam Permenkesnya dapat dijelaskan secara komprehensif, sehingga dapat memberikan ketenangan kepada masyarakat, serta polemik pun bisa berakhir, syukur kalau PP nya ditinjau kembali.

Selamat berkarya untuk jajaran Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dalam mewujudkan keluarga Indonesia yang tangguh dan sejahtera !
Aamiin.***

Back to top button