Dinamikan Kontestasi Pilkada Kabupaten Cirebon 2024 Makin Menarik
kacenews.id-KUNINGAN-Menyikapi polemik hasil survei yang dilakukan lembaga independen dan maupun partai politik, Direktur Kuningan Institute, Agus Kusman, angkat bicara untuk menanggapi polemik di tengah-tengah berlangsungnya tahapan Pilkada 2024.
“Kami berharap atas hasil survei tersebut tidak menimbulkan polemik, terutama di tengah tahapan Pilkada yang saat ini sedang berlangsung. Oleh sebab itu, hasil survei seyogianya profesional, baik secara kuantitatif maupun kualitatif,” ungkap Agus, Sabtu 12 September 2024.
Menururnya, dinamika kontestasi Pilkada di Kuningan tahun 2024 semakin menarik. Perang strategi hingga urat saraf terus bergulir dengan beragam cara. Baik berupa konten kreatif melalui video dan poto yang disebar di media sosial, hingga adu data survei jadi trend saat ini.
Uniknya, data yang dirilis lembaga survei berbeda-beda, sehingga melahirkan data yang saling kontradiktif.
“Lembaga survei dalam merilis datanya harus memperlihatkan independensinya. Jika dalam presentasinya didampingi tim dari pasangan calon tertentu, kan jadinya aneh. Dimana letak independensinya kalau begitu? Padahal Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 sudah tegas mengatur lembaga survei tidak boleh melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu dan Peserta Pemilihan,” ujar Agus.
Kandidat Doktor di salah satu perguruan tinggi elit di Jakarta itu menerangkan, secara teori akurasi data survei dipengaruhi jumlah responden. Jika respondennya 650 kemudian survei dilakukan di 32 kecamatan, maka rata-rata responden yang diwawancara per kecamatan hanya 20. Seandainya menggunakan metode multistage, maka survei tersebut akan terbatas untuk beberapa kecamatan. Sehingga mereka akan kesulitan membaca kondisi peta per daerah pemilihan, per kecamatan apalagi per desa/kelurahan.
“Disinilah masyarakat dituntut cerdas. Survei yang memperlihatkan kemenangan paslon tertentu harus dikaji dan ditracking bagaimana metodologinya. Semakin banyak jumlah responden, semakin kecil potensi margin of errornya, begitu pula sebaliknya. Katakanlah 650 responden, maka margin of errornya juga besar, yaitu di kisaran 4%. Jika paslon satu dinaikan 4% dan yang lain diturunkan 4% tentu akan menggambarkan kondisi yang berbeda,” bebernya.
Diharapkan dia, lembaga survei memang harus terbuka metodologinya. Sampaikan jika multistage random sampling yang dilakukannya seperti apa.
Jika terbatas hanya beberapa kecamatan sampaikan saja. Sebab jika sampai seluruh kecamatan disurvei dengan sampel hanya 650, maka datanya akan bias dan pasti kesulitan mengatur proporsinya.
Hasil survei yang dirilis salah satu lembaga survei beberapa hari lalu, misalnya. Lembaga survei tersebut merilis data dimana Paslon 1 angkanya 35,1%, Paslon 2 di angka 43,8%, dan Paslon 3 sebesar 12,8%. Sementara masyarakat yang belum menentukan pilihan sebesar 8,3%.
Angka ini berbeda dengan data yang dirilis Jamparing, dimana Paslon 1 dan Paslon 2 hanya terpaut 0,5% saja. Dalam presentasinya Jamparing berpendapat bahwa situasi di lapangan antara Paslon 1 dan Paslon 2 memang ketat dan berimbang.
“Dalam hal ini, saya menilai data survei yang dirilis Jamparing lebih kredibel. Itu dikarenakan jumlah respondennya mencapai 1.200 orang. Mereka disebar di 194 desa/kelurahan di 32 kecamatan, dengan margin of error sebesar 2,8%,” pungkas Agus.(Sul)