Fasilitas Memadai, Cirebon Jadi Pilihan Tuan Rumah MLB NU
kacenews.id-CIREBON-Ketua Steering Committee (SC) Muktamar Luar Biasa Nahdlatul Ulama (MLB NU), KH. Imam Jazuli, mengungkapkan alasan penting di balik pemilihan Kabupaten Cirebon sebagai tuan rumah Muktamar Luar Biasa Nahdlatul Ulama (MLB NU).
Muktamar yang diinisiasi untuk menyelamatkan dan menjaga marwah jam’iyyah ini, kata dia, bukan tanpa alasan, melainkan memiliki landasan historis dan sosiologis yang kuat.
Dalam penjelasannya, KH. Imam Jazuli menekankan bahwa kontribusi masyarakat Cirebon terhadap perkembangan NU tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang perjuangan dan pengabdian mereka.
“Orang-orang Cirebon adalah jawaranya NU. Kita masih ingat karomah Kiai Abbas Buntet yang meluluhlantakkan serdadu Belanda dalam Perang Surabaya, 10 November 1945,” ujarnya.
KH. Imam Jazuli menjelaskan, Kiai Abbas Buntet, yang juga merupakan panglima Resolusi Jihad NU atas restu Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari, memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Melalui kiprah Kiai Abbas Buntet, NU berdiri di garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semangat perjuangan itu, lanjutnya, menjadikan NU sebagai benteng bangsa dan negara, bukan sebagai alat politik praktis.
Namun, KH. Imam Jazuli mengingatkan bahwa NU saat ini telah melenceng dari Khitthah 1926, yang menjadi landasan organisasi ini. “NU saat ini berada dalam titik nadir, mengabaikan AD/ART organisasi dan menyemai konflik internal. Orang-orang Cirebon, sebagai pelanjut semangat Kiai Abbas Buntet, ingin mengembalikan marwah NU yang hilang,” tegasnya.
Muktamar Luar Biasa di Cirebon, lanjit Kiai Imam Jazuli, diharapkan menjadi momen untuk merefleksikan kembali tujuan berdirinya NU. Pelaksanaan muktamar ini direncanakan akan dimulai di Pondok Pesantren Buntet, sebagai simbol mengenang perjuangan Kiai Abbas Buntet, dan ditutup di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, yang juga memiliki sejarah panjang dalam melawan penjajahan Belanda.
Ki Jatira, pendiri Pesantren Ciwaringin, adalah tokoh penting yang dikenal gigih berjuang melawan kolonialisme, termasuk menolak pembangunan Jalan Raya Pos yang akan menggusur tanah pesantren pada tahun 1721.
“Jejak perjuangan Ki Jatira menjadi inspirasi bagi warga NU untuk mengisi kembali semangat kecintaan pada pesantren,” tambah KH. Imam Jazuli.
Mengutip penulis dan peneliti Islam, Martin van Bruinessen, KH. Imam Jazuli menegaskan bahwa NU tidak bisa dipisahkan dari kultur pesantren. Namun, belakangan, NU mulai menjauh dari nilai-nilai pesantren dan lebih fokus pada politik praktis.
“PBNU kini terjebak dalam politik transaksional, jauh dari tradisi intelektualisme pesantren dan tarekat yang dulu menjadi kebanggaan NU,” katanya.
Kondisi ini, menurutnya, membuat banyak warga NU di Cirebon merasa resah dan merana. Mereka berharap Muktamar Luar Biasa NU dapat menjadi momentum untuk mengembalikan NU pada Khitthah-nya yang sejati.
Cirebon bukan hanya memiliki sejarah panjang sebagai kota perjuangan, tetapi juga fasilitas yang memadai untuk menyelenggarakan acara besar seperti Muktamar NU.
“Cirebon memiliki banyak hotel berbintang, akses tol yang memadai, dan hanya berjarak 30 menit dari Bandara Internasional Kertajati,” jelas KH. Imam Jazuli. Panitia juga telah mempersiapkan 30 lebih hotel, puluhan bus, dan ratusan kendaraan untuk kelancaran acara.
Dengan tagline “Muktamirin datang senang dan pulang bahagia”, panitia berharap Muktamar di Cirebon akan berjalan lancar dan memberikan pengalaman positif bagi semua peserta.
Muktamar Luar Biasa NU di Cirebon diharapkan tidak hanya sebagai ajang pertemuan organisasi, tetapi juga sebagai sarana menggali hikmah dari perjuangan para tokoh terdahulu seperti Sunan Gunung Jati, Kiai Abbas Buntet, Ki Jatira, hingga Ki Bagus Rangin.
“Melalui Muktamar NU ini, kita bisa mendulang pelajaran dari masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik,” pungkas KH. Imam Jazuli.
Simbolisme pembukaan di Pesantren Buntet dan penutupan di Pesantren Babakan Ciwaringin menunjukkan betapa pentingnya peran dua pesantren sepuh ini dalam sejarah perjuangan NU dan bangsa Indonesia.
“Dengan Muktamar ini, diharapkan marwah NU yang hilang dapat dipulihkan dan NU kembali membanggakan sebagai organisasi yang berkhidmat untuk umat, bangsa, dan negara,” ungkapnya.(Mail)