Kontestasi Pilkada Kabupaten Kuningan Kian Memanas
kacenews.id-KUNINGAN-Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kuningan yang saat ini memasuki tahapan kampanye, kondisinya semakin memanas karena tidak hanya permasalahan perusakan alat peraga kampanye (APK) baligo saja tetapi permasalahan hasil survei oleh lembaga survei pun menjadi persoalan.
Dua lembaga survei yang terdiri dari Centra Informasi Masyarakat Madani (CIMM) dan Jamparing Research melakukan survei yang hasilnya memenangkan Pasangan Calon (Paslon) Bupati Kuningan, H. Dian Rachmat Yanuar dan Calon Wakil Bupati Kuningan, Hj. Tuti Andriani (Dirahmati). Sedangkan Lembaga Survei Risetindo Barometer memenangkan Paslon H. Yanuar Prihatin dan H. Udin Kusnedi (Hatiku).
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Risetindo Barometer, Asep Saepudin mengaku belum pernah mendengar multistack random sampling sepertihalnya digunakan metodologi oleh CIMM. Cara menghitung perbandingan antara jumlah sample yang ditetapkan dengan margin of error juga salah.
Semestinya, dengan jumlah sample 2.395 responden menghasilkan margin of error sebesar kurang lebih 2,00 persen, bukan 2,60 persen sehingga sepertinya tidak paham statistik karena darimana angka margin of errornya. Ditambah lagi, dirinya belum melihat bagaimana distribusi samplingnya karena akan berdampak terhadap sebaran geografi dan sebaran demografi.
Umumnya, jumlah minimum sampling tidak ganjil sebab berkaitan dengan implementasi metodologi selanjutnya termasuk tingkat pengacakan PSU maupun pengacakan responden di PSU sehingga mengundang pertanyaan, bagaimana cara mengimplementasikan terhadap metodologi surveinya.
Perlu diketahui, jumlah sample semakin besar akan lebih bagus dalam menekan margin of error namun perlu hati-hati dalam pelaksanaannya karena banyak sample, semakin kompleks pengerjaannya (waktu survei, jumlah sumber daya manusia/SDM, pengawasan, distribusi instrumen, biaya yang digunakan dan sebagainya).
Sedangkan implementasi metodologi multistage random sampling yang digunakan Lembaga Survei Jamparing Research, menurutnya justru tidak jelas. Ia memaknai dari distribusi jumlah sample tingkat kecamatan secara proporsional diambil responden berdasarkan profesi masyarakat.
Kalau demikian, dalam pengambilan sample responden berdasarkan metode non probabilistic sampling yaitu purposive sampling (sampling bertujuan).
Begitu pula persoalan distribusi jumlah sample di 32 kecamatan karena melihat langsung terhadap responden (bukan pada PSU), maka jumlah sample di tiap kecamatan beragam genap atau ganjil dan itu sebuah kesalahan implementasi dari makna metodologi multistage (mestinya tidak ada ganjil).
Dampaknya, sebaran responden tidak mengikuti sebaran demografi populasi Kuningan. Misalnya, sebaran berdasarkan gender, hasil survei Jamparing menunjukkan 66,8 persen laki-laki dan 33,3 persen perempuan. Sedangkan sebaran populasi daftar pemilih tetap (DPT) saja 891.960 orang terdiri dari 450.002 laki-laki (50,5 persen) dan 441.958 perempuan (49.5 persen).
Artinya tidak proporsional berdasarkan gender dan akurasinya terlalu jauh. Apabila dilihat sebaran berdasarkan pekerjaan, pelajar (mahasiswa) paling dominan (19,3 persen) dan karang taruna/tokoh pemuda (16,9 persen). Justru sebaran tersebut tidak umum terjadi di masyarakat.
Jika dibandingkan hasil survei Risetindo Barometer, sebaran berdasarkan gender 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan, berdasarkan pekerjaan, dominan di profesi ibu rumah tangga (IRT) 36,5 persen dan wiraswasta 12,8 persen. Begitu juga berdasarkan rural urban, 90,5 persen di pedesaan dan 9,5 persen di perkotaan (kelurahan).
Makna perbedaan dari sebaran tersebut saja menandakan bahwa distribusi sample Jamparing tidak proporsional sesuai keadaan di Kabupaten Kuningan yang sebenarnya sehingga tidak semua masyarakat pemilih di Kabupaten Kuningan mempunyai peluang yang sama terpilih sebagai responden. Selain itu, implementasi dari multistage random sampling-nya bermasalah. (Yan/KC)