Opini

Budaya Makan di Luar

Oleh: Sukanda Subrata
Penulis Lepas Cirebon/Alumni UPI

Agama Islam sudah mengajarkan kepada kita bagaimana tata cara dan tatakrama kehidupan sehari – hari, dari mulai hal terkecil hingga yang lebih luas. Misalnya tatakrama dalam kehidupan keluarga di rumah. Selanjutnya tata cara dan tarakrama kita sebut adab. Islam mengajarkan bagaimana adab kita dari mulai bangun pagi, siang, sore hingga tidur malam. Adab dari mulai ke luar rumah hingga masuk rumah kembali. Adab makan di rumah hingga masuk toilet semua diajarkan.Inilah bukti bahwa kasih sayang agama kepada kita baik melalui firman Allah maupun hadist Nabi Muhammad SAW, agar hidup kita lebih teratur.

Kali ini yang kita ulas adalah perihal tata cara makan di rumah, oleh karena akhir – akhir ini mulai banyak di antara kita yang mengabaikannya.Kita lebih senang makan di luar rumah, apakah di rumah makan, di warung nasi dan sebagainya, yang sepintas menunya lebih menggiurkan mengundang selera. Kita yakin di balik itu semua mengandung barokah yang mungkin kita tidak mengetahuinya.Di saat kita berkumpul, ayah ibu dan anak menghadapi hidangan yang sudah disiapkan. Maka ibulah yang membagi – bagikan makanan kepada alas masing masing. Kemudian ayah memimpin doa sebelum makan, alangkah indahnya suasana ini jika bisa dilaksanakan oleh keluarga kita. Namun karena berbagai kondisi kita terpaksa makan di rumah tanpa ayah. Ayah bekerja di luar kota atau ayah pulang kerja larust malam.Sebaliknya kita makan bersama tanpa kehadiran ibu karena sedang bekerja di luar negeri menjadi TKW.

Mungkin banyak juga pembaca yang merindukan makan bersama keluarga di rumah.Walaupun dengan lauk pauk sederhana, namun terasa lebih nikmat dibandingkan makan di rumah makan seorang diri. Kita bisa bersenda gurau dan canda mesra bersama orang-orang tercinta secara langsung.

Sangat disayangkan di saat banyak orang merindukan makan di rumah, akhir akhir ini banyak keluarga atau kelompok ibu – ibu yang sengaja makan di luar, di rumah makan dari kelas rendahan hingga kelas mahal.Biasanya kelompok ibu – ibu arisan,ibu ibu anggota senam, atau ibu ibu guru PAUD dan sebagainya.Begitu tiba di tempatnya, membuat status di HP ‘Alhamdulillah berada di rumah makan anu, semoga berkah’.Cuma sebatas itu.
Bukan maksud mengurusi orang lain, karena itu hak mereka, toh uang mereka.Boleh-boleh saja makan di luar, sesekali mengenal suasana baru.Tapi mbok ya pakailah etika sedikit, jangan urusan perut seperti itu diekspos di media massa.Ingat tidak semua orang senang dengan apa yang kita lakukan. Bisa jadi dari 10 orang, ada dua atau tiga orang yang tidak suka.
Apalagi jika kita seorang pendidik di PAUD atau TK, apa yang kita lakukan akan ditiru oleh siswa kita. Apalagi juga jika PAUD kita termasuk lembaga pendidikan Islam, kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai keIslaman sejak dini kepada anak-anak.Termasuk tata cara makan harus dengan adab yang benar, tidak cekikikan.Makanan yang akan kita santap apakah makan yang halalan toyibah.Kita tidak tahu bukan?

Jadi alangkah baiknya jika kita bisa mengurangi kegiatan makan di luar. Makan di rumah mempunyai banyak kelebihannya, di antaranya bisa menjalin komunikasi dengan sesama anggota keluarga. Biaya bisa lebih kecil, dan yang paling penting makan di rumah itu banyak barokahnya.

Rumah yang dapurnya selalu ngebul pertanda adanya kehidupan, adanya keharmonisan para penghuninya. Rumah yang ceria berawal dari aktivitas dapur yang lancar.Rumah menjadi hangat penuh ceria, bayangkan jika rumah kita bagus, dapurnya ala minimalis namun tidak pernah digunakan untuk masak, apa manfaatnya? Jadi dapur itu untuk pajangan semata.

Setidaknya jika kita sudah terbiasa dengan makan di luar alias sudah membudaya, hendaklah berbudaya yang elok, jangan terlalu mengekspos kegiatan makan di luar. Oleh karena di luar sana atau bahkan di lingkungan sekitar kita masih banyak keluarga miskin dan anak yatim yang sudah mendapatkan makan untuk hari itu. Memang susah menghilangkan sesuatu jika sudah membudaya, padahal sebatas urusan makan.Itulah lemahnya bangsa kita yang terlalu mudah meniru suatu budaya, padahal sedikit saja manfaatnya bagi kita.***

Related Articles

Back to top button