Desak DPR Hormati Putusan MK, Ratusan Mahasiswa Blokade Jalan Utama
kacenews.id-MAJALENGKA-Ratusan mahasiswa Majalengka melakukan aksi turun ke jalan, menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diambil anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang dinilai telah mengamputasi demokrasi di Indonesia.
Hal itu buntut dari pembegalan konstitusi yang dilakukan para wakil rakyat terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memuluskan keinginan penguasa. Para anggota dewan dengan sengaja mengubah putusan MK melalui RUU Pilkada di Badan Legislasi (Banleg).
Akibatnya, para mahasiswa Majalengka pun turun ke jalan melakukan aksi protes sambil membawa spanduk penokan, dengan cara menutup Jalan Utama KH Abdul Halim, hingga menyebabkan arus lalu lintas macet dan dialihkan oleh kepolisian ke jalur alternatif.
Kendaraan yang terpaksa berhenti tidak dapat melanjutkan perjalanan. Namun, hal ini justru menambah semangat para demonstran, yang mendapatkan dukungan penuh dari para pengguna jalan.
“Lanjutkan mahasiswa, lawan ketidakadikan,!” teriak pengendara yang turut terhenti di tengah aksi demonstrasi tersebut.
Dukungan tersebut semakin menguatkan tekad para mahasiswa untuk terus menggelar aksi hingga tuntutan mereka didengar.
Aksi protes ini dilakukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majalengka. Mereka membawa isu besar yang menjadi perhatian nasional atas dugaan pengkhianatan terhadap demokrasi oleh anggota DPR RI karena tergiur kekuasaan.
Dalam orasinya, salah satu orator utama menyampaikan dengan lantang bahwa demokrasi yang diperjuangkan dengan susah payah oleh para pendahulu bangsa, kini sedang di cabik cabik dan berada di ujung tanduk akibat kebijakan DPR yang pro penguasa.
“Negeri ini telah hancur, demokraksi dikebiri, para wakil rakyat atas perintah penguasa, telah mengamputasi demokrasi yang telah diperjuangkan sejak dulu oleh para pendahulu kita,” tegas sang orator di depan massa aksi.
Parlemen jalanan ini merupakan bagian dari gerakan “Peringatan Darurat Indonesia” yang viral di media sosial. Gerakan tersebut muncul sebagai respons atas keputusan DPR yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang Pilkada 2024.
Gerakan ini tak hanya terjadi di Majalengka tetapi juga serentak di berbagai daerah di Indonesia, menunjukkan betapa meluasnya ketidakpuasan masyarakat terhadap manuver DPR.
Ketua HMI Cabang Majalengka, Rizfan Alauzi Hidayatusidqi, menegaskan bahwa aksi ini bertujuan mendesak DPR untuk menghormati putusan MK dan tidak menjadi kaki tangan penguasa.
Menurut dia, langkah DPR yang memaksakan pembahasan revisi UU Pilkada, sudah jelas bertentangan dengan putusan MK. Tindakan ini bentuk pelecehan terhadap hukum dan demokrasi di Tanah Air ini. Ia pun meminta para anggota dewan agar segera melakukan taubatan nasuha dan kembali ke jalan yang benar.
“Ada dua poin krusial dalam revisi ini yang secara terang-terangan tidak merujuk pada putusan MK,” ujar Rizfan.
Dia menjelaskan, pertama, perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Padahal, putusan MK telah menghapus syarat tersebut.
Kedua, mengenai batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur yang justru mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) dan bukan MK, sehingga menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum.
Rizfan pun menyoroti proses pembahasan revisi UU Pilkada yang berlangsung sangat kilat, bahkan terkesan dipaksakan. “Pembahasan hingga pengesahan RUU Pilkada dilakukan dalam waktu kurang dari tujuh jam. Interupsi dari fraksi yang menolak pun tidak dihiraukan oleh Baleg,” ungkapnya.
Mahasiswa Majalengka bersama ratusan ribu mahasiswa di seluruh Indonesia menuntut DPR untuk mengakomodasi seluruh putusan MK dan berhenti merusak sistem demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.
“Kami siap menggelar aksi turun ke jalan lagi, hingga tuntutan kami didengar dan direspons dengan tindakan yang nyata. Bukan hanya sandiwara,” tutupnya.(Jep)