CirebonRaya

Kejari Kota Cirebon Bakal Usut Proyek Gedung Setda

Dilaporkan Telan Anggaran Rp 96 Miliar, BPK Temukan Kerugian Negara Rp 11 Miliar

kacenews.id-CIREBON-Kejaksaan Negeri Kota Cirebon mulai melakukan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) terhadap gedung sekretariat daerah Kota Cirebon.

Pulbaket oleh Kejaksaan ini dimulai setelah terungkap adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 34 miliar dari sejumlah proyek di Kota Cirebon dalam kurun waktu 2005-2022.

Salah satunya adalah temuan BPK di proyek pembangunan gedung Setda yang memakan anggaran Rp 96 miliar. Temuan BPK sendiri di proyek pembangunan gedung Setda adalah Rp 11 miliar.

Related Articles

Kasie Intel Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, Slamet Heryadi mengatakan, sejauh ini Kejaksaan sudah memanggil 15 orang terkait proyek pembangunan gedung Setda ini, salah satunya Irawan Wahyono yang saat pembangunan gedung Setda menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cirebon.

“Kita masih Pulbaket untuk gedung Setda, ada sekitar 15 orang yang sudah kita panggil,” ujar Slamet.

Ia mengatakan, untuk kasus pembangunan gedung Setda ini belum naik ke tingkat penyidikan. “Belum, belum sidik. Dalam hal ini Pidsus masuk melakukan Pulbaket tekait potensi kerugian negara,” ungkapnya.

Ia pun membantah akan adanya penetapan dua orang tersangka dalam waktu dekat ini. “Belum ada (penetapan tersangka), karena kita masih Pulbaket,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Inspektorat Kota Cirebon telah membentuk Tim Pemantauan Tindak Lanjut untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terkait adanya temuan Rp 32,4 miliar yang belum dibayarkan oleh rekanan atau kontraktor ke kas daerah.

Tim ini terdiri dari Inspektur Pembantu dan para auditor.
Nilai sebesar Rp 32,4 miliar tersebut merupakan uang yang belum dibayarkan oleh kontraktor atas sejumlah proyek ke kas daerah dari tahun 2005 hingga 2022.

Berdasarkan data pada Inspektorat, total kewajiban pengembalian ke kas daerah sejak 2005-2022 sebesar Rp 54,7 miliar dan telah disetorkan ke kas daerah sebesar Rp 22,3 miliar sehingga masih terdapat sisa sebesar Rp 32,4 miliar.

“Penyebab temuan BPK terkait pekerjaan konstruksi bisa bermacam-macam, bisa karena kurangnya volume pekerjaan atau kelebihan pembayaran sehingga terjadi kerugian negara, atau karena adaya keterlambatan penyelesaian pekerjaan sehingga terdapat denda keterlambatan yang harus dibayar kontraktor ke kas daerah,” ujar Kepala Inspektorat Kota Cirebon, Asep Gina Muharam.

Asep menambahkan, setiap tahunnya BPK melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ke setiap pemerintah daerah baik provinsi maupun kota dan kabupaten. Untuk itu, Inspektorat berkewajiban melakukan pemantauan terkait tindak lajut rekomendasi LHP BPK RI.

“Hasil akhir pemeriksaan BPK berupa LHP, sedangkan rekomendasi BPK RI ada yang bersifat administrasi dan ada juga pengembalian keuangan yang harus disetorkan ke kas daerah,” ungkapnya.

Menurutnya, uang Rp 32,4 miliar itu wajib dikembalikan oleh para kontraktor ke kas daerah. “Yang jadi masalah itu adalah adanya pihak ketiga atau rekanan ini tidak langsung melunasi. Mereka ada yang langsung setor dan lunas, ada yang dicicil, ada juga yang belum bayar,” ungkapnya.(Fan)

Back to top button