Kekeringan Areal Sawah di Majalengka Meluas, Petani Terancam Merugi
kacenews.id-MAJALENGKA-Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka ajukan bantuan penambahan pompa air ke Kementrian Pertanian sebanyak 543 unit untuk mengantisipasi semakin meluasnya areal sawah yang mengalami kekeringan.
Kepala Bidang Ketahanan Pangan di Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka, Ence, bantuan pompa air sebanyak 107 unit yang telah diterima Pemerintah Kabupaten Majalengka tahun ini telah seluruhnya disistribusikan kepada petani.
Namun di saat musim kemarau sekarang ternyata bantuan pompa sebanyak itu tidak memadai karena areal sawah yang kekeringan lebih luas dari estimasi sebelumnya. Sehingga masih banyak areal sawah milik petani yang butuh pengairan lewat pompanisasi.
DKP3 Kabupaten Majalengka mencatat hingga Juli 2024 ada seluas 1.098 hektare lahan sawah yang mengalami kekeringan yang tersebar di sejumlah kecamatan, seperti Kertajati, Jatitujuh, Palasah, Jatiwangi, Ligung dan sejumlah kecamatan lainnya.
“Pengajuan mesin pompa air sebanyak 543 unit ke Kementerian Pertanian (Kementan) RI ini, untuk mencapai standar aman ketahanan pangan dalam mengantisipasi kekeringan.” ungkap Ence.
Menurutnya, lahan sawah yang mengalami kekeringan tahun ini penurunan sekitar 98 hektare jika dibandingkan demngan tahun 2023 lalu yang mencapai 1.196 hektare. Karenanya untuk mengurangi semakin meluasnya areal sawah yang kekringan butuh pompa air yang lebih banyak agar lebih efektif dalam mengairi sawah.
Untuk sawah – sawah yang jarak ke sumber airnya cukup jauh pemerintah menyiapkan pompa berkapasitas besar lebih mencapai 15 inci, sehingga lebih maksimal untuk mengairi tanaman, atau air terlebih dulu dialirkan melalui saluran air dan kembali ditarik dengan pompa.
Sementara itu Forescater BMKG Jatiwangi dan Kertajati M Syifa’ul Fuad mengungkapkan, berdasarkan hasil pantauan BMKG, puncak musim kemarau di wilayah Kabupaten Majalengka terjadi pada Juli – Agustus 2024.
“Sehingga saat ini merupakan masa puncak musim kemarau, tetapi kami memprediksi dampaknya tidak separah tahun lalu,” ungkap M. Syifa’ul Fuad.
Menurutnya, prediksi tersebut dipengaruhi fenomena La Nina, sehingga musim kemarau tahun ini cenderung menjadi kemarau basah karena dipengaruhi curah hujan yang masih turun meski intesitasnya tergolong rendah. Sementara pada musim kemarau tahun lalu turut dipengaruhi fenomena El Nino sehingga dampaknya cukup parah.
“Saat ini, pengaruh La Nina memang tergolong lemah, tapi tetap berpengaruh terhadap musim kemarau. Bahkan, dampak La Nina ini diprediksi akan berlangsung hingga Oktober 2024 yang merupakan masa pancaroba ke musim hujan. Sehingga kami memprediksi La Nina akan memberikan dampak saat musim hujan meski fenomenanya lemah,” ungkapnya.(Tat)