Finansial

Pengembang Perumahan Keluhkan Kenaikan NJOP, Bapenda Kabupaten Cirebon Buka Ruang untuk Ajukan Keberatan

kacenews.id-CIREBON-Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon memberikan kesempatan kepada Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Cirebon untuk mengajukan keberatan terkait kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Kabid Pengelolaan Pajak Daerah (P2D) Bapenda Kabupaten Cirebon, Fahmi Sudjati, mengungkapkan, kenaikan NJOP di Kabupaten Cirebon didasarkan pada penyesuaian nilai di setiap lokasi. Misalnya, NJOP di jalan Tuparev Kedawung yang pada 2021 senilai Rp 2,7 juta per meter persegi, setelah dilakukan penyesuaian dengan melibatkan konsultan appraisal, naik menjadi Rp 7-8 juta per meter persegi.

“Hasil appraisal di jalan Tuparev menunjukkan nilai Rp 10-14 juta per meter. Kami ambil rata-rata sekitar 60-70 persen dari nilai tersebut, sehingga NJOP ditetapkan di kisaran Rp 7-8 juta per meter persegi. Artinya, kami tidak menaikkan 100 persen dari hasil appraisal, tetap berada dalam batas wajar transaksi,” kata Fahmi, Jumat (19/7/2024).

Menurutnya, kenaikan NJOP ini lebih merupakan penyesuaian agar sesuai dengan nilai pasar. “Jika ada pihak yang merasa NJOP terlalu tinggi, mereka bisa mengajukan keberatan kepada kami. Kami akan meninjau kembali dan melakukan survei sebelum menerapkan penyesuaian pada tahun berikutnya,” katanya.

Ia juga mengakui adanya keluhan dari beberapa pengembang terkait kenaikan NJOP. Ia menyarankan agar pengembang yang sudah memiliki siteplan dan izin perumahan melakukan split sertifikat perumahan terlebih dahulu untuk mengurangi biaya.

“Jika belum di-split, NJOP dihitung secara keseluruhan. Setelah di-split, perhitungan NJOP akan lebih detail sesuai dengan masing-masing lahan,” tuturnya.

Fahmi menyampaikan penyesuaian NJOP ini, bertujuan untuk melindungi aset masyarakat. Ketika NJOP sesuai dengan pasar, harga jual aset akan lebih tinggi dan menguntungkan ketika diagunkan ke bank. “Penyesuaian NJOP ini sesuai dengan undang-undang dan dapat berubah kapan saja sesuai dengan perkembangan wilayah,” katanya.

Sebagai contoh, di Kecamatan Gebang, NJOP di blok A yang sebelumnya Rp 400 ribu per meter persegi naik setelah adanya investasi dan pembangunan pabrik di sekitar wilayah tersebut. “Penyesuaian NJOP tidak dilakukan secara merata, tetapi berdasarkan kondisi masing-masing wilayah,” ujarnya.

Ia mengemukakan, jika Apersi merasa keberatan dengan kenaikan NJOP, mereka bisa mengajukan keberatan dengan melampirkan bukti dari akuntan publik. “Kami akan mengkaji ulang hasil appraisal tersebut dan mempertimbangkan perubahan jika diperlukan,” katanya.

Sebelumnya, puluhan pengembang perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Cirebon mengeluhkan kenaikan NJOP yang mencapai 1000 persen. Bendahara Apersi Cirebon, Sarini, menyatakan bahwa kenaikan NJOP dari Rp 243.000 menjadi Rp 2.352.000 per meter persegi dalam dua tahun sangat memberatkan pengembang, terutama yang bergerak di sektor perumahan bersubsidi.

“Harga jual perumahan bersubsidi yang ditetapkan pemerintah adalah Rp166 juta, namun dengan kenaikan NJOP, biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayarkan pengembang menjadi sangat tinggi. PBB yang sebelumnya hanya Rp 4,5 juta, kini menjadi Rp 22,5 juta,” katanya.

Menurutnya, kebijakan kenaikan NJOP ini tidak adil dan subyektif, karena lahan pengembang perumahan bersubsidi sering berada di lokasi yang kurang strategis, seperti pinggir sungai dan dekat makam, namun dikenakan tarif NJOP yang sama dengan lahan di lokasi strategis. “Kebijakan ini sangat memberatkan kami sebagai pengembang perumahan bersubsidi,” katanya.(Mail)

Related Articles

Back to top button