Ustadz Nana Gerhana dan Kearifan Lokal
Ustadz Nana Gerhana dan Kearifan Lokal
Oleh: Sukanda Subrata
Penulis Lepas Cirebon
Biasanya orang kalau menghadiri ceramah (siraman rohani) penyakitnya ngantuk. Gelisah tidak tenang, tersiksa ingin cepat-cepat selesai ceramahnya. Materi yang disampaikan penceramah itu masuk dari telinga kiri keluar telinga kanan. Padahal orang datang ke tempat itu awalnya mulia, mau tholabul ilmi. Hal pertama yang menjadi penyebabnya adalah performan penceramah yang tidak meyakinkan. Kedua pembawa materinya tekstual dan serba kaku, sedangkan yang ketiga materi yang dibawakan menyinggung perasaan personal.
Dengan melihat mayoritas sikap jemaah seperti itu, maka beberapa penceramah menggunakan strategi lain yang disenangi namun tetap materi bisa tersampaikan.Dan salah satu stategi ceramah yang paling jitu adalah dengan menyelipkan humor-humor segar di balik materinya. Metode seperti ini sudah dilakukan dengan sukses oleh penceramah kondang Almarhum KH Zaenudin MZ. Setelah beliau tiada, belum pernah ada penceramah yang menggunakan metode tersebut. KH Syaoqi, putranya tidak sepopuler ayahnya. Namun di era Youtube seperti kini bermunculan para penceramah yang menggunakan metode humor. Sebut saja penceramah Ustadzah Aah Muhibah dari Pangandaran dan Ustadzah Handayekti dari Cilacap, KH Asep Mubarok, Cikampek dan Cirebon juga punya penceramah humoris, yakni KH Carsita.
Metode humor dalam ceramah boleh –boleh saja. Banyak kalangan yang menyukainya meski sedikit materi yang didapatkan hadirin. Namun ada juga beberapa orang yang tidak suka dengan metode ini karena terkesan main-main persis melawak.
Namun, di tengah ramainya ceramah seperti melawak ini, seorang penceramah laki-laki asal Cimaung Bandung menciptakan ceramah dengan metode yang lain dan hasilnya luar biasa, namanya Ustadz Nana Gerhana. Beliau berani ceramah dengan mengedepankan kearifan lokal. Bahasa yang digunakan oleh beliaupun yakni bahasa Sunda dengan menyelipkan lagu – lagu Sunda dengan diiring kecapi suling. Di mana lirik-lirik lagunya disesuaikan secara kontekstual. Lagu yang sering dia bawakan adalah lagu Demi Wanci yang merupakan terjemahan dari surat Wal Asri. Hadirinpun asyik menikmatinya.
Gebrakan Ustadz Nana Gerhana spektakuler, kehadirannya didunia dakwah Islam membuat suasana baru menjadi lebih segar. Nana Gerhana berani tampil beda dari penceramah lainya yang lebih dulu kondang.Ustadz yang satu ini tampil apa adanya, cukup berpaian rapi, sopan tanpa tutup kepala.Beliau tidak mau tampil seperti para pencermah yang cashinganya bersorban, berkopeah dan sebagainya. Dalam ceramah di depan hadirin, beliau sering menyampaikan bahwa kita sebagai muslim jangan terlalu mengagung-agungkan syariat, namun yang perlu diperhatikan adalah hakekatnya.
Satu lagi yang membuat kita salut adalah beliau selalu berbuat adil kepada semua orang dan tidak sombong karena sudah menjadi penceramah kondang.Ketika mau menyampaikan sindiran, beliau tidak pandang bulu. Makanya tidak ada orang yang tersinggung. Malah ceramahnya penuh keceriaan.
Di saat para ulama atau ustadz bangga dengan sebutan penerus Nabi Muhammad. Justru beliau takut dan malu dengan sebutan itu. Rasanya terlalu berlebihan sebenarnya sebutan itu. Ibadahnya nabi Muhammad SAW tak mungkin dituruti oleh ulama sekalipun. Kita tahu hukum zakat, namun kita malas berzakat. Kita tahu hukum shodaqoh, namun kita jarang shodaqoh. Kita tahu hukum tahajud, namun kita malas tahajud dan sebagainya.
Beliau adalah orang biasa, yang tidak biasa disanjung dan dipuji karena sanjungan dan pujian itu hakekatnya milik Allah SWT.
Kehadiran beliau di media sosial yang selalu viral tidak lantas membuatnya menjadi jumawa.Nana Gerhana viral ini berkat netizen.Nana Gerhana ceramah karena adanya jemaah.Orang bisa pintar karena dipintarkan Allah SWT. Orang bisa rajin karena dirajinkan oleh SWT dan seterusnya. Semoga beliau tetap istiqomah, ‘teu unggut kalinduan teu gedag kaanginan’.
Tak seharusnya kita terlalu bangga dengan segala apa yang kita miliki. Semua yang ada pada diri kita itu hanyalah titipan yang suatu saat akan diminta. Kita harus rela dengan ketentuan Allah SWT.
Kadang dalam beberapa materi ceramah (pada acara pernikahan), Nana Gerhana kadang mengupas makna prosesi kidung sawer pangantai.Tertutama mengupas setiap benda yang digunakan piranti sawer, seperti kelapa, tidi kawung, beras, permen dan uang recehan.
Beliau tidak peduli dengan sikap beberapa ulama yang mengkritisi metode seperti ini. Prinsipnya yang penting materi ceramahnya tidak melenceng dari aqidah. Adapun seringnya beliau mengusung nilai – nilai budaya Sunda dalam setiap ceramahnya ini dalam rangka menjaga kearifan lokal dari penguruh buruk.***