Hujan Ubah Kondisi Tanaman Padi di Majalengka Jadi Vegetatif
kacenews.id-MAJALENGKA-Hujan yang terjadi selama empat hari pada pekan kemarin diharapkan akan bisa mengubah kondisi tanaman padi vegetatif dengan usia tanamannya kurang dari 40 hari bisa membaik, dari kekeringan berat menjadi ringan.
Sedangkan tanaman padi yang sudah generatif dengan umur tanaman lebih dari 60 hari maka tanaman akan tetap kerdil walaupun kondisi daun kehijauan.
Menurut keterangan Koordinator POPT Kabupaten Majalengka Engkus Kusnadi, hujan selama empat hari telah menunjukan perubahan kategori pada tanaman padi serta perubahan warna daun yang mulai menghijau walaupun tidak maksimal.
“Warna daun yang tadinya sudah kategori kekeringan berat beralih ke sedang, dari sedang ke ringan, dari ringan ke pulih,” ungkap Engkus.
Namun itupun menurutnya tergantung pula pada cuaca kedepan, jika hujan masih terus turun dimungkinkan tanaman yang kekeringan sedang benar – benar beralih ke ringan.
“Barangkali masih ada hujan lagi mungkin tanaman dapat tumbuh dengan baik,” katanya.
Tetapi bagi tanaman dengan kekeringan kategori berat walaupun tanaman dan daun berubah warna menjadi hijau, maka pertumbuhan tetap tidak akan maksimal karena tanaman sudah kerdil dengan umur tanaman 60 hari hingga 70 hari.
“Kalau masih vegetatif umur tanamannya kurang dari 40 hari dengan adanya hujan sangat berpengaruh masih bisa tumbuh dengan baik, itupun jika hujan terus turun setidaknya dua kali dalam seminggu, sebaliknya jika kedepan tidak ada hujan maka pesimis tanaman padi yang dalam kondisi kekeringan sedang apalagi berat akan tumbuh dengan baik,” ungkap Engkus
Menghijaunya tanaman padi setelah terkena hujan menurut Engkus, itu terjadi karena air hujan mengandung nitrogen atau ngandung urea, tak heran jika tanaman terus terkena siraman air hujan pertumbuhan akan bagus
Sementara itu Forescater BMKG Jatiwangi dan Kertajati Dian Anggraeni mentakan hujan yang terjadi pada pekan kemarin, penyebabnya akibat adanya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa.
Kemudian juga suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia memberikan kontribusi dalam menyediakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan signifikan di wilayah Jawa Barat
Fenomena ini diperkirakan akan aktif hingga awal minggu ini saja, jadi perkirakan minggu ini secara keseluruhan intensitas hujannya akan kembali berkurang,” ungkap Dian.
Fenomena Aphelion
Menyinggung soal beredarnya informasi terjadinya fenomena aphelion, Dian mengungkapkan, Aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. Dan pada waktu yang sama sekitar Juli hingga September, secara umum wilayah Indonesia pada periode musim kemarau.
“Hal ini menyebabkan sering muncul berita seolah olah dampak aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia.” ungkapnya.
Padahal sebenarnya menurut Dian, penurunan suhu pada periode kemarau tersebut lebih dominan disebabkan karena wilayah Indonesia masuk musim kemarau, angin musim yang berhembus angin monsun Australia yang sifatnya dingin dan kering, sehingga kandungan uap di atmosfer cukup sedikit, dampaknya tutupan awan berkurang dan langit yang cenderung bersih (clear sky).
Ini menyebabkan radiasi panas matahari langsung dilepas ke atmosfer luar (tidak tertahan oleh awan) sehingga menyebabkan udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari.(Tat)