CirebonRaya

Tarif Pelayanan Naik Sesuai Perda PDRD, Pasien RSUD Arjawinangun Resah

 

kacenews.id-CIREBON- Pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) berimbas pada kenaikan biaya perawatan dan penanganan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun.

Direktur RSUD Arjawinangun, dr H Bambang Sumardi menyebutkan sebelum adanya Perda Nomor 1 Tahun 2024, RSUD Arjawinangun menggunakan besaran tarif sesuai dengan Perda Tahun 2009.

“Kami menerapkan perda baru itu sejak 5 Februari 2024. Dan itu memang (kenaikan) nilainya signifikan,” katanya.

Ia  mengungkapkan, imbas adanya penerapan perda baru dan UHC Kabupaten Cirebon yang tengah bermasalah, memunculkan kebingungan di tengah masyarakat. Seperti kemarin ramai terkait kenaikan tarif layanan merupakan salah satu imbas pemberlakuan perda baru.

“Pasti masyarakat resah dengan adanya kenaikan tarif tersebut, karena kenaikan perda dari yang dulu dan sekarang berbeda jauh besaran tarifnya,” katanya.

Menurutnya, perda baru tentang tarif yang disahkan oleh DPRD ini yang harus dievaluasi. Pada Mei Komisi II sudah datang ke pihaknya menanyakan tentang reaksi masyarakat.

“Masyarakat memang resah dengan adanya kenaikan tarif tersebut. Tapi memang itu juga kita paham, perda itu dibuat bukan hanya setahun dua tahun, tapi 5 atau 10 tahun ke depan,” katanya.

Namun karena belum ada sosialisasi, sehingga masyarakat kaget.

Ia mengakui Perda Tahun 2009 nilai tarifnya sudah tidak rasional. Saat ini bukan hanya pihaknya yang bertransformasi dan menggunakan perda baru itu, RSUD Waled juga sama, tapi RSUD Waled belum memberlakukan itu.

“Komisi II berkunjung kemarin. Mangga dievaluasi, karena masyarakat resah. Perda Nomor 1 Tahun 2024 ini memang harus disosialisasikan lebih lanjut,” katanya.

Sementara mengenai besaran kenaikan tariff, Bambang memberikan contoh tarif pada Perda yang terdahulu untuk poliklinik semula Rp 25.000, sedangkan besaran tarif pada Perda 1 Tahun 2024 ini adalah Rp 150 ribu.

“Kalau masyarakat pengguna BPJS tidak masalah. Yang bermasalah itu kalau tidak punya BPJS, otomatis pasien beralih ke umum. Kasus yang kemarin itu tidak punya BPJS, UHC sedang bermasalah sehingga harus umum. Begitu disodorkan nilai itu kaget,” tuturnya.

Menurutnya, kasus kemarin sempat viral sebenarnya hanya miskomunikasi. Bahkan, pihaknya memberikan beberapa potongan kepada pasien, bahkan pasien maupun bayi nya sudah pulang, tidak ditahan dan belum membayar sepeserpun.

“Itu bukan diskon. Karena kasihan kita mengurangi jasa, tapi kalau obat dan lainnya enggak bisa, itu modal. Ya jasa dokter jasa perawat dan jasa lainnya. Jadi kami sudah berbaik hati mengurangi jasa-jasa itu. Tapi karena tidak ada komunikasi, yang bersangkutan tidak menanyakan dulu ya akhirnya begini,” katanya. (Junaedi)

 

 

   

 

 

Related Articles

Back to top button